Friday, September 7, 2012

ujungkelingking - Ada satu tradisi yang selalu dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Muslim di Indonesia, yaitu yang biasanya dilaksanakan pada minggu-minggu pertama atau kedua di bulan Syawal. Kita sering menyebutnya dengan "Halal bi Halal".

Terlepas dari benar-tidaknya tradisi ini, namun ada suatu dasar yang (konon) menjadi landasan diadakannya acara seperti ini. Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam pernah bersabda, yang artinya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا, غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه   

Barang siapa yang beribadah Ramadhan dengan iman dan sungguh-sungguh, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq 'alaihi) 

Penjelasan ini harus kita yakini betul-betul, bahwa jika kita telah melaksanakan puasa Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan, maka Allah (pasti) akan mengampuni dosa-dosa kita. Dengan kata lain, ketika kita memasuki bulan Syawal, maka secara otomatis kita sudah tidak punya lagi dosa terhadap Allah subhanahu wa ta'ala. Lalu apakah dengan begitu kita secara fitrah sudah bisa dikatakan suci?

Tentu saja belum. Sebab jangan lupa bahwa kita masih memiliki dosa terhadap manusia. Dosa dan salah kita terhadap orang lain hanya bisa terhapus dengan permintaan maaf kita kepada yang bersangkutan. Karena itulah biasanya setelah melaksanakan sholat 'Id orang-orang saling berkunjung ke rumah-rumah untuk saling bermaaf-maafan. Dari sinilah istilah "halal bi halal" muncul.

"Halal" atau "menghalalkan" bisa dimaknai sebagai meminta maaf atau memberi maaf. Sedang kata "bi halal" lebih menunjuk kepada tata-caranya, yaitu (meminta dan memberi maaf) haruslah dengan cara yang baik: cara yang halal.

***

Namun yang perlu ditekankan disini adalah bahwa meminta maaf adalah merupakan perintah (baca: kewajiban) dari agama. Karena itu meminta maaf sesungguhnya tidak pernah dibatasi oleh waktu dan tempat. Ketika kita telah merasa berbuat salah terhadap seseorang maka seharusnya kita segera meminta maaf kepada orang tersebut.


Wallahu a'lam,

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, September 07, 2012

Wednesday, September 5, 2012

ujungkelingking - Jika Anda kebetulan akrab dengan Ms. Office, terutama Word, tentu apa yang akan saya sampaikan ini bukanlah hal yang baru.

Namun bagi saya yang baru tahu, postingan ini sekaligus buat pengingat, kali aja besok-besok lupa! (Hehehe...)

Hanya ada 3 langkah mudah untuk membuat daftar isi secara otomatis pada Ms. Word. Kebetulan yang saya pakai Word 2003.

Langkah pertama:

  • Buka Word Anda. Dan munculkan Ruller, bila belum ada.



Langkah kedua:

  • Lakukan double klik pada ruller paling kanan, sehingga muncul jendela baru. Pada leader, pilih no. 2 yang berisi titik-titik. Lalu pilih OK.



Langkah ketiga:

  • Daftar isi otomatis Anda sudah selesai. Tekan tombol Tab pada keyboard Anda, dan titik-titik antara sisi kiri sampai sisi kanan akan muncul.




Mudah, kan?
Semoga bermanfaat!


*dari berbagai sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, September 05, 2012

Friday, August 31, 2012

ujungkelingking - Dari sebuah khutbah Jum'at...

Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Muslim Indonesia bahwa ketika menjelang hari raya 'Idul Fitri, mereka berbondong-bondong untuk mudik. Istilah "mudik" sendiri biasa diartikan sebagai pulang ke kampung atau ke desa. Artinya dari kota menuju desa. Atau bisa dipakai definisi: melawan arus. Disini sang khatib mencoba mempertanyakan kenapa digunakan istilah "mudik"?

Kenapa tidak memakai istilah "turun", karena secara strata-sosial, kota biasanya diposisikan lebih tinggi daripada desa? Kenapa juga tidak digunakan kata "ngintir" (bhs. jawa, mengikuti arus), padahal pada waktu-waktu seperti itu hampir semua masyarakat kita melakukan tradisi yang sama?

Rupanya, menurut sang khatib, desa memiliki sesuatu yang sulit ditemukan di kota. Dia adalah kerukunan, kegotong-royongan, kedamaian, persaudaraan, dan ke-religius-an.

Pernah, seorang peneliti (maaf, saya kurang dengar namanya) melakukan tes unik untuk melihat perbedaan kehidupan di kota dan desa. Si peneliti ini kemudian membeli 2 buah mobil yang sama merk-nya, jenis dan warnanya. Kemudian, salah satu dari mobil itu diletakkan di sebuah kota, dan mobil yang satunya diletakkan di sebuah desa. Si peneliti ini kemudian mengamati apa yang terjadi beberapa hari ke depan.

Seminggu setelah diletakkan di tempatnya, mobil yang ditempatkan di kota telah hilang roda bagian depannya, sedang mobil yang berada di desa masih utuh. Dua minggu berikutnya mobil yang berada di kota atapnya sudah terlepas, sedang mobil yang berada di desa masih tetap utuh. Dan begitulah.

Namun, sungguhpun demikian, mudik yang seperti yang biasa dilakukan orang-orang ini dinilai sang khatib sebagai mudik yang kecil dan mudik yang biasa-biasa saja. Karena sebenarnya ada mudik yang jauh lebih besar dan jauh lebih penting. Yaitu mudik kita ke hadirat Allah subhanahu wa ta'ala.

Untuk mudik yang kecil saja kita rela merepotkan diri untuk mempersiapkan segala sesuatunya. maka untuk mudik yang lebih besar dan lebih penting ini sudah sepatutnyalah kita jauh lebih bersungguh-sungguh.

Karena itu, secara luas, kehidupan kita di dunia ini, dan khusus Ramadhan yang baru saja kita lewati dan (insyaallah) Ramadhan di tahun-tahun berikutnya adalah sarana untuk men-training dan mempersiapkan diri untuk mudik yang pasti setiap kita akan menjalaninya.

Maka kita akan bersungguh-sungguh beribadah, mengharap ridha-Nya. Agar nantinya kita benar-benar diterima saat mudik ke hadirat-Nya.

Hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal maula wa ni'man nasiir...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, August 31, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!