Tuesday, July 23, 2013

ujungkelingking - Kita tahu bahwa anak adalah anugerah paling indah yang dititipkan oleh Tuhan kepada kita. Dan kita juga sadar bahwa setiap titipan pasti akan diambil kembali oleh pemiliknya, entah kapan, entah bagaimana caranya. Dan sebaik-baiknya orang adalah orang yang paling baik menjaga barang titipan tersebut.

Karena itulah tugas kita -sebagai orangtua- adalah menjaga dan merawat titipan tersebut dengan sebaik-baiknya. Namun, sebagai manusia kita juga memiliki banyak kelemahan. Tidak setiap waktu kita bisa menjaga mereka. Tak selamanya kita akan hidup untuk mengawasi mereka. Maka dari itu diperlukan suatu tindakan preparasi yang membuat mereka tetap dapat menjaga kebaikan diri mereka sendiri, sepeninggalnya kita nanti.

Tindakan tersebut kita menyebutnya, pengajaran.

Saya percaya bahwa setiap orangtua pastilah menginginkan pengajaran yang baik untuk anak-anak mereka. Begitu banyak hal-hal baik yang harus kita tanamkan kepada mereka. Jika hal itu kita lakukan sejak dini, besar kemungkinan bahwa mereka akan menjadi pribadi-pribadi yang baik juga nantinya.

Namun, banyak dari kita -seperti judul postingan ini- yang mengajarkan kebaikan justru dengan menyuruh mereka untuk berbuat baik. Ini adalah sebuah kesalahan.

Sumber gambar: kompasiana.com
Saya selalu berpikir, adalah sebuah keegoisan ketika kita menyuruh seorang anak untuk berbuat baik. Yang seharusnya terjadi adalah mengajak mereka berbuat baik. Ada perbedaan mendasar antara 'menyuruh' dan 'mengajak' berbuat baik. Mengajak berbuat baik memiliki konsekuensi logis, yaitu keteladanan. Mengajak anak berbuat baik mengharuskan kita sudah terbiasa melakukan kebaikan tersebut. Bukankah aneh ketika kita menyuruh anak berbuat baik sedangkan kita tak pernah melakukan dan memberikan contoh untuk itu?

Bukanlah hal yang sulit mengajarkan kebaikan kepada anak-anak, selama teladan kebaikan itu ada pada diri kita. Yang susah justru adalah menata kebaikan di dalam diri kita, karena kita sudah terlanjur "terbentuk" seperti ini. Tapi bukan tidak mungkin kita belajar demi anak-anak kita.

Jadi, berhentilah menyuruh mereka berbuat baik. Mulailah berbuat baik, dan ajak mereka untuk turut serta.

Segera.

Selamat Hari Anak Nasional
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 23, 2013

Monday, July 22, 2013

ujungkelingking - Idea-less...

Adalah istilah yang pada akhirnya harus saya gunakan untuk mendefinisikan ketiadaan ide atau nge-blank-nya inspirasi di otak saya.

Tugas-tugas kantor yang semakin menumpuk sehubungan dengan adanya mesin baru, pekerjaan-pekerjaan di rumah menjelang lebaran serta kerepotan-kerepotan kecil bersama istri dan anak-anak menjadi menarik untuk dinikmati-tanpa perlu dituliskan.

Sementara terhadap blog ini, yang saya lakukan hanyalah “melempar” artikel-artikel yang sudah beberapa minggu nyantol di draft. Atau jika tidak, hanya melakukan sedikit editing pada isi maupun tampilan postingan.

Selain itu, saya benar-benar idea-less.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, July 22, 2013

Friday, July 19, 2013

ujungkelingking - Belasan abad yang lalu, ketika wahyu Allah untuk pertama kalinya turun kepada seorang -al-amiin- Muhammad bin Abdullah, yang wahyu itu sekarang kita hafal di dalam Al-Qur'an sebagai ayat pertama dari surah Al-Alaq, yang berbunyi;

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan,"

[Al-Alaq: 1]

Iqra', merupakan bentuk 'amr (kata kerja perintah) dari qara'a-yaqro'u (membaca) sehingga artinya adalah perintah untuk membaca.

"Bacalah!". 

Dan seperti yang kita tahu dalam kaidah ushu 'l-fiqh bahwa "hukum asal dari setiap perintah adalah wajib" (al-ashlu li 'l-amri li 'l-wujub), maka setiap muslim, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin, wajib hukumnya untuk melek-huruf.


Membaca adalah simbol ilmu pengetahuan

Dari frasa pertama di atas saja sudah memiliki makna kuat yang luas. Meski secara teks hanyalah perintah untuk "membaca", namun pengertiannya tidak hanya berhenti sampai di situ saja.

Membaca, dalam konteksnya yang lebih luas berarti menganalisis-mempelajari-memahami untuk selanjutnya merespon, memperhitungkan dan bereaksi terhadapnya. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, "membaca" berarti berproses menjadi lebih mengerti (baca: lebih baik). Karena itu sebuah kalimat hikmah berbunyi, "Hasil dari belajar bukanlah pengetahuan, akan tetapi tindakan".

Maka dari kata pertama dalam ayat tersebut, Islam seolah-olah ingin mengatakan kepada kita -kaum muslimin-, "Belajarlah, cari ilmu!", "Jangan jadi bodoh dan terbelakang!", "Raih dunia dengan ilmumu!". Pelajari dan kuasai sebanyak-banyaknya ilmu. Ilmu dalam segala penyebutannya: ilmu bumi, ilmu sosial, ilmu astronomi, ilmu negara, ilmu sastra, ilmu bahasa, ilmu eksakta, dsb.

Jadilah seorang muslim yang multi-skill!


Iqra' saja tidak cukup

Islam, memang mewajibkan umatnya untuk menjadi terpelajar. Namun Islam sebagai agama juga mengharuskan mereka untuk tetap sujud terhadap Rabb-nya.

Karena itulah perintah iqra' dalam ayat di atas disambung dengan kalimat "bismi rabbika..." (dengan nama Tuhanmu). Maksudnya apa? Agar setiap muslim yang pandai, cerdas dan terpelajar tetap menyadari akan eksistensi Tuhannya. Bahwa dirinya adalah seorang hamba yang harus tetap menjalankan apa yang diperintahkan oleh Tuhannya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sehingga proses iqra' yang dilakukannya tetap diikuti dengan ketaatan terhadap Sang Pencipta.

Maka dengan itu ketika seorang muslim tersebut menjadi guru, maka dia menjadi seorang guru yang beriman dan mengajarkan ketakwaan kepada murid-muridnya.

Ketika seorang muslim itu menjadi direktur, maka dia memimpin dan memperlakukan semua bawahannya secara adil dan bijak.

Ketika seorang muslim itu menjadi pejabat, maka dia mampu menerapkan nilai-nilai keislaman pada setiap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya.

Pendeknya, sebagai apapun seorang muslim, maka ia melakukannya dengan tetap berlandaskan pada aturan-aturan Allah, Tuhan yang Menciptakan dirinya.

***

Maka iqra' saja tanpa diikuti dengan "bismi rabbika 'l-ladzi khalaq" hanya akan menghasilkan orang-orang yang lalai terhadap agama dan ego terhadap manusia.

Jika ia menjadi seorang pendidik, ia akan mendidik dengan cara yang salah dan menghasilkan anak didik yang kacau pula.

Jika ia menjadi seorang pemimpin, maka dia akan memimpin dengan dhalim.

Jika ia menjadi seorang pejabat, maka korupsi dan pungli adalah kebiasaannya.


Naudzubillahi min dzalik.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, July 19, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!