Showing posts with label CATATANKU. Show all posts
Showing posts with label CATATANKU. Show all posts

Sunday, June 9, 2013

ujungkelingking - Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa tanggal 9 Juni adalah hari yang sangat penting dan bersejarah. Banyak orang-orang hebat dan aktor-aktor keren dan terkenal yang lahir di tanggal 9 Juni.

Siapa saja mereka? Dicuplik sedikit dari wikipedia, check this out!

Michael J. Fox, Kanada
Lahir di Edmonton, Alberta, Kanada, 9 Juni 1961 dengan nama Michael Andrew Fox. Seorang aktor, pernah memenangi 3 Emmy Award dan Golden Globe Award. Menikahi Tracy Pollan di tahun 1988. Banyak film yang sudah dibintanginya, namun yang paling saya sukai adalah Back to the Future (trilogi), Stuart Little (trilogi), dan Atlantis: The Lost Empire.





Johnny Depp, USA
Lahir di Owensboro, Kentucky, Amerika Serikat pada 9 Juni 1963 dengan nama John Christopher Depp II. Pernah dinominasikan dalam Academy Award. Karakter-karakter yang pernah dimainkannya umumnya adalah karakter-karakter yang "tidak biasa", lihat saja Willy Wonka (Charlie and the Chocolate Factory), Mad Hatter (Alice in Wonderland), Edward Scissorhands (Edward Scissorhands) atau Jack Sparrow (Pirates of the Carribean).




Vic Zhou, Taiwan
Lahir 9 Juni 1981, seorang model dan penyanyi pria dari Taiwan yang juga anggota boyband asal Taiwan F4. Di Indonesia, dikenal dalam serial Meteor Garden, Love Storm, Mars, Silence, dan Delicious Relationship.







Ayushita, Indonesia
Ayu Sita Widyastuti Nugraha, lahir di Jakarta, 9 Juni 1989. Seorang penyanyi, penari, aktris, pemain sinetron, dan pembawa acara. Filmnya yang paling saya ingat adalah Me vs High Heels dan Bukan Bintang Biasa.

Priyono, Indonesia
Lahir tanggal 9 Juni 1984. Kalau yang ini asli bukan aktor apalagi orang terkenal, tapi in sya Allah akan menghasilkan putra-putra hebat yang akan mengagungkan Dinullah.

Hehe, jangan protes ya, kapan lagi bisa nampang kalau gak di lapak sendiri...

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Sunday, June 09, 2013

Tuesday, May 28, 2013

ujungkelingking - Rabu tanggal 22 Mei kemarin, Play Group tempat Zaki bersekolah mengadakan acara perpisahan. Tujuannya ke Jatim Park II aka Batu Secret Zoo. Sebenarnya, peserta perpisahan ini hanyalah murid yang bersangkutan dengan didampingi oleh satu orang wali murid. Karena istri saya bakal kerepotan karena harus mengajak juga si bungsu yang baru berusia 1 tahun, maka saya terpaksa "diseret" ikut acara tersebut.

Sebenarnya saya enggan mengikuti acara ini, karena selain sopir dan keneknya, saya lah satu-satunya laki-laki dalam rombongan tersebut. Tapi harus bagaimana lagi, jika saya tidak ikut maka istri saya pasti akan kesulitan untuk mengawasi kedua putra kami sekaligus, apalagi ini di tempat ramai.

Huft!

Rabu pagi itu rombongan akhirnya berangkat. Dari jadwal awal kumpul di sekolah jam 6, lalu diubah menjadi jam 7, lalu molor hingga menjadi jam 7.30.

Perjalanan berangkat -alhamdulillah- lancar. Sampai di tempat tujuan sekitar jam 10.30. Tapi antrian di pintu masuk sudah mengular. Beuh! Saya tidak ingat berapa lama kami berdiri berdesakan seperti itu, saya hanya fokus untuk berdiri tepat di belakang istri yang sedang menggendong Daffa, menjaga jangan sampai mereka tergencet dari belakang.

Sumber gambar: Google

Ketika masuk, rombongan sudah langsung terpencar sendiri-sendiri. Hawa dingin begitu menyeruak, maklum cuaca saat itu sedang mendung. Setelah beberapa lama berjalan, saya baru menyadari bahwa di sana berlaku -sebut saja- sistem satu arah. Maksudnya, dari satu tempat ke tempat berikutnya kami diarahkan melalui hanya satu rute hingga ke tempat terakhir yaitu wahana permainan dan kemudian pintu keluar. Bagi saya cara ini lebih baik daripada harus berjalan sendiri-sendiri sesuai kemauan kita, karena dengan cara ini kita bisa melihat semua satwa secara keseluruhan tanpa harus berputar-putar atau "bertabrakan" dengan rombongan-rombongan lain.

