Thursday, April 26, 2012

ujungkelingking - Kita tentu tak asing lagi dengan facebook. Yup, situs jejaring sosial ini begitu mendunianya sejak didirikan tahun 2004 oleh seorang mahasiswa Harvard, Mark Zuckerberg.

Sebagaimana diberitakan bahwa Mark Zuckerberg adalah seorang Yahudi, meski dia menganggap dirinya atheis (wikipedia). Lantas apa hubungannya ke-Yahudi-an Mark Zuckerberg dengan facebook?

Seperti kita tahu bahwa pada facebook terdapat istilah "Wall" atau "Dinding". Dan karena situs web ini didirikan oleh seorang Yahudi, maka tak salah bila banyak yang mengintrepretasikan Wall (Dinding) sebagai Wailing Wall (Dinding/Tembok Ratapan) yang dimiliki kaum Yahudi. Dan seperti kita tahu juga bahwa Tembok Ratapan itu digunakan oleh orang-orang Yahudi untuk menangisi, mengeluhkan dan meratapi dosa-dosa serta nasib mereka. Dan tak bisa dipungkiri juga bahwa, kita, memang lebih sering mengeluhkan nasib kita di wall facebook, daripada kepada Allah. Lebih penting update status daripada memperbanyak dzikir dan sholat.

Maka kita harus menyadari hal ini, sebab jangan sampai kita termasuk dalam hadits, "Barangsiapa yang ber-tasyabbuh (menyerupai suatu kaum), maka ia termasuk di dalamnya."

Wailing Wall of Israel

Karena itulah, kita perlu diingatkan tentang sebuah sabda Rasulullah shallallhu alaihi wa salaam;

"Sungguh, kalian akan mengikuti langkah orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, bahkan seandainya mereka masuk ke lubang Dhabb pun niscaya kalian akan masuk pula ke dalamnya."

Shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan mereka itu adalah Yahudi dan Nasrani?"

Beliau menjawab, "Siapa lagi (kalau bukan mereka)?"

(Hadits Riwayat Bukhari)

***

Maka hindarilah menulis status yang berisi kata-kata ratapan (apalagi itu masalah rumah tangga, yang berarti membuka aib diri sendiri); atau menulis kata-kata kotor, makian dan kutukan (yang itu berarti justru menambah dosa kita dengan semakin banyaknya orang yang membaca status tersebut); atau menghina dan menyindir seseorang (yang bisa menambah keruh situasi).

Kita justru bisa menggunakan "senjata" orang-orang Kafir ini untuk membangun solidaritas Umat Islam dengan cara senantiasa membagi ilmu dan nasehat kebaikan. Alih-alih ingin merusak Umat, facebook ini malah bisa menjadi bumerang bagi mereka.


Hasbunallah wa ni'mal wakiil...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, April 26, 2012
ujungkelingking - Alih-alih melihatnya sebagai sebuah bencana, tantrum sebetulnya bisa dianggap sebagai kesempatan untuk mendidik anak. Mengatasi anak yang sedang tantrum memang tidak gampang. Namun, bila Anda menanganinya dengan tepat, tantrum anak akan berkurang dengan sendirinya. Ini dia caranya: 

Kendalikan emosi 

Seemosi apa pun anak, Anda harus tetap bersikap setenang mungkin. Ini memang sulit, tapi emosi Anda yang terpancing justru membuat tantrumnya makin menjadi. 

Jangan menghukum 

Jangan memukul, berteriak, atau marah-marah padanya. Reaksi negatif seperti ini,  bagi anak lebih baik daripada tidak mendapatkan perhatian sama sekali. Padahal, dalam jangka pendek hal itu justru memperburuk tantrum dan dalam jangka panjang akan memperlama hilangnya kebiasaan tantrum. 

Jangan penuhi keinginan anak 

Mencoba menghentikan tantrum anak dengan mengabulkan permintaannya atau mengiming-iminginya sesuatu justru membuatnya belajar memanfaatkan tantrum sebagai cara untuk memanipulasi Anda. Ini bisa terjadi terus-menerus, bahkan sampai dia dewasa. 

