Saturday, June 18, 2011

ujungkelingking - Sebagai seorang Muslim, masalah apa yang Anda anggap paling besar, yang tengah menimpa Umat ini?

Jawaban Anda mungkin berbeda dengan saya. Tapi tak apa-apa, bukan itu poinnya.

Yang akan saya bicarakan berikut ini adalah masalah yang ternyata dianggap sepele oleh sebagian besar kaum Muslimin. Dianggap remeh, bukan suatu hal yang besar. Tapi saya –bagaimana pun juga- tetap akan menggolongkannya sebagai masalah yang amat besar. Kenapa begitu? Karena ketika kita terus menyepelekannya dan tidak menaruh perhatian besar kepadanya, maka percayalah kehancuran Umat ini sudah di depan mata.

Seperti kita ketahui bahwa hal pertama yang akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Hakim Yang Maha Adil di hari penghisaban nanti adalah, sholat. Bila dianggap baik sholat kita, maka dianggap baik juga seluruh amalan kita. Tentu, berlaku juga sebaliknya, bila sholat kita dianggap buruk, maka dianggap buruk juga semua amalan kita. Karena itu kita sepakat bahwa sholat adalah suatu hal yang amat penting.

Nah, karena begitu pentingnya masalah sholat ini, maka menjadi penting juga faktor-faktor pendukungnya. Sampai disini saya yakin Anda juga masih sepakat dengan saya.

Dalam setiap sholat berjama’ah, kita selalu mendengar imam menyerukan, “rapatkan dan luruskan shaf”. Hampir tidak pernah lupa imam memperingatkan kita untuk menjaga rapat dan lurusnya shaf kita. Kenapa? Karena ternyata shaf yang lurus dan rapat menjadi salah satu standar kesempurnaan sholat yang kita lakukan. Artinya bila kita gagal mempertahankan hal ini, maka sholat kita akan dinilai buruk. Pada akhirnya sholat yang kita kerjakan akan kehilangan intinya sebagai “pencegah perbuatan keji dan mungkar”. Dan bukannya semakin dekat, kita malah akan semakin jauh dari Allah subhanahu wa ta’ala, yang itu berarti kita juga semakin jauh dari rahmat dan pertolongannya.

Lalu kenapa saya mengatakan ini adalah masalah yang urgent?

Karena pada kenyataannya, umat Muslim (baca: pengusaha Muslim) juga turut berperan dalam melonggarkan shaf-shaf kita. Apa buktinya?

Sajadah!

Ya, sajadah.

Pernahkah Anda mempertanyakan kenapa sajadah-sajadah sekarang dibuat dalam ukuran yang begitu lebar? Bahkan, selembar sajadah tak jarang bisa dipakai oleh dua orang.

Pernahkah Anda berpikir bahwa sajadah-sajadah itu juga turut merenggangkan shaf-shaf kita?
 
Bukankah dengan begitu sajadah-sajadah itu turut memberi andil kepada iblis-syaithan untuk mengisi celah-celah kosong shaf kita, untuk kemudian memporak-porandakan barisan kita?

Sungguh ironis memang ketika kita pada akhirnya harus mengatakan bahwa, sajadah pun bisa mengantarkan kita kepada kehancuran.

Wallahu a’lam
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, June 18, 2011

Tuesday, June 14, 2011

ujungkelingking - Berdasarkan studi baru, selera atau pola makan anak lebih banyak dipengaruhi oleh ayah, dan bukan ibu. Menurut Alex McIntosh, sosiolog Texas AgriLife Research yang memimpin penelitian, seperti dilansir Indiavision, Senin (13/6/2011) bahwa pria yang suka makan makanan junk food akan lebih cenderung memiliki anak-anak yang juga memiliki kebiasaan serupa.

Menurut Journal of Nutrition Education and Behaviour, pilihan makanan seorang pria akan berpengaruh kelak pada pilihan makanan anak-anaknya. Faktor ayah -bahkan- lebih kuat mempengaruhi anak ketimbang faktor dari ibu.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ayah lebih berpengaruh terhadap kegemukan pada anak daripada ibu. Studi ini menunjukkan bahwa ayah lebih toleran atau permisif –dalam hal makanan- terhadap anak-anaknya.

