ujungkelingking - Belasan abad yang lalu, ketika wahyu Allah untuk pertama kalinya turun kepada seorang -al-amiin- Muhammad bin Abdullah, yang wahyu itu sekarang kita hafal di dalam Al-Qur'an sebagai ayat pertama dari surah Al-Alaq, yang berbunyi;
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan,"
[Al-Alaq: 1]
Iqra', merupakan bentuk 'amr (kata kerja perintah) dari qara'a-yaqro'u (membaca) sehingga artinya adalah perintah untuk membaca.
"Bacalah!".
Dan seperti yang kita tahu dalam kaidah ushu 'l-fiqh bahwa "hukum asal dari setiap perintah adalah wajib" (al-ashlu li 'l-amri li 'l-wujub), maka setiap muslim, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin, wajib hukumnya untuk melek-huruf.
Membaca adalah simbol ilmu pengetahuan
Dari frasa pertama di atas saja sudah memiliki makna kuat yang luas. Meski
secara teks hanyalah perintah untuk "membaca", namun pengertiannya tidak
hanya berhenti sampai di situ saja.
Membaca, dalam konteksnya yang lebih luas berarti menganalisis-mempelajari-memahami untuk selanjutnya merespon, memperhitungkan dan bereaksi terhadapnya. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, "membaca" berarti berproses menjadi lebih mengerti (baca: lebih baik). Karena itu sebuah kalimat hikmah berbunyi, "Hasil dari belajar bukanlah pengetahuan, akan tetapi tindakan".
Maka dari kata pertama dalam ayat tersebut, Islam seolah-olah ingin mengatakan kepada kita -kaum muslimin-, "Belajarlah, cari ilmu!", "Jangan jadi bodoh dan terbelakang!", "Raih dunia dengan ilmumu!". Pelajari dan kuasai sebanyak-banyaknya ilmu. Ilmu dalam segala penyebutannya: ilmu bumi, ilmu sosial, ilmu astronomi, ilmu negara, ilmu sastra, ilmu bahasa, ilmu eksakta, dsb.
Jadilah seorang muslim yang multi-skill!
Iqra' saja tidak cukup
Islam, memang mewajibkan umatnya untuk menjadi terpelajar. Namun Islam sebagai agama juga mengharuskan mereka untuk tetap sujud terhadap Rabb-nya.
Karena itulah perintah iqra' dalam ayat di atas disambung dengan kalimat "bismi rabbika..." (dengan nama Tuhanmu). Maksudnya apa? Agar setiap muslim yang pandai, cerdas dan terpelajar tetap menyadari akan eksistensi Tuhannya. Bahwa dirinya adalah seorang hamba yang harus tetap menjalankan apa yang diperintahkan oleh Tuhannya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sehingga proses iqra' yang dilakukannya tetap diikuti dengan ketaatan terhadap Sang Pencipta.
Maka dengan itu ketika seorang muslim tersebut menjadi guru, maka dia menjadi seorang guru yang beriman dan mengajarkan ketakwaan kepada murid-muridnya.
Ketika seorang muslim itu menjadi direktur, maka dia memimpin dan memperlakukan semua bawahannya secara adil dan bijak.
Ketika seorang muslim itu menjadi pejabat, maka dia mampu menerapkan nilai-nilai keislaman pada setiap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya.
Pendeknya, sebagai apapun seorang muslim, maka ia melakukannya dengan tetap berlandaskan pada aturan-aturan Allah, Tuhan yang Menciptakan dirinya.
***
Maka iqra' saja tanpa diikuti dengan "bismi rabbika 'l-ladzi khalaq" hanya akan menghasilkan orang-orang yang lalai terhadap agama dan ego terhadap manusia.
Jika ia menjadi seorang pendidik, ia akan mendidik dengan cara yang salah dan menghasilkan anak didik yang kacau pula.
Jika ia menjadi seorang pemimpin, maka dia akan memimpin dengan dhalim.
Jika ia menjadi seorang pejabat, maka korupsi dan pungli adalah kebiasaannya.
Naudzubillahi min dzalik.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at
Friday, July 19, 2013