Tuesday, January 7, 2014

ujungkelingking - Sosmed Itu Dunia Maya? Think Again!


Beberapa waktu yang lalu, seorang teman pernah curhat kepada saya tentang masalah keluarganya. Sebut saja, tentang suaminya dan facebook.

Umumnya kita ketika disebut istilah "dunia maya", maka yang langsung terlintas dalam benak kita adalah facebook, twitter atau internet.

Namun, ketika saya mendengarkan keluhan dari teman saya tersebut dan postingan mas Budy hari ini, saya menyadari bahwa kedua hal ini -dunia maya dan media sosial- adalah hal yang berbeda.

Bila yang kita maksud dengan dunia maya itu adalah dunia yang tidak sebenarnya (palsu atau abal-abal), maka media sosial bisa dikatakan dunia maya. Karena untuk membuat akun tidak harus dengan data-data yang valid. Kita bisa saja berbohong tentang profil dan segala tentang kita.

Bila yang dimaksud dengan dunia maya adalah dunia yang khayal, tidak bisa dipegang, maka sosmed bisa juga disebut dunia maya. Karena kita bertemu atau berkomunikasi tidak secara face-to-face. Akan tetapi jangan lupa orang-orang yang ada di sana ada nyata, bukan robot atau mesin.

Namun jika sudah mengacu kepada konten-nya, maka kita harus sadar bahwa apa yang kita tulis, kita komentar pada media sosial adalah bersumber dari pemikiran spontan kita. Coba ambil sample beberapa status atau kicauan orang-orang itu. Dari yang hanya sekedar share tempat makan enak atau prakiraan cuaca hari ini, kesukaan atau kebencian terhadap seseorang, sampai kepada pemikirannya tentang hal-hal tertentu. Lalu coba cermati, apakah kesemuanya itu bohong-bohongan atau asli dari pemikiran?

Seseorang memang bisa saja berbohong dalam satu atau dua status, tapi secara global, apa yang ditulisnya di sebuah sosmed itulah kenyataannya. Pada akhirnya hal-hal itu menjadi cerminan tentang siapa orang itu sebenarnya.

Sebuah ungkapan bijak mengatakan,

Cara berpikir Anda menentukan bagaimana cara Anda berbuat.
Dan cara Anda berbuat menentukan bagaimana orang lain menilai Anda.

Jadi, apakah Anda masih berpikir bahwa media sosial itu "hanya" dunia maya?

Pikir lagi.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, January 07, 2014

Saturday, January 4, 2014

ujungkelingking - Masih Terlalu Pagi Untuk Menyerah


Menarik membaca postingan mbak Ila Rizky (ilarizky.blogspot.com) yang tertanggal 2 Januari kemarin. Artikel ini-pun adalah hasil pengembangan dari apa yang tertulis di blog tersebut.

Ada satu poin yang luput dari pemikiran saya. Tentang sebuah kisah lama, yang sudah sering kita dengar. Namun -selalu saja- pelajarannya terlewatkan begitu saja. Sebuah kisah tentang perjuangan dan usaha keras.

Tentu masih jelas dalam ingatan kita semua kisah tentang Hajar dan putranya, Ismail. Ketika -khalilullah- Ibrahim alaihissalam harus meninggalkan keduanya di sebuah gurun pasir yang tandus dan gersang. Ismail yang masih balita itu kemudian merengek-rengek karena kehausan.

Hajar yang sudah kehabisan air minum kebingungan mencari sumber air. Maka berlarilah ia ke arah bukit Shafa. Namun yang dicari tidak ditemukannya.

Saat itu Hajar melihat ke arah bukit Marwah. Di atas bukit itu terlihat ada bayangan air. Mungkin di sana ada, pikirnya. Maka berlarilah ia ke atas bukit Marwah. Namun yang dicari tidak juga ditemukannya.

Shafa (kotasejarah.blogspot.com)

Dari atas Marwah, terlihat kalau di atas bukit Shafa seperti terlihat ada bayangan air juga, maka berlarilah Hajar ke atas bukit Shafa kembali. Dan masih tidak ditemukannya sumber air itu. Kejadian ini berlangsung sampai 7 kali. Dari literatur yang saya temui, jarak Shafa dan Marwah sekitar 400-an meter. Jadi bila ditarik garis lurus, Hajar sudah berlari sejauh 2,8 Km! Jarak yang cukup jauh bagi seorang perempuan seperti Hajar, di padang gersang pula. Lelah dan putus asa mulai menghinggapi Hajar.

Akan tetapi Allah berkehendak lain. Di suatu tempat, tiba-tiba Hajar mendengar suara yang menyuruhnya berhenti. Rupanya itu adalah suara malaikat yang kemudian menghentakkan kakinya ke tanah (riwayat lain, mengais dengan kepakan sayapnya). Dari situlah kemudian memancar sumber mata air, yang kemudian dinamakan dengan mata air Zamzam.

*Saya sendiri belum pernah tahu bagaimana rasanya air Zamzam ini, tapi kalau boleh berharap, saya berdoa agar saya dan keluarga diberi kesempatan untuk meminum air Zamzam ini... tapi di tempat asalnya sana.

