Saturday, August 27, 2011

ujungkelingking - Kita –alhamdulillah- masih berada di bulan suci Ramadlan. Bila lancar, maka puasa kita sudah memasuki hari keduapuluh tujuh. Itu berarti kurang lebih dua hari lagi kita akan berpisah dari bulan, yang oleh shahabat diharapkan terjadi selama setahun penuh.

Agaknya, lagi-lagi lebaran tahun ini mengalami perbedaan. Muhammadiyah, sesuai putusan tarjihnya menyatakan ‘idul fitri tahun ini jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Sementara Nadhatul Ulama’ kemungkinan menetapkan selisih satu hari untuk 1 Syawal 1432, sehingga jatuh pada 31 Agustus 2011. Pemerintah sendiri masih menunggu sidang itsbat yang rencana akan digelar Senin, 29 Agustus 2011.

Yang manapun yang Anda ikuti, hal itu terserah kepada masing-masing pribadi. Tidak boleh ada pemaksaan dalam mengikuti ketetapan suatu ormas tertentu. Hanya yang perlu ditekankan disini adalah, tidak diperbolehkan bagi Anda untuk mengikuti sholat hari raya dua kali. Karena jika Anda berpendapat bahwa ‘idul fitri jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011, maka tanggal 31 Agustus 2011 sudah bukan lagi hari raya yang tidak disunnahkan sholat ‘id pada hari itu. Sebaliknya Anda yang menyatakan ‘idul fitri jatuh pada 31 Agustus 2011, maka tanggal 30 Agustus 2011 masih terhitung dalam bulan Ramadlan, dan dilarang tidak berpuasa di hari itu.

Sementara itu, ada yang mengatakan bahwa tanggal 30 Agustus 2011 adalah yaumu syak (hari yang meragukan) dan dilarang berpuasa pada yaumu syak. Maka perlu diluruskan di sini bahwa yang dimaksud dengan yaumu syak adalah tanggal 29 Sya’ban dimana waktunya dilakukan ru’yatul hilal akan tetapi hilal tidak terlihat karena terhalang mendung. Sehingga diragukan apakah keesokan harinya sudah masuk tanggal 1 Ramadlan atau belum. 

Menjelaskan tentang hal tersebut Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa salaam bersabda,

اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ:   ( إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ:( فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ 
فَاقْدُرُوا  لَهُ  ثَلَاثِينَ ). وَلِلْبُخَارِيِّ: ( فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِين
Ibnu Umar radhiallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam bersabda, "Apabila kalian melihatnya (hilal 1 Ramadlan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal 1 Syawal) maka berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka sempurnakanlah." (Muttafaq alaihi)
Menurut riwayat Muslim, "Jika awan menutupi kalian maka sempurnakanlah tigapuluh hari."
Menurut riwayat Bukhari, "Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari."

Tanggal 29 Agustus besok, sesuai dengan perhitungan hisab, hilal sudah muncul dengan ketinggian 2 derajat. Teorinya, hilal baru dapat dilihat oleh manusia bila ketinggiannya sudah di atas 4 derajat. Karena inilah akhirnya timbul selisih satu hari untuk menetukan 1 Syawal. Yang satu berpendapat hilal sudah muncul, meski ketinggiannya cuma 2 derajat. Sementera yang lain berpendapat hilal belum dapat dikatakan terlihat.

Nah, pertanyaannya kemudian, tinggi hilal yang cuma 2 derajat itu apakah disebut "hilal sudah muncul", ataukah dikategorikan "hilal belum terlihat karena terhalang awan"?


CMIIW*
*Correct Me If I'am Wrong
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, August 27, 2011

Saturday, July 30, 2011

ujungkelingking - Tinggal hitungan jam saja, kita –umat Islam- akan memasuki bulan suci yang penuh barokah dan ampunan Allah subhanahu wa ta’alaa. 1 Agustus 2011 atau bertepatan dengan 1 Ramadlan 1432 h adalah hari pertama kita mengawali ibadah puasa. Memang, untuk tahun ini baik pemerintah, ulama’ maupun beberapa ormas Islam tidak memiliki perbedaan dalam menentukan awal Ramadlan.

Seandainya ada perbedaan sekalipun, maka hal itu katanya bisa menjadi rahmat bagi umat Islam.
Tapi benarkah demikian?

Jika dilihat dari sisi usaha keras para ulama’-ulama’ yang melakukan ijtihad sehingga kemudian memunculkan beberapa pendapat yang berlainan, maka benar jika perbedaan itu menjadi rahmat bagi umat.

Akan tetapi dalam persepsi lain, jika perbedaan itu dilihat dari sisi umat yang taqlid -mengikut saja- pendapat-pendapat ulama’ ini, atau kiai itu, padahal diantara pendapat-pendapat tersebut ada yang jelas-jelas bertentangan dengan sunnah Rasulullah, maka perbedaan di sini tidak akan pernah menjadi rahmat. Umat justru terpecah-belah.

Lalu bagaimana agar perbedaan itu tidak memecah belah dan melemahkan umat ini?

Pertama, tidak boleh ada perbedaan pendapat dalam hal-hal yang ditetapkan nash-nash qath'iy (pasti), seperti perkara-perkara akidah, ushul al-ahkam, dan lain sebagainya.

Kedua, setiap pendapat harus dibangun di atas dalil-dalil Alquran, as-Sunnah, Ijma Sahabat atau Qiyas, atau jika tidak bisa juga dengan syubhat dalil, tentu bagi yang menggunakannya

Ketiga, jika ada dua pendapat yang sama-sama syar'iy, maka seorang Muslim wajib melakukan tarjih untuk menentukan mana pendapat yang terkuat. Sebab, seorang Muslim tidak mungkin mengerjakan satu perbuatan dengan dua hukum yang berlawanan. Ia harus memilih salah satu pendapat yang dianggapnya kuat berdasarkan kaidah-kaidah tarjih.