Secara umum saya menyukai cara penempatan sangkar-sangkarnya. Pun satwa-satwa yang ada di sana terlihat lebih terawat (mungkin karena wahana ini masih tergolong baru, ya?). Dan, kalau ingin melihat apa saja yang ada di dalam, tentunya Anda harus datang untuk menyaksikan dengan mata-kepala sendiri, hehe...

Di akhir rute, sebelum pintu keluar, kami sampai pada wahana permainan dan pemandian. Permainan yang ada cukup beragam, mulai dari yang untuk anak-anak sampai yang cukup menguji adrenalin untuk orang dewasa. Sebenarnya dari tiket yang kami beli sudah termasuk free permainan. Artinya, kami boleh menjajal semua permainan yang ada, dan itu gratis! Namun, sebagian besar permainan tersebut dibatasi untuk anak-anak dengan tinggi 85 cm ke atas. Bagaimana dengan Zaki? Tinggi Zaki masih 80 cm... (hihi, cuma bisa bengong dia).

Tidak lama kami di sana sebab sesuai instruksi Ibu Kepala Sekolah, rombongan harus berkumpul di pintu keluar pukul 2. Disaat kami melanjutkan rute menuju pintu keluar, tak disangka, hujan langsung turun dengan lebatnya. Kebingungan, kami memutuskan untuk mengikuti orang-orang berteduh di sebuah cafe. Kebetulan, cafe itu adalah satu-satunya tempat yang bisa dipakai berteduh di jalur tersebut, maka bisa dibayangkan berjejalnya para pengunjung di sana.

Tidak mungkin kami berlama-lama di sana. Selain karena anak-anak kami yang semakin terjepit, juga karena waktu yang sudah lewat dari jam 2. Karena itu setelah hujan terasa agak mereda, saya meminta kardus bekas mi instan kepada penjual ice cream di cafe tersebut. Istri menggendong Daffa dan saya menggendong Zaki, jadilah kami berlari-lari kecil menerobos rintik-rintik hujan. Siapa sangka, inilah momen terbaik versi Zaki. Bahkan sampai beberapa hari, seperti hanya hal ini saja yang diingatnya. Wah, wah...

Akhirnya, kami menjadi orang pertama yang sampai di bus, padahal sudah hampir pukul 3. Keluarga yang lain mulai berdatangan kemudian. Sudah terlambat untuk ke tempat tujuan berikutnya (rencananya ke Songgoriti), apalagi kami harus mencari satu keluarga lagi yang sempat "tersesat", haduhhh, begini ini kalau pergi sama emak-emak.

Sampai kemudian bus baru bisa meninggalkan tempat parkir menjelang adzan Maghrib. Sempat berhenti untuk membeli oleh-oleh lalu langsung melanjutkan perjalanan pulang. Sampai di rumah sekitar pukul 8 dengan rasa lelah yang luar biasa. Mandi air hangat dan secangkir teh panas sukses mengantar kami ke dalam lelapnya tidur.

Sumber gambar: dok. pribadi


Selesai.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, May 28, 2013

Wednesday, May 8, 2013

ujungkelingking - Senin kemarin bisa jadi adalah hari yang paling menunjukkan kenekatan (baca: kebodohan) saya. Bagaimana tidak, saya tetap berangkat kerja meski dengan bahan bakar dan uang yang menipis. Bahan bakar yang tidak akan dapat membawa saya sampai ke kantor -yang jaraknya hampir 40 km- dan uang yang bahkan tidak cukup untuk membeli setengah liter bensin.

***

Jadi begini ceritanya,

Sejak Sabtu sebelumnya, rekan kerja saya sudah memberitahu bahwa dirinya akan masuk kantor agak siang Senin ini karena ada suatu keperluan. Karena kami hanya berdua saja, itu berarti saya harus masuk agak pagi, sebab tidak mungkin membiarkan kantor kosong sampai siang hari.

Yang menjadi masalah adalah, bensin saya sudah sangat menipis, begitu juga dengan isi dompet saya. Namun saya berpikir, toh, saya hanya harus mencari ATM terdekat, lalu mampir sebentar ke SPBU, dan saya akan sampai di kantor. Atas dasar itulah saya memutuskan untuk tetap berangkat kerja.

Beberapa ratus meter dari rumah saya ada sebuah Bank dengan ATM di depannya. Tempat itu yang saya tuju kali pertama. Namun sayang, di pintu ATM tersebut saya disambut sebuah tulisan besar-besar, "Mohon maaf untuk sementara ATM tidak dapat melayani transaksi tunai". Hehh, saya harus beralih ke ATM lain. Beruntung tidak jauh dari tempat itu ada ATM milik Bank lain.