Lalu apa yang terlewatkan oleh kita?


Selama ini kita sering mendengar slogan siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan berhasil. Slogan ini tentu tidak salah, namun keberhasilan di sini jangan langsung diterjemahkan "karena usaha kita".

Kisah di atas menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan Hajar tidak menghasilkan apa-apa. Upayanya tidak ada artinya. Namun itu bukan berarti membolehkan kita berputus asa.

Karena itu pesan moralnya yang bisa diambil adalah,

Bisa jadi usaha yang kita rintis selama ini sia-sia dan tidak membuahkan hasil sama sekali, namun kesabaran dan kesungguhan atas kerja keras itulah yang akan dinilai oleh Dia yang Maha Memperhitungkan (Al-Haasiib). Dan pasti Dia akan memberikan ganti yang lebih baik, dengan atau tanpa kita menyadarinya.

Jadi, tetaplah bekerja keras dan pantang putus asa. Jika perasaan itu muncul, tanamkan pada diri kita bahwa: masih terlalu pagi untuk menyerah.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, January 04, 2014

Thursday, January 2, 2014

ujungkelingking - Baca: Ber-enam Satu Tujuan


Saya ingat tahun-tahun pertama saya di pesantren. Seorang kakak kelas mengajak kami untuk naik gunung. Tujuannya kali itu adalah Gunung Penanggungan, yang kemudian menjadi destinasi favorit saya.

Ketika ditawari mau ikut atau tidak, saat itu saya menjawab bahwa saya tidak pernah sama sekali mendaki gunung. Kakak kelas saya malah mengatakan, "Lah makanya kamu ikut, biar pernah."

Sejujurnya saya tidak tahu apa-apa tentang pendakian, bagaimana persiapannya, dsb. Apalagi rencana ini sangat mendadak. Hal ini nantinya justru jadi kebiasaan saya juga (apa-apa gak pake rencana, spontanitas). Antara takut dan penasaran, akhirnya saya-pun jadi ikut rombongan ini.

Rombongan yang ikut berjumlah enam orang termasuk kakak kelas saya sebagai pemandu. Nah, kalau ada istilah plesetan nekad traveling, maka yang kami lakukan ini bisa dikatakan nekad climbing. Bagaimana tidak, dari enam orang ini tidak ada yang memakai perlengkapan pendakian. Kami mendaki gunung cuma pakai sandal jepit, tanpa jaket, satu tas samping yang isinya radio sama sebuah selimut (kalau rekan-rekan ingat, selimut khas rumah sakit yang warnanya strip hitam-putih), plus nasi bungkus yang fresh from the dandang.

Tambahan: tanpa tenda! Jika beruntung, kami bisa bermalam di sebuah goa kecil di atas yang hanya cukup untuk tidur 6 orang dewasa. Jika tidak, barangkali kami akan semalaman bergadang.

Singkatnya, selama berlelah-lelah selama kurang lebih 3 jam-an, kami pun sampai di puncak menjelang Maghrib. Sebuah perjalanan yang sangat panjang bagi saya, yang akan terbayar ketika sudah tiba di puncak.

Bagi yang sudah pernah mendaki gunung tentu tak perlu saya jelaskan bagaimana keadaan malam di atas dengan langit cerah penuh bintang dan kerlap-kerlip lampu perkampungan di bawah.

Tak perlu juga saya ceritakan bagaimana sejuknya semilirnya angin pagi hari sambil menikmati hangatnya matahari terbit.

Sebuah kombinasi sempurna yang bikin setiap orang ingin mengulang petualangan ini.

***

Pertanyaannya, kenapa kemudian cerita ini saya jadikan tulisan pembuka di 2014?


Jawabannya ada pada pelajarannya.

Dalam hidup, setiap kita pasti memiliki kekhawatiran-kekhawatiran seperti yang saya alami. Kekhawatiran terhadap sesuatu yang baru, yang asing, dan yang kita belum pernah sama sekali bersentuhan dengannya. Kekhawatiran itu kemudian bisa berubah menjadi 'ketakutan' yang membuat langkah kita terhenti. Namun bisa juga menjadi dorongan 'penasaran' yang membuat kita mendobrak batasan-batasan diri.

Jelasnya, jika konteksnya adalah hal-hal yang sifatnya positif, maka seharusnya bukan ketakutan yang muncul. Sebaliknya, jika hal tersebut adalah sesuatu yang negatif, maka sebaiknya kita tidak menjadi penasaran terhadapnya. Karena bagaimanapun, jika terlalu sering kita bermain-main di pinggir jurang akan ada masanya kita terjatuh.

Maka ketika kita dilanda sebuah kekhawatiran, tentukanlah, hal tersebut termasuk hal yang positif atau tidak. Setelah itu kita bisa mulai menentukan akan melakukan apa.

Tulisan ini bukan mencoba untuk menggurui siapapun. Saya hanya mencoba menuliskan "perintah-perintah" ke dalam program yang tersemat di otak saya. Dengan ini, mudah-mudahan saya bisa menerapkannya.

Semoga.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, January 02, 2014

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!