Friday, January 17, 2014

ujungkelingking - Jangan Menjadi Kelompok Kelima


Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam pernah bersabda tentang 5 kelompok manusia yang kita diharapkan menjadi salah satu dari kelompok pertama, kedua, ketiga atau keempat. Namun jangan sampai kita menjadi bagian dari kelompok yang kelima.

Sabda Nabi, "Jadilah kalian [1] 'aaliman; [2] atau muta'alliman; [3] atau mustami'an; [4] atau muhibban; [5] dan jangan kalian menjadi (kelompok) yang kelima..." 
(Perawi tidak disebutkan)

Siapa sajakah kelompok-kelompok ini?

Kelompok pertama: 'Aaliman


'Aalimaan berarti orang yang berilmu, atau orang yang memiliki pemahaman. Ini tentu sejalan dengan ayat pertama yang diturunkan kepada umat muslimin yang merefleksikan bahwa seorang muslim haruslah menjadi seseorang yang terpelajar dan luas pemahamannya. Iqra'!

Namun, jika hal tersebut tidak dapat tercapai oleh kita, maka oleh Nabi kita diharapkan termasuk ke dalam kelompok kedua,

Kelompok kedua: Muta'alliman


Kelompok ini berarti mereka yang (mau) belajar. Mereka yang bersungguh-sungguh dalam usahanya menuntut ilmu. Jadi, jika kita tidak bisa menjadi orang yang berilmu, setidaknya kita menjadi orang yang serius dalam menuntut ilmu.

Kelompok ketiga: Mustami'an


Kalaupun kita gagal menjadi kelompok kedua, Nabi masih mengharapkan kita menjadi kelompok yang ketiga. Yaitu mereka yang mau mendengarkan nasehat kebaikan. Jangan pernah menolak nasehat dalam kebaikan, dari manapun datangnya, dari siapapun yang mengatakan.  Dengan itu mudah-mudahan kita semua tidak mendapat stempel sombong dari Allah subhanahu wa ta'ala.

Kelompok keempat: Muhibban


Bila ternyata kita tidak bisa menjadi salah satu dari kelompok di atas, Nabi masih menyediakan satu tempat lagi. Muhibban adalah kelompok orang yang benar-benar mencintai kebaikan. Bila ada nasehat yang ditujukan kepada dirinya, meski belum bisa melaksanakannya, dia merasa senang dengan itu. Bila dia mendengar ada pengajian-pengajian atau majelis ilmu, meski mungkin tidak bisa datang, dia sudah merasa bersyukur. Bila ada orang yang melakukan kebaikan, meski dia belum mampu menirunya, dia senang melihatnya.

Jadi, jika ternyata kita tidak termasuk ke dalam ketiga kelompok yang disebut di awal, seenggak-enggaknya kita tidak menjadi orang yang antipati terhadap hal-hal yang baik.

Kelompok kelima


Kelompok terakhir inilah yang disebut Nabi sebagai kelompok yang celaka. Mereka adalah orang-orang yang tidak memilki pemahaman, namun tidak suka mencari ilmu, tidak suka pula mendengarkan nasehat, dan tidak senang dengan sesuatu yang baik. Jika bukan celaka namanya, apalagi?

Maka, sudah sepatutnya kita menata dan memperbaiki diri agar kita tidak termasuk ke dalam kelompok yang disebut terakhir ini. Na'udzubillahi min dzalik.


*diambil dari khutbah Jum'at, siang ini.  
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, January 17, 2014

Thursday, January 16, 2014

ujungkelingking - Mushalla & Toilet: Di sini


Sehubungan dengan pengelola gedung yang sedang membangun gedung baru, maka dengan terpaksa akses menuju masjid sebelah, ditutup. Dampaknya, sebagian besar tenant yang awalnya shalat di masjid sebelah beralih ke mushalla kecil bin iprit di lantai dua.

Anda bisa bayangkan sendiri, penghuni gedung 20 lantai -meski tidak semua- harus shalat di tempat yang sangat tidak cukup untuk menampung semua jama'ah itu. Jadilah kami shalat pakai kloter-kloteran. Satu shaft laki-laki hanya berisi 7 atau 8 orang saja. Sedangkan satu "kloter" bisa 3-4 shaft. Yang lain harus berkumpul di belakang menunggu giliran shalat. Alhasil yang kebetulan shalatnya lebih awal menjadi serba susah, karena jangankan untuk shalat sunnah ba'diyah, untuk berdzikir agak panjang aja sungkan sebab tempat musti gantian. Apalagi mereka yang kebetulan masbuq di kloter pertama. Belum selesai menyempurnakan kekurangan raka'at, calon kloter kedua sudah ber-iqamat. Buyar deh konsentrasi.

Lain di sini, lain pula di luar


Kalau kita tengok kondisi mushalla di pusat-pusat perbelanjaan atau tempat rekreasi, keadaannya jauh lebih mengenaskan lagi. Sudahlah sempit, terus cuma terletak di salah satu lantai saja, sudah gitu dekat toilet pula. #Sempurna

Malah kalau lihat papan petunjuknya lebih membuat miris: 

Sumber: notesfirmansyafei.blogspot

Ada lagi yang agak luas dikit. Tapi letaknya di lantai pualiiing atas, yang eskalatornya tidak pernah menyala. Gabung sama parkiran mobil. Tapi tentu yang ini masih lebih mending ketimbang yang deket toilet tadi, yang kebanyakan memang seperti itu.

