Monday, August 26, 2013

ujungkelingking - Berita memprihatinkan datang dari seorang kenalan. Ya, kenalan saya ini baru saja kehilangan uangnya karena penipuan di dunia maya. Meski jumlahnya "cuma" bilangan ratusan ribu, tapi yang namanya tertipu tetap saja gak enak.

Ceritanya, kenalan saya ini adalah seorang pedagang online. Pekerjaan itu sudah dilakoninya selama 5 tahun. Dan selama itu pula tidak pernah ada kejadian yang tidak mengenakkan, kecuali kejadian yang terakhir ini...

***

Awal mulanya, kenalan saya ini (sebut saja ibu A) tertarik dengan toko online di fesbuk yang menjual baju-baju impor. Karena model yang bagus dan harga yang miring, ibu A kemudian melakukan pemesanan beberapa potong baju. Pemesanan via inbox terjadi pada 26 Juli kemarin. Maaf, saya tidak bisa menampilkan screenshoot percakapan mereka, namun dari yang ditunjukkan kepada saya terlihat sekali jika toko online tersebut dikelola oleh orang yang profesional (bukan bermaksud sok tahu, tapi saya yakin rekan-rekan pun pasti tidak akan berpikir jika akun tersebut adalah akun penipu).

Setelah deal harga dan ongkos kirimnya, toko online tersebut lalu memberikan nomor rekening atas nama pribadi (sebut saja bapak B) untuk proses pembayaran, dan dengan tambahan meminta konfirmasi jika uang telah ditransfer. Ibu A melakukan pembayaran pada keesokan harinya (27/07/13). Dan setelah melakukan konfirmasi (berupa jumlah transfer dan atas nama rekening), toko online tersebut berjanji akan mengirimkan barangnya dalam 2-3 hari. Perhatikan, yang saya cetak tebal di atas adalah poin pentingnya.

Namun, hingga seminggu lebih barang tersebut tidak kunjung datang. Awalnya, ibu A mencoba memaklumi karena menjelang lebaran biasanya traffic sangat padat. Namun yang menjadi keganjilan kemudian adalah karena orderan lain yang dipesan ibu A dari tempat lain pada akhir Juli sudah sampai di rumah pada 2-3 Agustus. Akhirnya ibu A berinisiatif mengecek fesbuk toko tersebut untuk menanyakan pesanannya. Bisa ditebak, nama akun tersebut tidak lagi bisa di-klik, tapi masih tetap aktif jika ibu A masuk menggunakan nama akun lain. Dari sinilah ibu A baru menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan.

Barangkali menjadi pertanyaan dalam benak rekan-rekan sekalian, bukankah ada nomer rekening yang diberikan pelaku (atas nama bapak B)? Apakah bisa dilacak dari situ?

Jawaban atas pertanyaan ini yang saya dapatkan dari ibu A, ternyata antara pelaku (sebut saja C) dan bapak B tidak saling mengenal. Bapak B -menurut penelusuran ibu A- ternyata adalah juga seorang pebisnis online, secara spesifik beliau bergerak dalam bidang moneychanger, yang dalam sehari ada ratusan transaksi di sana.

Nah modusnya, setelah pelaku C mengetahui bahwa ibu A telah melakukan transfer ke rekening bapak B (dari konfirmasi yang dilakukan ibu A tentang jumlah transfer dan atas nama rekening), maka pelaku C kemudian berpura-pura sebagai ibu A dan menyatakan telah melakukan pembayaran ke bapak B. Sehingga otomatis kemudian terjadilah transaksi atas bapak B dan pelaku C. Dengan kata lain, ibu A yang membayar, pelaku C yang mendapat barangnya.

Atau modus lain yang pernah terjadi pada teman ibu A, pelaku C berpura-pura telah salah dalam melakukan transfer ke rekening bapak B dan meminta agar ditransfer ke rekening pelaku C.

Lebih jelas bisa dijelaskan dengan ilustrasi berikut:

Ilustrasi: dok. pribadi

Mengenai rekening bapak B (yang juga seorang penjual online), maka pastilah menyebutkan nomor rekening di situs miliknya. Dan yang "dicatut" si pelaku tentunya situs-situs yang memiliki ratusan transaksinya perharinya sehingga sukar dilacak.

Dari kejadian yang dialami oleh ibu A ini, maka penting bagi rekan-rekan yang akan bertransaksi online untuk lebih berhati-hati. Dan -seperti yang disarankan oleh ibu A- akan lebih aman untuk menggunakan jasa rekening bersama.

Semoga bermanfaat.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, August 26, 2013

Wednesday, August 21, 2013

ujungkelingking - Berhubung masih bau-bau Agustus-an jadi saya anggap masih relevanlah kalau saya memposting artikel ini. Seorang rekan Kompasianer mengingatkan saya akan kesalahan ini, yaitu penggunaan kata "dirgahayu" yang tidak tepat.

