Thursday, July 5, 2012

ujungkelingking - Dalam beberapa “jengkal” lagi seluruh umat Islam di dunia akan memasuki bulan suci penuh berkah. Bulan Ramadlan, namanya.

Dan sudah jamak terjadi bahwa penetuan awal Ramadlan dan atau awal Syawal rentan terjadi perbedaan. Biasanya, bila penentuan awal Ramadlannya berbeda maka lebarannya bisa bersamaan. Tapi jika awal puasanya bersamaan, maka sholat ‘Id kita bisa berbeda.

Tentu, kita sering mendengar kalimat bahwa perbedaan adalah rahmat. Tapi benarkah demikian jika yang terjadi kemudian adalah perselisihan? Tentu saja mereka yang berada di atas bisa dengan legowo mengatakan “Kami menghormati setiap perbedaan. Silahkan saja berbeda dengan kami, toh semua ada dasarnya, jadi tak masalah memilih yang manapun”. Tapi bagi kami-kami yang berada di bawah -yang notabene lebih banyak yang awam (baca: bodoh) masalah-masalah ikhtilaf seperti ini hanya akan melahirkan sekat-sekat, bahkan di kampung kami sendiri.

Orang-orang yang pernah saya tanyai umumnya berpendapat (dengan bahasa saya sendiri) bahwa “satu (orang pintar) itu bagus, banyak itu bencana”. Jadi keinget film-nya The Avenger, dimana banyak jagoan bersatu malah masing-masing menganggap yang lain tak lebih hebat dari dirinya…

Banyak yang pintar (atau mengaku pintar), lalu akhirnya masing-masing punya cara sendiri -dalam hal ini- menentukan awal Ramadlan dan awal Syawal. Ormas ini bilangnya tanggal sekian, ormas yang lain bilangnya lain lagi, pun pemerintah juga berbeda. Lagi-lagi, kami-kami ini yang bodoh yang menjadi korban kebingungan.

Padahal, di jaman Rasulullah dahulu, satu orang saja yang melihat hilal (memang dulu, ini satu-satunya cara), maka otomatis yang lain mengikuti, dengan syarat orang tersebut adalah orang yang tsiqah (terpercaya). Maka, berkaca dari situ mestinya baik ormas ataupun pemerintah seyogyanya bisa satu kata dalam hal-hal semacam ini.

Wah, sulit bro… Sebagian ormas malah tidak suka dianggap “ngikut” pemerintah. Lebih baik berbeda, tapi hasil pengkajian sendiri. (Begitu, atau tidak begitu?)

Lalu bagaimana dengan bunyi, “Taatilah Allah. Dan taatilah Rasul-dan ulil amri diantara kalian”? (Al-ayat)

Maka, sidang itsbat yang akan digelar Menteri Agama (baca: Pemerintah) adalah kuncinya. Disana nanti semua ormas Islam di seluruh Indonesia akan berkumpul dan menyampaikan pendapatnya tentang awal Ramadlan atau awal 'Id. Dan pasti akan ada perbedaan pendapat. Maka, setelah palu diketok tanda putusan sudah final, maka seluruh ormas diharapkan dengan takzim mengikuti hasil putusan tersebut.

Dan diharapkan kita tak lagi disibukkan dengan masalah-masalah seperti ini lagi…

bismillah…
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, July 05, 2012

Tuesday, July 3, 2012

ujungkelingking - Ketika kita memutuskan untuk datang ke dokter, sering pada akhirnya kita mendapat obat antibiotik. Masalahnya seberapa penting antibiotik tersebut?

Antibiotik adalah zat antimikroba (zat antikuman) yang berasal dari  mikroba lain, umumnya jamur, atau dapat juga dibuat secara sintetik.  Satu jenis antibiotik  biasanya hanya ampuh untuk satu kelompok kuman tertentu, tetapi tidak  untuk kuman yang lain, tetapi ada pula antibiotik yang dapat membunuh  berbagai kelompok kuman.

Namun yang harus ditekankan adalah sembarangan mengkonsumsi antibiotik bisa menyebabkan masalah yang serius misalnya alergi, atau yang paling ditakuti adalah terjadinya resistensi (antibiotik yang dipakai menjadi tidak ampuh lagi). Kuman menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut.