Berbeda dengan ibu yang lebih memperhatikan kandungan gizi dari makanan yang akan diberikan pada anak-anaknya, seorang ayah cenderung lebih membiarkan anaknya memilih makanan apa saja yang ia suka, apalagi bila makanan tersebut juga merupakan kesukaan ayahnya, termasuk makanan cepat saji atau junk food.

Selain itu, ekspresi wajah orangtua juga turut mempengaruhi selera makan anak. Jika anak-anak melihat orangtuanya bahagia atau tersenyum saat mengonsumsi makanan tertentu maka kondisi ini akan membuat anak menginginkan makanan tersebut. Sebaliknya, jika diberikan ekspresi jijik cenderung membuat anak-anak tidak mau mengonsumsinya. Maka, jika seorang anak tidak menyukai makanan tertentu, dengan memberikannya ekspresi wajah yang menyenangkan akan membuat anak lebih terbuka terhadap makanan tersebut.

Sylvie Rousset, peneliti dari French National Institute for Agricultural Research menuturkan bahwa anak-anak lebih mungkin meniru emosi orang-orang disekitarnya, karena itu ekspresi wajah yang muncul saat mengonsumsi makanan akan memiliki dampak yang lebih besar pada anak-anak dibanding orang dewasa. Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Obesity.

Sumber: detikHealth
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, June 14, 2011

Monday, June 13, 2011

ujungkelingking - Sabtu, 11 Juni 2011 kemarin, pabrik di tempat saya bekerja mengadakan training in house bertajuk “Awareness & Communictions” yang berlokasi di rumah makan-cottage “Waroeng Desa”, Jati Jejer, Trawas.

Berangkat dari pabrik pukul 07.00, dengan diikuti oleh sekitar 80-an karyawan. Sampai di tempat tujuan pukul 08.30. Kami langsung mengikuti training, dengan beberapa kali coffe break dan kami kembali ke pabrik sekitar pukul 18.30.

Tapi bukan itu bagian menariknya. Dengan trainer Pak Yan Cahyana, pemilik brand "RĂ«BORN!" –training based on the right brain- membuat training yang hampir seharian itu begitu impresif bagi saya.

Dalam training itu kami diajari tentang bagaimana mengenali tipikal diri sendiri. Kami diperkenalkan 4 tipe dasar manusia, kelebihan dan kekurangan dari tipe-tipe tersebut, mengklasifikasi seseorang pada tipe-tipe tertentu dan bagaimana menghadapinya, atau bagaimana kita bisa shifting (bergeser) dari satu tipe kepada tipe yang lain sebab bila kita terpaku pada satu tipe saja, maka dampaknya akan sangat buruk. Singkatnya, bagaimana kita bisa memaksimalkan potensi otak kanan kita.

Menarik, karena setelah mengikuti training tersebut, seseorang akan mudah dalam memahami orang lain. Ketika kita melihat seseorang yang kurang baik sifatnya, kita tidak akan mencela –bersu’udzon- terhadapnya. Kita akan memandangnya sebagai sesuatu yang “wajar” karena pada masing-masing tipe pasti ada karakter-karakter yang tidak baik. Ada kelemahan pada masing-masing tipe. Kita akan (benar-benar) paham bahwa tidak ada manusia yang sempurna.

Yang perlu disadari kemudian adalah, seseorang pada tipe tertentu tidak akan bisa berganti (changing) ke tipe yang lain. Yang bisa dilakukan adalah shifting (bergeser). Shifting itu sendiri, kadang kita melakukannya dengan tanpa sadar. Seseorang yang berkecenderungan suka mengalah (tipe III), ketika pada satu waktu dia menyerobot, maka itu berarti dia tengah shifting ke tipe II. Hanya saja dia tidak menyadarinya.

Nah, pada training lanjutan-nya seseorang akan diajari bagaimana shifting dalam keadaan sadar. Artinya kita yang mengendalikan perasaan kita.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 13, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!