Pernah melihat spanduk besar-besar bertuliskan "Dirgahayu Republik Indonesia ke-68"?

Pastinya pernah. Sepintas memang tidak tampak ada yang aneh atau salah dalam tulisan tersebut. Namun jika mengacu definisi "dirgahayu" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia v1.1, didapati arti sebagai berikut:
dir-ga-ha-yu a berumur panjang (biasanya ditujukan kpd negara atau organisasi yg sedang memperingati hari jadinya).

Sumber: dok. pribadi


Karena itu menjadi tidak tepat jika kalimat "Dirgahayu Republik Indonesia" disambung dengan "ke-68", karena artinya kurang lebih menjadi "Semoga panjang umur Republik Indonesia ke-68". Hm, gak nyambung ya?

Maka jika ingin menggunakan kata "dirgahayu", cukuplah kita menulisnya dengan "Dirgahayu Republik Indonesia", titik. Atau kalau mau menyebutkan "ke-68", kita sebaiknya memakai "Selamat HUT Republik Indonesia ke-68"

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, August 21, 2013
ujungkelingking - Sebagaimana tulisan pada artikel terdahulu, bahwa orang yang berhasil dengan puasanya, maka esensi pengajaran dari bulan Ramadhan akan tetap terbawa pada bulan-bulan selanjutnya.

Kalau pada bulan Ramadhan sholat malamnya, tadarusnya, dan sedekahnya tidak pernah ketinggalan, maka pada bulan-bulan selanjutnya amalan-amalan itu tidak berkurang dari kesehariannya. Kalau ketika puasa kita pandai menjaga ucapan dan mampu mengendalikan nafsu, pun begitu di bulan-bulan berikutnya.

Dalam sebuah pengajian singkat selepas Maghrib (ceritanya saya tulis di sini), disampaikan oleh sang penceramah  bahwa iman itu bisa naik dan bisa pula turun. Al-iimanu yaziiduu wa yanquusu, begitu bunyi haditsnya. Nah, hubungannya dengan paragraf pembuka saya di atas adalah bahwa cara mengukur tingkat keimanan kita adalah dengan melihat bagaimana gairah beribadah kita.

Ketika Ramadhan kita begitu bersemangat untuk beribadah, maka itu adalah tanda bahwa iman kita sedang dalam kondisi naik. Karena itu pertanyaannya, apakah setelah Ramadhan gairah-semangat untuk beribadah itu masih ada pada kita? Jika tidak, berhati-hatilah, karena itu tanda bahwa iman kita sedang merosot.

Lalu bagaimana cara agar iman kita tetap dalam kondisi naik?

Sebagaimana terlihat tandanya pada semangat ibadah kita, maka cara untuk menjaga tingkat keimanan kita adalah dengan tetap menjaga (semangat) beribadah kita. Terus kerjakan, terus pupuk semangat itu.

Lebih lanjut sang penceramah menjelaskan bahwa ketika kita terus memupuk semangat ibadah tersebut, maka pada akhirnya keimanan kita akan sampai pada suatu "tingkatan tertentu". Sang penceramah menyebutnya sebagai, tingkat kematangan iman.

Apa tandanya keimanan kita sudah sampai pada tingkatan tersebut?

Ketika iman itu sudah sampai pada tingkat ke-"matang"-annya, akan ditandai dengan 3 hal:

Pertama, dia menjadikan urusan Allah dan Rasul-Nya di atas urusan-urusan yang lain. Ketika iman sudah menunjukkan tanda ini, maka untuk urusan Allah dan Rasul-Nya dia selalu mendahulukannya daripada urusan-urusan lainnya. Bahkan sang penceramah menganalogikan seperti -maaf- orang yang kebelet buang hajat. Ketika seseorang itu sedang kebelet buang hajat, maka tidak peduli kapanpun dan dimanapun pasti dia akan mendahulukan itu daripada hal-hal yang lainnya.

Contoh paling dekat adalah ketika kita mendengar panggilan adzan. Karena kita tahu adzan (baca: sholat) adalah urusan terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka bagi mereka yang sudah sampai pada tingkatan ini, sibuk atau tidak, urusan yang sedang dikerjakannya akan kalah oleh panggilan adzan. Panggilan Allah dan Rasul-Nya yang lebih utama.

Kedua, dia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri, karena Allah.

Ketiga, dia menjadi benci terhadap kekafiran seperti bencinya ia jika dimasukkan ke dalam api.

Dan pengajian ini pun akhirnya ditutup dengan ayat,


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal,"
[Al-Anfaal: 2]

Jadi, teruslah mengaji dan mengkaji Al-Qur'an, membaca dan mempelajarinya, dan semoga kita termasuk seperti ayat di atas.

nb: ditulis dengan keterbatasan ilmu, mohon maaf bila ada yang kurang jelas.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, August 21, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!