Monday, March 17, 2014

ujungkelingking - Sembuhlah, Nak!


Beberapa hari yang lalu suhu tubuh Zaki naik. Namun tidak sampai terlalu tinggi, dan alhamdulillah pagi harinya sudah turun kembali.

Keesokannya, giliran si Daffa yang panas. Paginya agak turun, malam harinya kembali naik... dan tetap "stabil" di kisaran 39° C lebih! Dan pada bagian bawah telinga Daffa muncul benjolan (baca: kelenjar) yang katanya terasa sakit. Tanda ini sama seperti Zaki waktu panas kemarin, hanya sekarang sudah hilang.

Sebenarnya, untuk mengantisipasi panas yang semakin meninggi, saya bisa saja membelikannya parasetamol. Namun karena ceramah pada khutbah Jum'at kemarin mengatakan bahwa parasetamol yang mengandung alkohol -meski hanya 5%- dihukumi haram, maka saya mencoba menahan diri untuk tidak membeli obat tersebut.

Kaidah fiqh yang digunakan adalah bahwa apa yang jumlah banyaknya memabukkan, maka jumlah sedikitnya-pun tetap haram.

Langkah alternatif yang saya lakukan kemudian adalah searching gejala penyakit tersebut via google. Tentu ini langkah yang bodoh. Dan saya tidak akan menyarankan teman-teman untuk melakukan hal yang sama. Lebih baik dibawa ke klinik atau dokter untuk pemeriksaan yang lebih akurat. 

Dari beberapa situs yang saya temukan, dengan melihat kesamaan gejala yang ada, saya menduga kalau Daffa terserang (virus?) Roseola. Nama yang cantik untuk sebuah penyakit.

  • Seperti disebutkan di beberapa situs tersebut, yang rentan terpapar virus ini adalah balita usia 6 bulan hingga 3 tahun.
  • Masa inkubasi (antara awal terpapar virus hingga terlihat gejalanya) sekitar 5-15 hari.
  • Ketika sudah terkena, gejala yang muncul adalah panas tinggi secara mendadak, sekitar 39,4°-40,6° Celcius.
  • 5-10% balita akan mengalami kejang demam (steup). Pada Daffa hal ini hanya berlangsung sekejap saja.
  • Panas akan berlangsung tetap antara hingga 3-5 hari.
  • Pada hari keempat biasanya panas akan turun. Inilah yang agak melegakan saya.
Dan dari situs-situs tersebut disebutkan bahwa proses penyembuhannya hanya memerlukan parasetamol dan istirahat yang cukup.

Saya kemudian teringat sebuah catatan dari naskah-naskah dan manuskrip kuno (#halaahh) bahwa parasetamol alami -salah satunya- terdapat pada buah pepaya. Karena Daffa yang masih ngempeng, jadi buah pepaya yang saya beli sebagian agar dimakan ibunya, sebagiannya lagi akan dibikin jus untuk Daffa. Namun karena Daffa-nya juga gak mau, akhirnya ibunya juga yang ngabisin.

Alhamdulillah, memasuki hari kelima, kondisi Daffa sudah mulai normal kembali. Terbukti dengan celotehannya yang semakin banyak dan bertambah kosa-katanya.

Ultraman, berubah!
Jreng, jreng...!!!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 17, 2014

Thursday, March 13, 2014

ujungkelingking - Ada di Mana Tingkatan Imanmu?


Tulisan ini terinspirasi dari kejadian sepulang dari kantor, kemarin sore.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wa salaam pernah bersabda:

"Iman itu ada 70-an cabang, atau 60-an cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan Laa ilaaha illallah. Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (sesuatu yang mengganggu) dari jalanan. Sedangkan rasa malu adalah salah satu cabang dari keimanan."
(Riwayat Muslim)

Untuk dapat memahami apa yang ingin disampaikan oleh hadits di atas, ijinkanlah saya untuk membuat sebuah analogi tentang hal ini.

  • Soal yang paling sulit adalah soal untuk kelas 6
  • Soal yang paling mudah adalah soal untuk kelas 1
Logikanya, kalau kita sudah di kelas 6, tentu mudah dong untuk mengerjakan soal kelas 1. Nah, pertanyaan saya, jika kita masih tidak mampu mengerjakan soal untuk kelas 1, maka ada di kelas berapa kita?

Gangguan di jalan
Image: koran-sindo.com

Hal yang sama bisa kita terapkan pada hadits di atas.

  • Tingkatan iman yang paling tinggi adalah ucapan Laa ilaaha illallah
  • Tingkatan iman yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalanan

Maka pertanyaannya sekarang, jika untuk menyingkirkan duri (gangguan) dari jalanan saja kita tidak mau atau tidak tergerak untuk melakukannya, maka ada di mana tingkatan iman kita?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, March 13, 2014

Wednesday, March 12, 2014

ujungkelingking - Karunia Itu Bernama Musibah


(+) Judulnya ada yang aneh nih. Salah ya mas, mestinya kan  "karunia" itu nikmat, kok ini "karunia" tapi musibah?

(-) Ah, nggak kok. Memang disengaja. Mudahan-mudahan setelah membaca postingan ini, baik saya ataupun teman-teman punya cara baru untuk "berkenalan" dengan musibah.

***

Sebuah kisah tentang musibah


Ada satu kisah nyata, yang melibatkan orang yang cukup dekat dengan saya.

