Tuesday, February 7, 2012

ujungkelingking - Ctrl + Z atau undo adalah suatu istilah untuk membatalkan perintah yang baru saja dibuat -yang belum di save.

Sayangnya, menu ini cuma ada dalam program komputer. Tidak ada dalam dunia nyata. Dalam kehidupan riil kita, semua yang kita perbuat secara otomatis sudah ter-save, sehingga tak mungkin lagi bisa kita undo apalagi delete. Apa yang kita ucapkan, kita lakukan tidak akan bisa ditarik kembali.

Karena itulah diperlukan konsep "berpikir sebelum bertindak". Bukan bertindak sambil berpikir, apalagi bertindak sebelum berpikir!

Memang, banyak yang sudah paham dengan prinsip ini, banyak yang sudah sadar. Tapi apakah itu cukup? 

#Hm, kita bahas yang lain dulu…

Meminjam ungkapan seorang ulama' besar, Sayyid Quthb, beliau mengatakan bahwa "waktu" itu bukan bilangan waktu, akan tetapi bilangan kesadaran. Artinya, semakin matang (baca: tua!) kita, seharusnya semakin sadar kita akan intisari hidup.

Lantas, apa hubungannya antara berpikir sebelum bertindak dengan kesadaran? 

#Sebentar, saya mau minum dulu. Haus,

Ngomong-ngomong soal minum, anda tahu bahwa kebutuhan tubuh akan air adalah sekitar 2 liter perhari? Itu setara dengan kurang lebih delapan gelas untuk setiap harinya. Nah lho, apa hubungannya?

Begini, banyak orang "sadar" dengan teori 2 liter perhari tersebut, tapi berapa orang yang concern melaksanakannya?

Atau semua orang sadar bahwa menggunakan lajur untuk kendaraan lain berpotensi menimbulkan kemacetan yang lebih parah, tapi berapa banyak yang mengindahkannya?

Atau -kalau sok politis- semua orang paham bahwa korupsi, suap, dkk adalah budaya kotor yang akan menghancurkan sebuah bangsa, tapi lagi-lagi, berapa persen yang bisa menolak?

Karena itu sikap sadar saja ternyata belum cukup bagi kita. Hendaknya kemudian diikuti dengan tindakan yang –mau tidak mau- harus dimulai dengan proses berpikir benar. Mudah-mudahan dengan itu kita bisa tumbuh –sedikit demi sedikit- menjadi warga-warga yang membangun bangsa.

Semoga.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, February 07, 2012

Wednesday, February 1, 2012

ujungkelingking - Terkait dengan kejadian "Xenia Maut" (metro.vivanews.com) yang menewaskan 9 orang pejalan kaki di Tugu Tani, Jakarta Pusat, dalam sebuah acara diskusi yang ditayangkan di sebuah televisi swasta, Sudjiwo Tedjo, salah seorang pembicara dalam diskusi tersebut sempat mengatakan begini; "Kalau kita memberantas narkoba karena kebencian, maka kalau bukan anaknya pasti cucunya kena (narkoba, pen.). Karena karma itu ada.".

Tentu saja pendapat ini langsung disanggah oleh Ust. Guntur Bumi yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut. Dalam Islam, kita tidak mengenal karma. Allah subhanahu wa ta'ala menfirmankan bahwa Dia tidak akan mengubah nasib keadaan seseorang, jika orang tersebut tidak mau (berusaha) mengubah keadaan dirinya. Dalam hal ini, bagaimana mungkin jika kita melaksanakan nahi munkar -memberantas kejahatan lalu kemudian anak atau cucu kita bakal terkena kejahatan tersebut?

Dan jika karma itu memang ada, lalu dimana letak rahman rahiimnya Allah?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, February 01, 2012

Tuesday, January 31, 2012

ujungkelingking - Saat kita menolak ajakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau pergi ke suatu tempat, biasanya kita memberikan alasan untuk itu. Sebenarnya tak ada masalah dengan hal itu selama hal itu memang benar-benar terjadi dan bukan sebagai "tameng" untuk menghindari ajakan tersebut. Tapi bagaimana bila alasan tersebut hanyalah alasan mengada-ada untuk menolak suatu ajakan? Mungkin, kita tidak enjoy bila jalan dengan orang itu, atau mungkin kita malas keluar karena malas mengeluarkan motor yang sudah dicuci, atau alasan-alasan lain yang tidak mungkin kita menyampaikannya secara terang-terangan. Akhirnya kita pun menciptakan alasan-alasan yang tidak sebenarnya agar kita "selamat" dari ajakan tersebut.

Bila hal itu yang terjadi pada kita, saya sarankan untuk menolak tanpa memberikan alasan apapun!

Kenapa?

Karena alasan tersebut kita gunakan sebagai tembok, tameng, perisai (atau apalah penyebutannya) dari orang yang mengajak kita, maka logika yang muncul adalah bila alasan tersebut bisa dipatahkan, atau diatasi oleh orang tersebut berarti mau-tak mau kita harus ikut dengannya.

Contoh 1,

"Ikut ke kampus, yuk!" (Ajakan)
"Gak ah, lagi gak punya uang." (Alasan)
"Gak apa-apa, nanti aku yang bayarin." (Alasan terpatahkan)

Contoh 2,

"Ikut jalan-jalan ke mall, yuk!" (Ajakan)
"Males ah cin, panas gini." (Alasan)
"Lha di mall kan dingin?" (Alasan terpatahkan)
"Berangkatnya kan panas, cin..." (Alasan, lagi)
"Pake mobil gue" (Alasan terpatahkan, lagi)

Resiko bila alasan sudah terpatahkan adalah: kita harus mau untuk diajak. (Kecuali bila kita masih punya segudang alasan-alasan lain).

Kesimpulan: Untuk menolak, jangan pakai alasan!

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, January 31, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!