Saya kemudian menjadi bertanya-tanya, kenapa fasilitas seperti mushalla ini terkesan "asal ada"?

Tentu saja dalam asumsi saya semua ini tidak lepas dari faktor pendapatan pengelola gedung. Daripada memperluas mushalla, jauh lebih menguntungkan menyewakan space yang kosong tadi untuk para tenant. Lagipula, dari sekian ribu pengunjung mall tersebut, berapa sih orang Islam yang shalat di sana? Toh, semuanya sibuk berbelanja.

Coba saja perhatikan kalau pas waktu shalat Dhuhur atau Ashar tiba, berapa orang yang datang untuk shalat. Bisa dihitung dengan jari. Anggap saja yang beragama Islam jumlahnya separuh dari pengunjung yang datang, lalu bila dibandingkan dengan mereka yang datang ke mushalla, ketemu berapa persen?

Jadi cukup masuk akal jika kemudian pengelola gedung/mall membuat tempat shalat yang seadanya. Sebab orang yang shalat di sana ternyata gak banyak-banyak amat.

*peace
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, January 16, 2014

Wednesday, January 15, 2014

ujungkelingking - Nasehat Untukku | Tentang Ibu


Masih ada hubungannya dengan maulid (kelahiran). Namun bukan maulid Nabi, akan tetapi maulid saya, h-hee...

Mungkin tidak semua dari kita akan menjadi orangtua. Namun yang pasti, setiap kita telah menjadi seorang anak, yang lahir dari rahim seorang ibu.

Dan kamu -suka atau tidak suka- adalah seorang anak, dari ibumu.

(+) Ini postingan tentang ibu, mas?

(-) Yup!

(+) Kok baru sekarang mostingnya? Telatttt... Kenapa gak tanggal 22 kemarin?

(-) Memangnya kenapa?

(+) Ya, gak kenapa-kenapa sih, biar pas aja momennya.

(-) Biar aja-lah, wong saya nulisnya bukan demi "Hari Ibu", kok.

Islam mengajarkan agar seorang anak -sepertimu- senantiasa berbuat baik kepada kedua orangtuanya, terutama ibu. Bahkan ketika sang orangtua dianggap gagal berlaku sebagaimana layaknya orangtua, kamu tetap harus berbakti kepada mereka.

Memang benar bahwa tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam hal menentang Allah, namun agamamu yang mulia ini telah memberikan adab-adab bagaimana bersikap (menolak) terhadap mereka, yaitu dengan lemah lembut dan ucapan yang santun.

Ketahuilah bahwa Al-Qur'an telah menggandengkan antara bertauhid dengan bakti kepada orangtua.


وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu [1] tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu [2] berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah!" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
[Al-Israa': 23]

Dalam An-Nisaa': 36 juga tertulis, "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak..."

Tentu mudah bagimu mengambil kesimpulannya. Bahwa berbakti kepada kedua orangtua adalah sebuah kewajiban -sebagai seorang anak dan juga sebagai seorang muslim- yang memiliki nilai pahala yang besar di sisi Allah subhanahu wa ta'ala.

Dan karena kewajiban ini sangat tinggi keutamaannya, maka begitu juga sebaliknya, durhaka kepada kedua orangtua juga akan memiliki dampak dosa yang amat besar.

Dari Abu Bakar, Rasulullah pernah bertanya, "Maukah kalian aku tunjukkan dosa yang paling besar?" Para shahabat menjawab, "Tentu, ya Rasulullah." Nabi bersabda, "Berbuat syirik dan durhaka kepada kedua orangtua." [Bukhori]

Karena itu sungguh benar-benar bodoh-lah kamu yang masih memiliki kedua orangtua namun tidak mau berbakti kepada keduanya. Bagaimana Allah bisa ridha terhadapmu bila orangtua tidak ridha terhadapmu? Bukankah dulu kamu diajari bahwa keridhaan Allah bergantung kepada keridhaan orangtua dan kemarahan-Nya bergantung kepada kemarahan orangtua?

Lalu kamu begitu sombong dan merasa tinggi karena lebih paham teknologi terkini daripada mereka? Ingatlah dulu ketika kamu masih belum kenal a, b, c, d, mereka-lah yang lebih dahulu memperkenalkannya kepadamu. Lalu kamupun bisa membaca. Mereka mengajarimu nama-nama benda, lalu kamu mengerti. Mereka mentatihmu berjalan, agar kelak kamu bisa berdiri di atas kakimu sendiri.

Dan sekarang kamu begitu angkuh terhadap mereka! Kamu merasa mereka semakin membosankan. Memalukan untuk diperkenalkan kepada teman-teman. Kamu enggan bila mereka meminta tolong kepadamu untuk mengantar mereka ke suatu tempat. Kamu malas jika mereka bertamu ke rumahmu, berpikir mereka akan merepotkanmu. Kamu risih kalau harus berdekatan dengan mereka, mempersiapkan apa keperluan mereka.

Dia ibumu! Mereka orangtuamu!

Dari mereka-lah kamu hadir. Atas pengorbanan mereka-lah kamu bisa tumbuh seperti sekarang ini. Jangan sombong. Apalagi terhadap ibumu.

Duh, gusti Allah... ampunilah hambamu ini. Lunakkanlah hati ini. Lancarkanlah lidah ini untuk memohon maaf kepada mereka.


*Artikel ini hanya ditujukan hanya untuk diri saya sendiri, dan tidak sedang menasehati orang lain.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, January 15, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!