Monday, March 5, 2012

Form SPT Tahunan Pribadi
ujungkelingking - Hari ini, perusahaan tempat saya bekerja akhirnya memfasilitasi pelaporan SPT Tahunan Pribadi untuk karyawan. Petugas pajak dari KPP wilayah kami datang ke tempat kami, sehingga karyawan tak perlu repot-repot datang ke kantor pajak.

Seperti diketahui bahwa SPT Tahunan Pribadi wajib dilaporkan paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Jadi untuk SPT Tahunan 2011 pelaporan maksimalnya adalah tanggal 31 Maret 2012. Lewat dari tanggal itu berarti Wajib Pajak dianggap terlambat lapor, dan akan dikenai sanksi denda. Dan karena sifatnya yang pribadi, atau dengan kata lain, harus dilaporkan sendiri-sendiri, maka perusahaan tidak bertanggung jawab atas keterlambatan lapor tersebut. Oleh karenanya, kemudahan dari perusahaan ini mesti dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh karyawan. Mereka cukup datang ke ruang yang telah dipersiapkan oleh HRD, menyerahkan SPT Tahunan Pribadinya yang telah diisi lengkap untuk kemudian menerima tanda terima dari petugas pajak dan, selesai.

Sebenarnya hal semacam ini bukan kali pertama diadakan oleh perusahaan tempat saya bekerja. Yang saya ingat setidaknya ini sudah tahun ketiga atau keempat. Tapi yang membedakan untuk acara hari ini tadi adalah karena para petugas pajak yang datang sudah dilengkapi dengan laptop dan printer. Artinya tidak lagi manual seperti tahun-tahun sebelumnya. Semua data yang dientri secara otomatis akan masuk ke database mereka, dan bila ada kesalahan dalam penulisan NPWP akan langsung ketahuan dan Wajib Pajak yang bersangkutan dipersilahkan untuk merevisinya.

Koordinasi antara pihak perusahaan dengan kantor pajak sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari sebelumnya. Tapi ibarat pepatah tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan acara kami tadi siang. Karena sudah mendapat informasi dari pihak kantor pajak bahwa mereka akan datang dengan laptop dan printer, kami optimis bahwa tugas hari ini akan bisa dilaksanakan dengan lancar. Minimal semuanya akan selesai seperti yang dijadwalkan, yaitu jam 13.00 siang, dan tidak akan molor seperti tahun sebelumnnya. Tapi perkiraan kami ternyata salah...

Pagi itu, sekitar pukul 8.30 sudah terbentuk antrian dari karyawan yang akan menyerahkan laporan SPTnya. Itu artinya mereka datang setengah jam lebih awal dari jam yang ditentukan, padahal petugas pajaknya saja belum datang. Tapi bagaimanapun antusiasme patut diberi apresiasi. :-)

Sekitar pukul 9 lebih petugas dari kantor pajak datang. Ada sekitar sepuluh orang. Dan seperti yang dijanjikan, mereka membawa juga beberapa laptop dan sebuah printer. Nantinya printer itu akan digunakan untuk mencetak tanda terima yang telah dikoneksikan dengan laptop-laptop tersebut. Namun, hal yang tidak terduga terjadi. Printer disconnect! Printer tidak bisa digunakan untuk mencetak kecuali dari satu laptop saja. Saya lihat mereka beberapa kali mencoba beberapa cara namun hasilnya nihil. Tentu saja hal tersebut menyita cukup banyak waktu sementara antrian sudah mulai tak terkendali. Hehehe... (terlalu lebay!)

Pihak HRD kemudian berinisiatif agar para karyawan menumpuk saja laporan SPTnya dan dipersilahkan meninggalkan tempat untuk menghindari antrian yang semakin membludak. Sementara tanda terima akan diserahkan kepada HRD untuk dibagikan kepada karyawan yang bersangkutan keesokan harinya. Sementara kami berupaya menghubungi pihak IT kami, mereka -para petugas pajak itu- menghubungi rekan mereka yang berada di kantor guna mengirimkan beberapa printer lagi.

Dan setelah printer lengkap dengan sejumlah laptop yang ada, akhirnya tugas hari itu bisa terselesaikan dengan lancar. Selesainya? Jam 14.00 siang. Itu berarti molor satu jam dari waktu ditentukan.

Not bad...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 05, 2012

Tuesday, February 21, 2012

Google
ujungkelingking - Dalam kehidupan bersosial kita menyebut bila seseorang mengatakan hal yang tidak sebenarnya, maka kita menyebut dia seorang pembohong. Tapi bagaimana bila kita cuma tidak mengatakan yang sebenarnya. Disebut berbohongkah itu?

Mungkin lebih mudahnya dengan ilustrasi seperti ini,

Si Tono baru saja mengambil uang ibunya yang disimpan di dalam lemari baju. Menyadari uangnya hilang, si ibu langsung bertanya kepada Tono, "kamu mengambil uang ibu yang ada di lemari, No?" Si Tono menyahut, "tidak, bu!".

Tentu, kita sebut si Tono sedang berbohong karena jelas-jelas dia mengambil uang itu. Tapi coba bandingkan dengan -seandainya- jawaban Tono seperti berikut,

Menyadari uangnya hilang, si ibu langsung bertanya kepada Tono, "kamu mengambil uang ibu yang ada di lemari, No?" Si Tono menjawab, "saya sama sekali tidak masuk kamar ibu".

