ujungkelingking - Dalam sebuah tayangan bertajuk
“Naked Science: Spacemen” di sebuah televisi swasta beberapa hari yang lalu, diprediksikan bahwa beberapa dekade dari sekarang kondisi bumi sudah tidak memungkinkan lagi untuk dihuni. Ini yang kemudian menyebabkan beberapa ilmuwan berpikir untuk mencari “bumi” lain untuk ditinggali. Namun, sebelum kita benar-benar bisa pindah ke planet lain, ada beberapa masalah yang harus dipecahkan terlebih dahulu.
Artikel ini ditulis dengan daya ingat yang apa adanya, jadi mohon maaf bila untuk nama-nama peneliti dan ilmuwan tidak bisa saya tuliskan di sini atau ada penjelasan yang kurang tepat.
Masalah Kesatu: Planet yang mirip dengan bumi
Agar manusia tetap bisa hidup di planet yang baru, maka harus dipastikan bahwa kondisi planet tersebut benar-benar mirip bumi. Setidaknya ada 3 unsur yang harus terpenuhi oleh planet baru tersebut: [1] Planet tersebut harus dekat dengan bintang-bintangnya, hal ini untuk menjaga agar suhu di planet tersebut tetap hangat; [2] Adanya kandungan oksigen di planet tersebut, dan; [3] Memiliki sumber air.
Kabar baiknya, seorang ilmuwan, melalui alat yang diciptakannya berhasil mendeteksi planet yang memiliki kriteria seperti itu. Planet tersebut diberi nama Finder Miley (kalau tidak salah ingat). Namun, kabar buruknya, jarak “bumi” tersebut dengan bumi kita amat sangat jauh. Dan kalau ada istilah “jauh” dalam konteks luar angkasa, itu berarti ratusan tahun. Jadi bila kita hari ini berangkat kesana, maka generasi-generasi kita berikutnya-lah yang sampai ke planet tersebut.
Masalah Kedua: Kendaraan yang sesuai
Setelah masalah pertama –yaitu planet tujuan- sudah terpecahkan, maka muncul problem berikutnya. Jarak tempuh yang sangat jauh itu mengharuskan kita memiliki kendaraan yang kompatibel.
Saat ini kita sudah memiliki roket. Hanya masalahnya, roket membutuhkan bahan bakar. Semakin jauh perjalanan, maka semakin banyak bahan bakar yang harus disediakan. Dan semakin banyak bahan bakar, berarti kendaraan akan semakin berat. Semakin berat, artinya semakin lambat. Ingat, perjalanan kita ratusan tahun!
Sebenarnya, yang diperlukan sebuah roket adalah daya yang cukup besar untuk bertolak dari bumi. Selepasnya dari atmosfer, daya yang kecil saja bisa mendorong kendaraan untuk melaju.
Salah seorang ilmuwan sudah berhasil menciptakan sebuah kendaraan luar angkasa yang menggunakan listrik sebagai bahan bakarnya. Kendaraan ini diklaim mampu melaju lebih cepat di ruang hampa udara. Namun bagaimanapun juga listrik adalah bahan bakar. Idealnya, kita membutuhkan kendaraan yang tidak menggunakan bahan bakar.
Akhirnya dirancanglah sebuah kendaraan yang mirip perahu layar dengan layarnya yang membentang selebar lapangan bola. Layar yang lebar ini dilapisi perangkat solar cell yang berfungsi menyerap energi panas matahari untuk diubah menjadi tenaga gerak. Meski beberapa pihak masih meragukan dan kendaraan ini masih berupa prototype, namun ini merupakan pencapaian yang cukup menggembirakan.
Masalah Ketiga: Baju astronot
Setelah tujuan dan alat kendaraan sudah ditemukan solusinya, muncullah masalah berikutnya. Seperti kita tahu bahwa baju seorang astronot dirancang untuk membawa oksigen sekaligus agar tahan terhadap suhu ekstrim di luar angkasa. Namun kelemahan dari baju ini adalah modelnya yang sangat besar, bahkan untuk menekuk lutut saja tidak bisa. Kita bisa bayangkan kesulitan yang dihadapi para astronot itu jika ada kerusakan pada bagian luar pesawat atau satelit. Mereka harus memperbaikinya dengan sarung tangan yang cukup besar dan baju yang menyulitkan pergerakan tubuh.
Namun seorang peneliti berhasil membuat pakaian astronot yang lebih simpel, elastis dan futuristik. Pakaian ini memungkinkan seorang astronot bergerak lebih lincah dan bebas di ruang hampa udara.
Masalah Keempat: Pertumbuhan tulang
Penelitian pada beberapa astronot menyebutkan bahwa pada ruang hampa udara, tulang berhenti tumbuh. Hal ini menyebabkan kerapuhan tulang menjadi sangat cepat. Dalam sebuah analogi sederhana dijelaskan, beberapa hari saja di luar angkasa, tulang seorang astronot kelihatan biasa-biasa saja di bagian luarnya, namun kerapuhan hebat terjadi di bagian dalam tulang. Beberapa bulan di luar angkasa, jatuh ringan saja bisa membuat kaki kita patah. Dalam beberapa tahun, satu tepukan di pundak bisa menghancurkan seluruh tulang punggung kita!
