Thursday, January 31, 2013

ujungkelingking - Berkenaan dengan hari kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam, pada postingan sebelumnya, saya secara pribadi (dan secara awam) berpendapat bolehnya "merayakan"nya adalah dengan berpuasa. Hal tersebut didasarkan pada hadits Abu Qatadah,
"Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan aku diutus." (Muslim)
Sementara dari hadits Usamah bin Zaid, seringnya Rasulullah berpuasa pada hari Senin dan Kamis adalah,
"Dua hari ini dilaporkan amal kepada Rabbu 'l-alamiin, dan aku ingin, ketika amalku dilaporkan, aku sedang berpuasa." (Nasa'i, dihasan-shahihkan oleh Albani)

Dari kedua hadits ini bisa diambil kesimpulan bahwa alasan Rasulullah berpuasa pada hari Senin adalah:
  1. Karena pada hari tersebut amalan seorang hamba dilaporkan. Dan beliau ingin tercatat berpuasa ketika catatan amal diserahkan.
  2. Sebagai bentuk syukur atas kelahiran dan diutusnya beliau. Dan penting untuk digarisbawahi bahwa hal ini beliau lakukan setiap pekan (setiap Senin) dan bukan setiap tahun.

Dari sini, soal puasa hari Senin tentu bukan perselisihan lagi.

Nah, menjadi celah perdebatan kemudian adalah ketika kita berpuasa -khusus- dalam rangka memperingati kelahiran beliau.

Dalam kaidah ushu 'l-fiqh, terdapat kaidah: "Al-ashlu li 'l-ibadat li 't-tahriim" (hukum asal dari setiap bentuk ibadah adalah haram). Disini mengandung pengertian bahwa kita boleh melaksanakan suatu ibadah jika sudah ada dalil terlebih dahulu. Jika tidak ada perintah, baik dari Al-Qur'an maupun Hadits, maka amalan tersebut menjadi terlarang hukumnya.

Diantara puasa-puasa sunnah yang diajarkan oleh Nabi, tidak pernah sekalipun Rasulullah mengajarkan puasa Maulid. Artinya, berpuasa -khusus- untuk memperingati maulid nabi adalah terlarang. Namun hal itu berbeda konteksnya ketika maulid tahun ini karena jatuh pada tanggal 24 Januari 2013, hari Kamis. Maka sunnah berpuasa pada hari itu adalah karena Kamis-nya, bukan karena maulid-nya.

Maka benar, bahwa bergembira dengan kelahiran Rasulullah adalah dianjurkan. Namun salah, bila untuk mengisinya malah kita melakukan hal-hal yang malah tidak diperintahkan.

Tulisan ini adalah sebagai ralat dari postingan saya sebelumnya. Namun, postingan sebelumnya tidak saya hapus, mudah-mudahan cukup sebagai pembanding bagi yang pro dan kontra saja. Dan mudah-mudahan juga setiap perbedaan mampu mendewasakan cara berpikir kita, melapangkan hati kita untuk menerima kebenaran.

Materi diambil dari http://www.konsultasisyariah.com/puasa-di-hari-maulid-nabi/#axzz2JX5TwZ9h



Sebelumnya saya menulis tentang:
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, January 31, 2013

Monday, January 28, 2013

ujungkelingking - Saya bisa senyum-senyum sendiri kalau ingat kenapa saya jadi menulis artikel ini. Jum'at kemarin saya baru kepikiran untuk mengubah tampilan blog saya, di bagian komentarnya. Saya ingin komentar yang muncul terdapat tampilan 'reply'. Sebelumnya tidak ada.

Akhirnya, saya coba bertanya ke rekan-rekan sesama blogger, sekaligus searching di mbah Google. Hasilnya, dari 3 blog yang saya kunjungi, ada 3 cara via 'edit HTML' untuk menjawab permasalahan tersebut. Semuanya kode-kode sudah coba saya pasang dan semuanya, tidak berhasil.

Namun, tahukah Anda apa yang membuat saya tertawa sendiri pada akhirnya? Adalah ketika saya menyadari ke-gaptek-an saya. Ternyata saya cukup masuk pada menu Settings dan memilih Embedded pada Comment Location.

H-haa...

Kadang hidup seperti itu. Kita kerap terfokus pada solusi yang besar dan jauh. Padahal hanya perlu hal-hal yang kecil dan dekat dengan kita untuk menyelesaikannya. Banyak contoh, orang yang menderita sakit dan sudah mendatangi dokter-dokter mahal dan rumah sakit mewah, namun pada akhirnya dia bisa sembuh hanya dengan penyembuhan alternatif. Atau banyak orang yang lebih memilih menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah berlabel 'international' atau 'unggulan', padahal orang-orang besar dan terkenal banyak lahir dari sekolah-sekolah yang tidak diperhitungkan.

Lalu what's the point?

Kewajiban manusia hanyalah tetap berusaha dan pantang menyerah

Kabar baik sekaligus kabar buruknya, kita tidak tahu bahwa kita ditakdirkan seperti apa nantinya. Karena itu dalam hidup, segala upaya -selama itu halal- tetap harus kita tempuh. Untungnya, kita tidak ada kewajiban terhadap 'hasil' tersebut, hanya berusaha. Dan yang menarik, kita sudah mendapat kepastian bahwa Tuhan akan memberikan, ketika kita sudah berusaha.