Tarjih juga bisa dilakukan dalam cara berdiskusi. Hanya saja, diskusi tersebut tidak boleh menyulut permusuhan dan perselisihan.


وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al-Anfal: 46]

Maka lebih bijak mengembalikan setiap perbedaan pendapat kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bila dikembalikan kepada ego dan hawa nafsu, maka itulah awal kehancuran umat.

Rasulullah bersabda,


فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin al-mahdiyyiin (yang mendapatkan petunjuk, dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)

“Sunnahku” pada hadits di atas adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa salaam. Sedangkan “sunnah khulafa’ur rosyidin al-mahdiyyiin” adalah pemahaman (manhaj) para shahabat terhadap sunnah Rasulullah. Maka memahami sunnah haruslah dengan pemahaman para shahabat khulafa’ur rosyidin, agar kita setidaknya lebih dekat kepada kebenaran. Jika tidak, maka hanya akan menghasilkan pemahaman yang pada akhirnya menyimpang dari Islam.

Wallahu a'lam,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, July 30, 2011

Wednesday, July 27, 2011

ujungkelingking - Dari 10 alasan kenapa perempuan-perempuan Muslim tidak mau mengenakan jilbab -sebuah artikel yang ditulis oleh Dr. Huwayda Ismaeel- berikut ini saya ringkaskan beberapa diantaranya.

Semoga dapat menjadi pencerah bagi kita semuanya.

Saya belum benar-benar yakin akan jilbab

Pertanyaannya, apakah Anda benar-benar percaya dan mengakui kebenaran Islam? Bila jawabannya iya, maka pertanyaan selanjutnya, bukankah memakai jilbab termasuk hukum dalam Islam?

Bila Anda jujur dan dan tulus dalam ke-Islaman, maka jawaban untuk pertanyaan ini adalah, iya. Bahwa jilbab adalah sebagian dari hukum Islam yang tertera di dalam Al-Quran. Maka kesimpulannya, bila Anda percaya akan Islam dan meyakininya, mengapa tidak melaksanakan hukum-hukumnya?

Saya yakin akan pentingnya jilbab namun ibu saya melarangnya

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salaam:
“Tidak ada kepatuhan kepada suatu ciptaan diatas kepatuhan kepada Allah subhanahu wa ta’alaa.” (Ahmad)

Status orangtua dalam Islam menempati posisi yang sangat tinggi dan terhormat. Dalam banyak ayat kita diperintah untuk patuh dan berbuat baik kepada mereka. Dengan catatan, bila kepatuhan kita kepada orangtua tidak bertentangan dengan kepatuhan kita kepada Allah. Namun sungguhpun demikian kita tetap diwajibkan untuk berbuat baik kepada keduanya.

Logikanya, bagaimana mungkin kita mematuhi orangtua namun melanggar Allah yang menciptakan kita dan mereka?

Lingkungan tidak memungkinkan untuk saya memakai jilbab

Anggap saja alasan itu benar, maka apakah Anda tidak menyadari bahwa perempuan Muslim tidak diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa menutupi auratnya dengan hijab? Dan saya yakin Anda tahu itu.

Apabila Anda, benar-benar jujur dan tulus dalam berusaha, maka Anda akan menemukan ribuan tangan kebaikan yang siap membantu, dan Allah subhanahu wa ta’ala akan membuat segala permasalahan mudah untuk Anda.
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” [Ath-Thalaq:2-3]

Saya tidak memakai jilbab berdasarkan perkataan Allah subhanahu wa ta’alaa:

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” [Ad-Dhuhaa 93: 11]

Bagaimana mungkin saya menutupi anugerah Allah berupa kulit yang halus dan rambut yang indah?

Maka, ingatlah ayat Allah yang berbunyi:
“Janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang nampak daripadanya” [An-Nur 24: 31]
Atau,
“Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya” [Al-Ahzab 33: 59]

Janganlah memancing-mancing kemarahan Allah dengan membuat-buat hukum dan mentafsir ayat semaunya sendiri.

Saya belum diberi petunjuk oleh-Nya

Langkah apa yang Anda lakukan selama menunggu hidayah?

Kita mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’alaa dalam kalimat-kalimatNya menciptakan sebab atau cara untuk segala sesuatu. Itulah mengapa orang yang sakit menelan sebutir obat untuk menjadi sehat, dan sebagainya.

Apakah Anda dengan seluruh keseriusan telah berusaha mencari petunjuk?

Saya takut, bila saya memakai jilbab, saya akan di-cap dan digolongkan dalam kelompok tertentu! Saya benci pengelompokan!

Ketahuilah bahwa dalam agama ini hanya ada dua kelompok, yang keduanya telah disebutkan dalam Kitabullah. Dan kita sendiri-lah yang memilih untuk masuk kepada kelompok yang mana.

Kelompok pertama adalah kelompok tentara Allah (Hizbullah) yang diberikan pada mereka kemenangan, karena kepatuhan mereka. Sedang kelompok kedua adalah kelompok syetan (hizbush-shaitan) yang selalu melanggar Allah subhanahu wa ta’alaa.

***

Bagi Anda yang telah membaca artikel ini segera sampaikan kepada keluarga, saudara dan sahabat kita yang belum mengetahuinya.

Bismillah,

Sumber: http://elramdzikro.blogspot.com/2011/03/10-alasan-perempuan-yang-mengaku-Muslim.html
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 27, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!