Di kampung anu, ada seorang laki-laki yang senang sekali berkata-kata kotor dan menyakiti orang lain. Tak terhitung berapa orang yang telah sakit hati karena kata-katanya. Sampai suatu ketika laki-laki ini bertengkar dengan seorang ibu dan mengeluarkan kata-kata yang sangat menusuk hati.

Si ibu dengan reflek membalas omongannya dengan mengatakan bahwa andai laki-laki tersebut tertabrak motor, maka akan lumpuh kakinya.

Saya tidak tahu apakah kemudian laki-laki ini jadi tertabrak motor atau tidak, namun singkatnya, laki-laki ini menderita stroke yang melumpuhkan seluruh tubuhnya. Semua anggota badannya tak lagi bisa digerakkan bahkan untuk sekedar berbicara. Bermacam pengobatan telah diupayakan, namun kesembuhan belum juga nampak.

Yang aneh adalah, meski susah berbicara, namun bibirnya mudah sekali untuk menyebut nama si ibu yang pernah disakitinya. Maka sambil menangis, laki-laki ini meminta maaf kepada si ibu. Dan dengan ikhlas ibu ini mendoakan kesembuhan untuk laki-laki tersebut.


Jika teman-teman pernah membaca postingan saya tentang One Minute Awareness, barangkali kisah ini adalah salah satu contohnya, sebab kemudian melalui bantuan seorang ulama, kepada laki-laki ini coba dilakukan semacam terapi pengobatan. Untuk kesembuhan penyakitnya, juga untuk kesembuhan spiritualnya.

Sekarang, laki-laki tersebut sudah sembuh dari stroke-nya. Pergaulan dengan sesama tetangga semakin membaik. Sudah tak pernah lagi kata-kata kotor dan menyakitkan keluar dari mulutnya. Dan yang menarik, setiap datang saat shalat 5 waktu, laki-laki ini tak pernah ketinggalan untuk berjama'ah di masjid!


Musibah, tentukan mana fakta lama dan mana fakta baru


Melihat kenyataan dari kisah di atas, pada akhirnya baik orang lain maupun laki-laki tersebut akan mengatakan bahwa beruntung dulu ia diberi penyakit stroke. Jika tidak, barangkali sampai sekarang ia masih akan menjadi sampah masyarakat di kampung tersebut.

Dan dari urutan kejadian-kejadian dalam hidup ini, kita kemudian perlu membaginya ke dalam dua kategori besar. Kedua kategori itu kita sebut saja "Fakta lama" dan "Fakta baru".

Fakta lama, adalah kejadian (baca: musibah) yang baru saja kita alami. Meski baru kita alami, tapi tetap sebut itu sebagai fakta lama. Karena yang akan kita sebut sebagai fakta baru adalah kejadian berikutnya yang sangat mungkin dapat mengubah cara pandang kita terhadap fakta lama.

Maka di sini kita belajar untuk tidak menilai fakta lama SEBAGAI fakta baru. Akan tetapi yang harus kita lakukan adalah menilai fakta lama DENGAN fakta baru.

Penjelasannya seperti ini,

Jika kita terbiasa menilai fakta lama sebagai fakta baru, maka setiap kita ditimpa musibah, yang akan menjadi fokus utama kita adalah hakikat musibah tersebut, bukan maknanya. Karena yang kita rasakan hanyalah hakikatnya (kenyataan bahwa musibah itu terjadi) maka yang akan lahir kemudian adalah perasaan sakit hati, kecewa, marah, dan pertanyaan-pertanyaan klise seperti misalnya "kenapa harus terjadi?", "kenapa harus sekarang?", "kenapa harus pada saya?", dsb. Dan tentu saja pertanyaan-pertanyaan itu tidak akan terjawab sebelum kita menemukan, fakta baru.

Akan tetapi bila kita menilai fakta lama tersebut dengan sudut pandang fakta baru, maka yang akan muncul adalah perasaan tenang karena selalu khusnudzan terhadap segala sesuatu. Yakin bahwa di suatu waktu yang akan datang Allah telah menyiapkan hikmah-kebaikan dari musibah yang kita alami saat ini.


Menunggu fakta baru tiba


Pertanyaan yang jelas akan muncul adalah, bagaimana kita bisa menilai fakta lama dengan sudut pandang fakta baru sedangkan fakta baru tersebut belum datang?

Jawabannya memang harus menunggu fakta baru tersebut muncul.

Karena itulah saya katakan bahwa (keyakinan) ini bisa menimbulkan perasaan tenang sebab kita yakin bahwa ketika fakta baru itu datang, pernyataan yang akan muncul adalah, "Oh, jadi ini alasannya kenapa kemarin saya dapat musibah itu...".

"Untung saja dulu saya dapat musibah seperti itu, kalau tidak saya tidak akan menjadi seperti sekarang ini..."


Jadi pada intinya musibah adalah sebuah nikmat juga, andai kita tahu cara menyikapinya. Dan kebanyakan manusia tidak bisa menyikapinya, termasuk juga saya. Labih suka mengeluh dan berkesah. Padahal seringkali disebutkan bahwa musibah adalah salah satu cara Allah untuk menghapus dosa-dosa kita.

Karena sayangnya Allah kepada kita sehingga Dia lebih memilih membalas perbuatan dosa kita di dunia ini. Harapannya agar ketika di hari Penghitungan nanti kita akan bisa menghadap Dzat-Nya dengan tanpa membawa dosa.

Aamiin, Allahumma aamiin...

Karunia itu berbentuk musibah
Image: gorilla-ink.deviantart
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, March 12, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!