Tuesday, January 31, 2012

ujungkelingking - Saat kita menolak ajakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau pergi ke suatu tempat, biasanya kita memberikan alasan untuk itu. Sebenarnya tak ada masalah dengan hal itu selama hal itu memang benar-benar terjadi dan bukan sebagai "tameng" untuk menghindari ajakan tersebut. Tapi bagaimana bila alasan tersebut hanyalah alasan mengada-ada untuk menolak suatu ajakan? Mungkin, kita tidak enjoy bila jalan dengan orang itu, atau mungkin kita malas keluar karena malas mengeluarkan motor yang sudah dicuci, atau alasan-alasan lain yang tidak mungkin kita menyampaikannya secara terang-terangan. Akhirnya kita pun menciptakan alasan-alasan yang tidak sebenarnya agar kita "selamat" dari ajakan tersebut.

Bila hal itu yang terjadi pada kita, saya sarankan untuk menolak tanpa memberikan alasan apapun!

Kenapa?

Karena alasan tersebut kita gunakan sebagai tembok, tameng, perisai (atau apalah penyebutannya) dari orang yang mengajak kita, maka logika yang muncul adalah bila alasan tersebut bisa dipatahkan, atau diatasi oleh orang tersebut berarti mau-tak mau kita harus ikut dengannya.

Contoh 1,

"Ikut ke kampus, yuk!" (Ajakan)
"Gak ah, lagi gak punya uang." (Alasan)
"Gak apa-apa, nanti aku yang bayarin." (Alasan terpatahkan)

Contoh 2,

"Ikut jalan-jalan ke mall, yuk!" (Ajakan)
"Males ah cin, panas gini." (Alasan)
"Lha di mall kan dingin?" (Alasan terpatahkan)
"Berangkatnya kan panas, cin..." (Alasan, lagi)
"Pake mobil gue" (Alasan terpatahkan, lagi)

Resiko bila alasan sudah terpatahkan adalah: kita harus mau untuk diajak. (Kecuali bila kita masih punya segudang alasan-alasan lain).

Kesimpulan: Untuk menolak, jangan pakai alasan!

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, January 31, 2012
Ilustrasi: Google
ujungkelingking - Bedanya (terlihat) tipis.

Tapi coba perhatikan ini, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia v1.1, motivasi diartikan sebagai n 1 dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; 2 Psi usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Sedang provokasi disebut sebagai n perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan.

Definisi yang lebih sederhana saya dapatkan dari Kamus Ilmiah Populer, yang disusun oleh Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry. Disana dikatakan bahwa motivasi adalah dorongan (dengan sokongan moril); alasan; dorongan;tujuan tindakan. Sementara provokasi adalah istilah untuk menyebutkan tindakan propokasi; tantangan; usikan; pencingan; gertakan serius; penghasutan.

Kedua istilah tersebut digunakan untuk menyebut sesuatu tindakan yang sama sekali berbeda. Tapi tidak dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan kedua istilah tersebut seringkali masih bias. Kita sulit mengatakan bahwa apakah seseorang itu sebagai motivator saat dia tengah berkoar-koar di tengah-tengah jalan raya. Kita juga gamang menyebut bahwa seseorang itu menjadi provokator hanya karena dia berapi-api di belakang mimbar khutbah. Atau podium. Dalam kehidupan riil, keduanya ternyata berbeda tipis.

Maka kemudian hanya ada satu tolok-ukur untuk "memvonis" seseorang itu sebagai motivator atau provokator, meskipun dalam beberapa kasus, hal ini berlaku subjektif. Yaitu, dari impact  yang ditimbulkannya!

Secara umum, motivasi akan berdampak baik, membangun dan memberi harapan baru. Berbeda dengan provokasi akan menciptakan sesuatu yang buruk, kehancuran dan kerusakan.

Mana yang lebih baik? Motivator, tentu. Maka, jadilah kita motivator-motivator yang baik, setidaknya untuk diri sendiri. Jika tidak bisa, setidaknya kita menjadi orang-orang yang bisa membedakan mana yang motivasi dan mana yang provokasi. Semoga kita selamat dengan itu.

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, January 31, 2012

Friday, January 27, 2012

ujungkelingking - Dalam sebuah acara komedi yang ditayangkan sebuah TV swasta semalam, ada satu segmen dimana penonton bisa menuliskan masalahnya -utamanya masalah percintaan- untuk kemudian diberikan solusi oleh si host.

Kemudian sebuah surat dibacakan. Isinya kurang lebih sebagai berikut,
"Saya (gadis, pen.) sudah berpacaran selama setahun. Kemudian mantan saya minta balikan. Apa yang harus saya lakukan?"

Maka dengan cepat si host tadi langsung menukas, "Daripada kamu menjalani hubungan yang sekarang nggak enjoy, ya balikan aja!"

***

Apa yang ingin saya sampaikan? Bahwa mengetahui akar masalah adalah setengah dari solusi, itu benar. Tapi memberikan solusi dengan pengetahuan minim tentang akar permasalahan, adalah fatal!

Sebelum kita memutuskan akan memberikan solusi apa, sebaiknya kita tahu benar-benar situasi yang sedang terjadi. Dalam kasus di atas, akan lebih membantu bila kita tahu bagaimana background si gadis, latar belakang sang mantan, atau setidaknya apa yang menyebabkan mereka putus. Apakah sang mantan yang memutuskannya, atau jangan-jangan si gadis sendiri yang minta putus? Lalu dengan sang pacar yang sekarang apakah dia menjalin hubungan itu karena memang mencintainya atau hanya sekedar pelarian? Kalaupun -memang- sekedar pelarian, tentu tak semudah itu minta putus. Dulu waktu diputus sang mantan, tentu si gadis sakit hati atau minimal kecewa. Lalu bagaimana bila hal yang sama terjadi pada pacarnya yang sekarang -yang notabene- gak salah apa-apa?

Pendeknya, ada banyak faktor yang akan mempengaruhi keputusan atau solusi kita. Semakin banyak faktor pendukung, semakin objektif keputusan kita. Dan saya yakin si host tak berpikir sejauh itu. Darimana dia tahu kalau si gadis tidak enjoy dengan hubungannya yang sekarang? Surat dari si gadis itu singkat banget, lho. Dan  waktu setahun untuk berpacaran itu juga waktu yang cukup lama.

Ah, saya sadar apa yang ada di acara semalam tak lebih hanyalah sekedar untuk hiburan semata. Tapi bagaimana bila pola berpikir instan seperti ini diterapkan dalam keseharian kita?

(Mudah-mudahan tidak)
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, January 27, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!