Seperti kita ketahui bahwa adanya gravitasi memungkinkan tulang dan otot-otot kita tumbuh dengan sempurna. Dari sini para peneliti menyimpulkan bahwa untuk mengatasi hal ini diperlukan adanya daya yang menolak gaya anti gravitasi. Sebuah gerakan berputar dinamis yang berlawanan dengan arah jarum jam. Kita menyebutnya dengan gaya sentrifugal.
Maka dibuatlah alat yang mirip dengan sepeda, namun dengan posisi tidur (miring). Seorang astronot bisa berbaring dengan posisi miring, kemudian kedua kakinya menjejak pedal seperti orang mengayuh sepeda, maka alat tersebut akan bergerak memutar. Dan dengan benda semacam tiang yang terletak pada bagian bawah kepala astronot –yang berfungsi sebagai poros- alat ini akan bergerak berputar seperti jam dinding bila kita letakkan pada posisi tidur. Tentu saja arah perputarannya berlawanan dengan arah jarum jam. Dengan penemuan ini diharapkan permasalahan tulang ini bisa teratasi.
Masalah Kelima: Badai kosmik
Seorang astronot pernah melaporkan bahwa dirinya melihat kilatan-kilatan cahaya di ruang angkasa. Segera setelah laporan pertama ini, beberapa astronot lainnya juga melaporkan hal yang sama. Kilatan-kilatan ini sepertinya tidak membahayakan, namun dalam waktu dekat ternyata bisa menyebabkan katarak dan kanker.
Untuk memecahkan masalah ini, maka setiap astronot yang ditugaskan di luar sana wajib mengkonsumsi pil atau suplemen tertentu setiap harinya. Hal ini untuk menangkal radiasi yang diterima mata akibat badai kosmik tersebut.
Masalah Keenam: Kehamilan dan kelahiran
Berdasarkan fakta bahwa kehamilan bisa terjadi karena adanya gravitasi. Maka di dalam ruang anti gravitasi kehamilan tidak akan berkembang. Dan ini tentu menjadi masalah besar karena tujuan perjalanan ini sebenarnya mengirimkan generasi-generasi setelah kita.
Begitu pula dengan masalah kelahiran. Pada percobaan yang dilakukan pada seekor tikus, bayi tikus yang dilahirkan pada ruang hampa udara akan memiliki disorientasi terhadap gravitasi. Dia tidak bisa membedakan mana atas dan mana bawah. Maka membawa wanita hamil atau bayi dalam perjalanan ini adalah sebuah kesalahan besar.
Sempat terpikirkan untuk menggunakan zat anti-materi. Zat anti-materi dikatakan bisa digunakan untuk “melempar” manusia ke tempat lain. Teleportasi. Namun, mengingat dampaknya yang sangat besar, wacana tentang anti-materi ini masih diperdebatkan. Sekedar informasi, satu sendok zat anti-materi bisa menghasilkan daya ledak yang lebih hebat daripada bom atom Hiroshima!
Masalah Ketujuh: Stress dalam kurungan
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial dan makhluk yang bebas. Sebulan saja kita tidak keluar rumah sama sekali tentu ada rasa bosan. Tentu saja bila bosan di dalam rumah kita bisa jalan-jalan ke luar rumah. Lalu bagaimana dengan luar angkasa, yang perjalanannya memakan seluruh usia kita dan pemandangannya hanya itu-itu saja? Tentu perasaan tertekan yang amat kuat yang muncul. Dampaknya bisa terjadi pertengkaran karena hal-hal yang sepele saja.
Untuk mengantisipasi hal-hal semacam ini, maka dibuatlah alat yang memiliki sensor yang mampu mendeteksi tingkat stressing pada otak. Diharapkan ketika mengetahui tingkat stress yang ada pada dirinya, seorang astronot mampu mengendalikan dirinya.
Masalah Kedelapan: Badai matahari dan perubahan DNA
Ini adalah masalah yang paling besar diantara masalah-masalah di atas. Tak dapat dipungkiri, terlalu lama terpapar radiasi yang diakibatkan oleh badai matahari, lambat laun bisa mengakibatkan kerusakan pada jaringan DNA kita.
Solusi yang ditawarkan adalah dengan mengambil salah satu sel kita, sehingga kita berada dalam kondisi seperti mati suri. Kita bisa tidur bertahun-tahun, dan bangun kembali ratusan tahun kemudian.
Solusi lainnya adalah dengan merekayasa DNA kita. Gen yang menjadi opsi adalah gen kecoa atau kadal yang dianggap tahan terhadap radiasi. Namun kekhawatiran baru muncul, apa tidak mungkin ketika ratusan tahun sudah berlalu kita akan benar-benar menjadi manusia kecoa dan manusia kadal?
***
Dan dari usaha-usaha manusia dalam
menembus luar angkasa ini pada akhirnya masih harus berbenturan dengan ayat di dalam Al-Qur'an:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ فَانْفُذُوا لا تَنْفُذُونَ إِلا بِسُلْطَانٍ
“Hai seluruh jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah; kamu sekali-kali tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.”
[Ar-Rahmaan: 33]
Dan misteri, masih belum terpecahkan...