INFEKSI

Infeksi adalah masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri dan jamur ke dalam tubuh.

Sebagian (besar) masyarakat masih beranggapan bahwa bila tubuh demam maka hal itu pasti karena adanya infeksi dan membutuhkan antibiotik. Padahal sebenarnya tidak selalu demikian. Hal ini karena demam merupakan salah satu gejala dan merupakan reaksi tubuh biasa.

Tubuh memiliki kemampuan untuk bereaksi terhadap adanya gangguan. Reaksinya bisa sangat beragam, dan tidak serta merta menunjukan adanya suatu infeksi. Dalam literatur medis disebutkan bahwa selain infeksi, tubuh juga dapat mengalami peradangan (inflamasi) sebagai reaksi terhadap alergen (zat asing), iritasi fisik maupun kimia, dan juga luka.

Infeksi, tidak sama dengan inflamasi. Saat terjadi infeksi pasti timbul peradangan, tetapi bila terjadi peradangan belum tentu akibat infeksi. Salah satu cara untuk memastikannya adalah observasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter biasanya akan memberikan obat anti radang untuk inflamasi, sedangkan infeksi diobati dengan antibiotik (untuk bakteri). Pada kasus anak batuk pilek misalnya, mungkin hanya terjadi peradangan di daerah tenggorokan akibat iritasi, jadi tak setiap radang membutuhkan antibiotik.

Sebenarnya, sebagian besar masalah kesehatan yang ada di masyarakat dapat diatasi sendiri. Namun begitu, masyarakat juga perlu untuk dicerdaskan melalui edukasi yang tepat.

Penyakit yang disebabkan oleh virus tidak perlu diobati dengan antibiotik karena fungsi antibiotik adalah mematikan bakteri. Pemberian antibiotik menjadi tidak berguna, kecuali dokter menduga telah terjadi infeksi bakteri. Namun, ini pun bukan untuk penyakit common cold. Penggunaan antibiotik secara tidak rasional hanya akan menimbulkan resistensi kuman. Apabila hal ini tidak ditangani secara cepat dan tepat, maka dapat berakibat buruk dan menimbulkan beban yang lebih besar.

Kita baru butuh antibiotik bila terserang flu yang penyebabnya adalah bakteri. Sedangkan penyakit flu yang diakibatkan virus adalah bersifat self-limiting disease, atau bisa sembuh dengan sendirinya. Bila kita terkena flu biasa atau batuk-pilek, cukup tingkatkan stamina tubuh dengan cara makan makanan bergizi agar tubuh sehat kembali. Juga, minum air putih yang banyak dan cukup istirahat.


Referensi:
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 03, 2012

Saturday, June 23, 2012

ujungkelingking - Seorang pria berjalan melewati seekor gajah. Ia tiba-tiba berhenti, bingung pada fakta bahwa makhluk sebesar itu hanya ditahan oleh tali kecil yang terikat pada kaki depan mereka. Tidak ada rantai, tidak juga kandang.

Bukankah jelas, bahwa gajah itu bisa kapan saja melepaskan diri dari ikatan itu? Namun mengapa tidak mereka lakukan?

Ketika melihat seorang pelatih di dekatnya, pria tadi segera bertanya mengapa hewan-hewan ini hanya berdiri di sana dan tidak berusaha melarikan diri.

Jawab si pelatih, “Ketika mereka masih sangat muda dan jauh lebih kecil, kita menggunakan tali berukuran sama untuk mengikat mereka. Dan pada usia itu, tali sebesar itu cukup untuk menahan mereka,”

“Saat mereka tumbuh dewasa, mereka dikondisikan untuk percaya bahwa mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka percaya bahwa tali itu masih bisa menahan mereka, sehingga mereka tidak pernah mencoba untuk membebaskan diri.”

Pria itu terdiam, antara kagum dan keheranan. Hewan besar ini bisa setiap saat membebaskan diri dari ikatan mereka, tapi karena mereka percaya mereka tidak bisa, mereka terjebak disana.

Seperti gajah, banyak dari kita menjalani hidup berpegangan pada keyakinan bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu, hanya karena kita pernah gagal sebelumnya. Kegagalan adalah bagian dari pembelajaran.

Bukan begitu?


Sumber: www.zoom-indonesia.com
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, June 23, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!