Tinggalkan 

Bila tantrum terjadi di rumah, dudukkan dia di tempat yang aman. Tinggalkan dia setelah mengatakan padanya bahwa dia boleh meninggalkan tempat duduk itu bila sudah tenang. Bila tidak memungkinkan untuk ditinggalkan sendirian, temani dia, tapi jangan memberikan respon apa pun. Cukup dengan berdiam saja dan hindari kontak mata dengannya. Bisa juga menggunakan timer  dan katakan padanya untuk tidak meninggalkan tempat duduknya sebelum alarm berbunyi. Katakan pula bahwa alarm akan terasa lebih lama berbunyi bila dia tidak segera menenangkan diri. 

Bawa pergi 

Bila tantrum terjadi di area publik dan Anda belum bisa mengajaknya langsung pulang, bawa anak ke tempat yang memungkinkan Anda untuk memiliki privasi. Misalnya, bawa dia ke dalam mobil. Temani dia tanpa merespon apa pun terhadap tantrumnya. 

Ajak bicara 

Setelah anak tenang, bicarakan dengannya soal perilakunya tadi. Katakan padanya bahwa dia baru saja mengalami tantrum, dan tantrum adalah perilaku yang tidak baik dan tidak bisa diterima. Diskusi seperti ini akan lebih diterima anak, karena umumnya anak ingin bersikap baik. Minta padanya untuk mengatakan ‘Aku marah’ setiap kali dia marah. Minta dia untuk mengulangi ucapan itu, setelah itu tanyakan padanya apa yang akan dia lakukan bila dia marah. Tanyakan juga apakah ketika marah dia akan memukul, berteriak, atau menangis, untuk menegaskan permintaan Anda. Lakukan diskusi ini setiap kali dia tantrum. Pelan-pelan, dia akan bisa mengatasi tantrumnya. 

Buat kesepakatan 

Untuk menghindari tantrum di area publik, buat kesepakatan lebih dulu sebelum keluar rumah. Katakan ke mana dan apa tujuan Anda, serta perilaku yang Anda harapkan darinya. Katakan pula perilaku apa yang tidak Anda harapkan darinya, karena perilaku itu akan mengganggu orang lain. Kalau mengajaknya ke supermarket, sebelum pergi Anda bisa menanyakan apa yang ingin dibelinya nanti. Bila Anda setuju, Anda harus konsisten dengan permintaannya, sehingga belanja Anda tidak membengkak dengan barang-barang yang mendadak diinginkannya. 

Alihkan perhatian 

Daripada menanggapi tantrumnya, lebih baik alihkan perhatiannya, misalnya dengan mengajaknya beraktivitas ringan. Memindahkannya ke ruangan lain atau mengajaknya ke teras rumah bisa juga dilakukan untuk mengganti suasana. 

Kenali batas 

Mengenali batas kemampuan anak Anda bisa mencegah tantrum. Bila dia sudah lelah, jangan paksakan untuk terus berbelanja bersamanya. 

Bebas terbatas 

Beri anak kebebasan untuk menentukan hal-hal kecil yang ingin atau harus dilakukannya. Misalnya, tanyakan apakah dia ingin menyikat gigi sebelum atau sesudah mandi, apakah dia ingin pisang atau semangka. Memiliki otonomi kecil seperti ini akan membuatnya merasa mandiri. 

Cari penyebab 

Dengan mengetahui penyebabnya, tantrum bisa dicegah dan bisa diperpendek rentang waktunya. 

Waktu berdua 

Menghabiskan waktu hanya berdua dengannya dengan bermain dan berbicara dengannya secara teratur sepanjang hari bisa membantu ledakan emosinya menguap. Saat bersama dengannya, katakana batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukannya.


Sumber: tabloidnova.com 


*Postingan ini hanya sekedar mengingatkan diri sendiri agar lebih bijak menghadapi anak.

Jangan emosi... jangan emosi... 


Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, April 26, 2012

Wednesday, April 25, 2012

ujungkelingking - Hari itu, Minggu 15 April 2012. Kandungan istri sudah cukup umur, namun belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Karena itu, istri saya berencana agar besok kembali memeriksakan kandungannya. Saya setuju.

Namun kejadian siang itu tak terduga. Istri saya sudah mengalami flek. Artinya kelahiran yang dinanti-nanti sudah tak lama lagi. Akhirnya sore itu, setelah Isya' kami berangkat menuju bidan tempat istri saya biasa mengontrol kandungannya. Zaki terpaksa kami tinggal bersama nenek, emak dan adik saya.

Sesampainya di tempat, istri saya lalu diperiksa. Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa istri saya mengalami buka 2, yang berarti saat itu belum dapat diperkirakan waktu kelahirannya. Sebenarnya kami diberikan opsi oleh Ibu bidan untuk tinggal di tempat praktek beliau. Namun dengan pertimbangan bahwa waktunya masih belum bisa diperkirakan, kami pun kembali pulang.

Pukul 01.00 malam. Rasa mulas di perut istri saya semakin menjadi-jadi. Dari yang rasa mulasnya biasa saja, sampai menjadi lebih sakit, kemudian lebih sering dan lebih teratur. Maka malam itu juga kami kembali ke rumah bidan.

Dari pemeriksaan saat itu istri saya sudah mengalami  buka 4. Dan perkiraan waktu kelahiran adalah sekitar pukul 04.00 subuh.

***

Maka malam itu hingga menjelang subuh, saya terus menemani dan menyemangati istri saya untuk tetap bertahan dengan kondisi mulas itu. Selain memperbanyak istighfar, rasanya hanya itu saja yang bisa seorang suami lakukan.

Miris melihat perjuangan istri saat itu. Penggambaran Al-Qur'an sebagai wahnaan 'alaa wahniin -kesakitan di atas kesakitan- rupanya cukup menggambarkan keadaan kala itu. Sempat terbersit kondisi terburuk yang bakal saya terima. Namun lagi-lagi saya hanya bisa beristighfar. Belakangan saya baru tahu bahwa proses kelahiran kali ini berbeda dengan kelahiran sebelumnya. Bila saat melahirkan putra pertama kami dulu, istri saya mengalami mulas berkepanjangan (semalam penuh) dengan proses kelahiran (baca: mengejan) yang singkat, maka pada saat kelahiran putra kedua kami, istri saya mengalami mulas yang sebentar, yaitu sekitar 2-3 jam menjelang melahirkan, namun harus mengejan berkepanjangan. Ini yang membuat istri saya terus-terusan menjerit-jerit menahan sakit.

Akhirnya, dengan izin Allah, tepat setelah adzan Shubuh berkumandang tangisan putra kedua kami terdengar!

Tanggal 16 April 2012, dan seperti perkiraan dan hasil USG dulu, kami dianugerahi putra laki-laki kembali. Kami sepakat memberinya nama, Daffa'ul Haq Azka Muhammad, yang kurang-lebih mengandung arti "pembela kebenaran yang suci dan yang terpuji". Nama ini kami pilih karena memiliki "kemiripan" dengan nama putra kami yang pertama, yaitu Dhiya'ul Haq Zaki Ilyas yang berarti "cahaya kebenaran yang suci dan yang shalih".

Kata "suci" memang sengaja selalu saya sisipkan pada nama anak-anak kami, karena itu adalah nama depan dari ibu mereka. Harapannya agar mereka memiliki kebersihan hati dan bakti kepada sosok yang melahirkan mereka.

Tak lupa saya mengecup kening istri saya dan mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepadanya.

Mungkin istri saya beranggapan  bahwa ucapan terima kasih itu adalah karena ia telah melahirkan dengan selamat putra kami yang kedua. Tapi bukan itu maksud sebenarnya.

Ucapan terima kasih itu adalah karena engkau istriku, mampu melewati semua kesakitan itu dan dapat "kembali" kepadaku...

*Kami sempat mengira semua hal yang buruk telah terlewati. Nyatanya kami salah...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, April 25, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!