Nah, jika kita sudah memutuskan akan berusaha, biasanya akan muncul 3 penyakit umum yang datang menyerang. Dengan mengetahui penyakit-penyakit tersebut diharapkan kita bisa menghindarinya. Berikut ini ada 3 penyakit umum dalam berusaha beserta tanda-tandanya:

Penyakit no. 1: Takut resiko

Tanda-tanda umumnya adalah suka menunda-nunda dan cenderung sering melewatkan kesempatan.

Seseorang yang berusaha untuk menjadi lebih baik, tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Sebisa mungkin dia melakukannya sesegera mungkin. Toh, melakukan hal yang baik ataupun yang buruk seringkali sama-sama beresiko. Jadi, lakukan perhitungan cermat dan resiko menjadi siap untuk dihadapi.

Penyakit no. 2: Cepat puas

Tanda-tandanya bisa suka berfoya-foya dan terlalu banyak bersantai.

Katanya, manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas. Jika tidak cepat puas itu berbeda dengan berambisi, maka itu bagus. Bukankah tanda orang yang sukses itu adalah jika hari ini lebih baik daripada hari kemarin?

Penyakit no. 3: Tidak mau bertanya, eksplorasi, dan bekerjasama

Ketiganya memiliki tanda-tanda yang sama yaitu, usaha yang jalan di tempat atau hasil yang tak kunjung nampak.

Malu bertanya sesat di jalan, memang bisa menjadi pegangan. Kita belum pernah sukses, bukan? Karena itu kita perlu tahu caranya. Tentu saja dari orang-orang yang kita anggap berhasil dalam bidangnya. Atau kita mempelajarinya secara otodidak.

Sedangkan dalam hal kerjasama, dua kepala lebih baik dari satu kepala. Ini kalau keduanya sama-sama berpikir sih, hehe. Namun, adakalanya kita keliru memilih rekan. Kita bisa saja tertipu dan menderita kerugian. Kalau sudah begini, lihat lagi artikel ini dan baca Penyakit no. 1.


Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, January 28, 2013

Wednesday, January 23, 2013

ujungkelingking - Sebagian umat Muslim yang menolak biasanya beralasan dengan hadits,


لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَصَارَى عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُوْلُوْا عَبْدُ الله وَرَسُوْلُهُ
"Janganlah kalian ithra' kepadaku, sebagaimana orang-orang Nasrani ithra' kepada Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya. Maka katakanlah, 'hamba Allah dan Rasul-Nya'."

Ithra' adalah berlebih-lebihan dalam memuji. Jadi larangan yang dimaksud di dalam hadits di atas adalah larangan memuji yang melampaui batas, sehingga sampai pada taraf mengkultuskan. Seperti yang kita tahu, bahwa orang Nasrani 'terlalu' menghormati Isa, sehingga menganggapnya sebagai Tuhan, atau anak Tuhan. Dan pada hari yang dianggap sebagai hari kelahirannya, diperingati sebagai hari raya, diadakan perayaan pada hari itu dan acara makan-makan. Ini yang menyebabkan sebagian umat Muslim menganggap peringatan maulid Nabi itu tidak boleh dilakukan. Dikhawatirkan terjadi tasabbuh (menyerupai) terhadap umat beragama lain.

Pun juga, andai peringatan hari kelahiran Rasulullah ini adalah sesuatu yang baik, tentulah para shahabat dan ulama'-ulama' salaf akan lebih dulu mengamalkannya.

Namun, sebagian yang lain beranggapan sebaliknya. Bahwa memperingati kelahiran Rasulullah itu boleh (baca: sunnah) untuk dilakukan. Beralasan dengan hadits,

Dari Abu Qatadah al Anshari radhiallahu anhu, Rasulullah shallallhu alahi wa salaam pernah ditanya tentang puasa hari Senin. Maka beliau menjawab, "Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkannya wahyu atasku." (Muslim: 1162)

Lalu bagaimana cara kita meng-integrasikan kedua hadits di atas?

Terlepas dari perdebatan kapan sebenarnya kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam (banyak versi tentang ini), sebenarnya, dari hadits yang terakhir kita bisa menyimpulkan bahwa ternyata Rasulullah pun 'merayakan' hari kelahiran beliau. Merayakannya, namun dengan cara yang lain, yaitu berpuasa. Ini adalah cara untuk menyelisihi orang-orang di luar Islam dalam merayakan hari kelahiran.

Karena itu, tentu saja para shahabat dan para ulama' salaf 'tidak terlihat' merayakan hari kelahiran Nabi karena mereka merayakannya tidak dengan perayaan pesta, menggelar pengajian akbar atau pun acara makan-makan. Karena, mereka merayakannya dengan cara berpuasa.

Andai -ini andai, ya- kita mempertanyakan kepada para shahabat atau para ulama' tersebut, "Kenapa berpuasa pada hari Senin?", tentulah mereka akan menjawab, "Untuk mengikuti sunnah Rasulullah". Nah, andai juga kita bertanya kepada Rasulullah dengan pertanyaan yang sama, maka kita sudah mendapatkan jawaban tersebut melalui hadits Muslim tersebut di atas.

And last but not least, segala perbedaan yang disikapi dengan kedewasaan akan menjadi rahmat bagi agama ini. Yang menolak, bertujuan untuk menjaga umat dari tasabbuh terhadap umat lain. Yang setuju, hendaknya berhati-hati agar tidak terjebak ithra'.


nb. Tulisan ini hanyalah pemikiran yang masih awam dari penulis. Sangat bijak jika tidak menjadikan tulisan sebagai rujukan. Hehe,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, January 23, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!