Tentu si ibu beranggapan bukan Tono yang mengambil uangnya. Lha masuk kamar saja tidak, apalagi sampai membuka lemari? Mungkin itu yang ada dalam pikiran si ibu. Padahal kenyataannya Tono menyuruh adiknya masuk kamar dan mengambil uang di dalam lemari.

Dalam konteks “saya tidak masuk kamar”, si Tono tentu tidak sedang berbohong karena –memang- kenyataan demikian. Dalam ilmu bahasa hal ini tidak salah. Tapi tentu menjadi tergesa-gesa bila menyimpulkan bukan Tono pelakunya karena jawaban Tono sama sekali tidak mengakomodir substansi pertanyaan.

Inilah yang kemudian saya takutkan digunakan oleh pejabat-pejabat yang tengah terjerat kasus korupsi. Bisa saja dia mengatakan –atau bersumpah- tidak pernah bertemu pejabat A, padahal mungkin saja pertemuan mereka lewat sms atau mesenger? Atau mereka keukeuh mengatakan bahwa tidak pernah menerima uang dari kurir B, padahal bisa saja “uang” yang dimaksud sudah dalam bentuk rumah mewah atau mobil sport mahhhal? (“h”nya sampe tiga lho!)

Mungkin ini menjadi tugas dari bapak-bapak jaksa penuntut agar memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak hanya mematikan jawaban tapi justru bisa menggiring terdakwa pada sebuah pengakuan.

Bismillah, 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, February 21, 2012

Wednesday, February 15, 2012

ujungkelingking - Dari sebuah Khutbah Jum'at.

Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam pernah ditanya seseorang tentang puasanya. Kira-kira begini: "Ya Rasulullah, kenapa Anda berpuasa (di hari) Senin?". Jawaban Rasulullah adalah, "karena hari Senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana Al-Qur'an diturunkan." 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dan dari keterangan ini kita bisa menyimpulkan; 

Satu, bahwa memperingati hari kelahiran Nabi adalah sah-sah saja. Tentu ini dengan catatan bahwa memperingatinya bukan dengan acara-acara yang bertentangan dengan syar'i. Salah, kalau kita -dengan label- memperingati maulid Nabi tapi yang digelar justru acara dangdutan, goyang syahwat, dsb. Memperingati kelahiran Nabi tentu menjadi bernilai pahala bila diisi dengan ibadah untuk menghormati beliau. Malah yang mengadakan acara-acara gak bener di ataslah yang justru menghina dan melecehkan Rasulullah. 

Kedua, menjadi terlogikakan bahwa malam kelahiran Rasulullah (bukan malam peringatannya lho!) lebih mulia daripada malam Lailatul Qadr. Argumen ini didukung dengan dasar hadist Rasulullah di atas, bahwa dalam sastra Arab, kata yang disebut pertama menunjukkan lebih utama dan penting dari yang disebut selanjutnya. Dasar kedua adalah dalam Al-Qur'an tidak pernah dinyatakan bahwa malam Lailatul Qadr adalah malam yang paling utama. Surah Al-Qadr menyatakan bahwa malam turunnya Al-Qur'an itu adalah "lebih mulia dari seribu bulan". Yang ingin saya tekankan disini adalah tidak pernah disebutkan dalam Kitab bahwa malam tersebut adalah malam yang paling mulia, yang ada "hanya" lebih mulia dari seribu bulan. Karena itu tentu tidak benar bila dikatakan bahwa malam Lailatul Qadr itu lebih mulia daripada malam kelahiran Rasulullah.

Dasar selanjutnya mungkin logika yang sangat sederhana: bila malam kelahiran Muhammad shallallahu alaihi wa salaam tidak pernah ada, apa mungkin ada malam Lailatul Qadr? Dan jika untuk malam Lailatul Qadr saja kita rela beribadah mati-matian, lalu kenapa untuk malam Maulid Nabi tidak?

Dasar keempat adalah seperti yang tertuang dalam surah Yunus ayat ke 58:


قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah, "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira". Karunia Allah dan rahmat-Nya adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Ibnu Abbas radhiallahu anhu mengatakan bahwa yang disebut dengan "karunia Allah" itu adalah ilmuNya Allah, Yang Maha Luas, Maha Tak Terbatas. Sedangkan yang disebut dengan "rahmat Allah" adalah seperti yang dijelaskan dalam Al-Anbiya: 107,


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ 


"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, malainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."

Maka, bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad adalah dianjurkan dalam Islam. Tapi bergembira disini bukanlah bergembira yang menyalahi syari'at. Bergembira dengan semakin memperbanyak syukur dan ibadah kita, bergembira dengan menyemarakkan pengajian di masjid-masjid dan surau-surau. Dan untuk kemudian yang maha penting dari sekedar peringatan-peringatan tersebut adalah peneladanan diri terhadap sosok beliau, bukankah beliau diutus untuk menyempurnakan (baca: menjadi panutan) akhlaq kita?

Semoga.


nb: Sejarah Maulid Nabi dimulai di tahun 586 M, dimana saat itu pasukan Muslim tengah gencar-gencarnya diserang oleh pasukan Mongol (Jengis Khan), sumber lain menyebut pasukan Kristen Eropa. Karena itu para pimpinan pasukan Muslim bermusyawarah agar bagaimana semangat pasukan Muslim tetap terjaga untuk menghadapi serangan musuh. 

Maka digelarlah acara semacam pasar malam selama 7 hari 7 malam agar pasukan Muslim menjadi termotivasi dengan semangat perjuangan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya dahulu. Dan terbukti kemudian kemenangan diperoleh oleh pasukan kaum Muslimin.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, February 15, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!