Ibarat 11-12, ATM tersebut juga kehabisan uang.

Mulai bercabang pikiran saya. Saya berpikir untuk pulang saja dan meminta izin cuti hari itu. Itu langkah paling aman daripada saya harus kehabisan bensin di tengah jalan sedangkan saya juga tidak membawa uang. Namun itu juga langkah paling pengecut karena itu berarti saya membiarkan pekerjaan saya terbengkalai padahal saya berhubungan dengan banyak rekanan perusahaan.

Akhirnya pilihan saya jatuh pada opsi yang kedua, yaitu tetap melanjutkan perjalanan sambil mencari ATM-ATM lain di perjalanan. Saya ingat setidaknya ada 2 ATM lagi di depan nanti.

Saya pun melaju dengan harap-harap cemas. Biar bagaimana juga feeling saya mengatakan sebaliknya. Dan,

Apa yang saya khawatirkan terjadi. ATM yang ketiga ini pun tidak bisa melayani transaksi tunai. Begitu pula dengan ATM keempat yang lokasinya lebih jauh lagi. Aarrggh, lemaslah saya. Betapa tidak, saat ini posisi saya sudah hampir di separuh perjalanan. Saya harus menimbang kembali,

Seingat saya, di depan sudah tidak ada ATM lagi kecuali nanti mendekati kantor. Jika saya memaksa untuk tetap melanjutkan perjalanan, maka bisa dipastikan saya akan kehabisan bensin sebelum sampai kantor. Kalaupun saya bisa mampir ke SPBU, toh saya tidak sedang pegang uang. Dan jika hal itu terjadi, bisa dibayangkan bingungnya saya: mau maju tidak bisa, mau pulang juga sudah terlalu jauh.

Akhirnya saya terpaksa mengambil keputusan yang paling memalukan sekaligus paling rasional saat itu: go back to home.

Yah, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah kembali pulang. Kalaupun nanti saya kehabisan bensin di jalan, toh saya sudah lebih dekat ke rumah. Saya sudah sangat pasrahnya. Seperti prajurit kalah perang, :-(

Yang ada di benak saya kemudian hanyalah segera sampai di rumah dan istirahat. Biar saja pekerjaan kantor terbengkalai. Biar saja rekan kerja saya nantinya marah-marah. Biar saja bos besar naik pitam. Biar saja rekanan perusahaan pulang kecewa dengan membawa gerutuan mereka. Biar...

***

Namun, seperti yang pernah dikatakan Ust. Yusuf Manshur dalam salah satu bukunya, pasrahkan saja semuanya. Pasrah pun belum tentu (hal yang ditakutkan itu) akan terjadi.

Dan itu benar.

Dalam perjalanan balik itu tiba-tiba saja saya melihat tulisan "ATM" pada sebuah plakat besar milik Bank yang cukup mendominasi di Indonesia. Heran ya, padahal sebelumnya saya sudah tengak-tengok namun tidak menyadari ada tulisan sebesar itu.

Fiuhh! Akhirnya saya tidak jadi pulang, dan tetap ngantor meski telat. 

Jadi, apa yang definisi yang pas buat saya;
  • Pasrah tingkat SMA?
  • Nekat tanpa pertimbangan?
  • Atau bodoh yang direncanakan?

Hehe... au ah! (Gak usah dijawab yah!) 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, May 08, 2013

Thursday, April 11, 2013

ujungkelingking - Banyak orangtua yang masih sering melarang anak-anak balita mereka mencorat-coret tembok. Alih-alih memberikan ruang, mereka (para orangtua) lebih memilih mengarahkan putra-putri mereka untuk menyalurkan kreasinya di buku gambar atau kertas.

Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan atau menghakimi, namun saya hanya mencoba menyatakan perbedaan pandangan saja.

Seorang anak ketika sedang ingin berkreasi, maka sebenarnya ia ingin berkreasi tanpa batas, tanpa larangan apapun. Mau nulis dimana, mau corat-coret dimana, terserah. Dan saya akan membiarkan itu. Toh, nulis di lantai nanti bisa dipel lagi. Mau nulis di tembok nanti bisa dicat lagi (karena itulah saya belinya cat yang murah, hehe).

"Wah, capek dong kalau harus bolak-balik ngepel lantai atau ngecat tembok?" Yup, bukankah hal yang sempurna membutuhkan pengorbanan?

Kalau mau melihat hasil kreasi anak saya, this is it!

"Prasasti" pada dinding bagian Barat

Ini yang di bagian Timur

Kamar bagian dalam

Ini adalah kreasi putra kami pada 'gelombang kedua'. Sebelumnya sudah saya timpa dengan cat yang baru. Hei, dindingnya bisa dipakai lagi, begitu pikir putra kami. Hasilnya seperti yang Anda lihat...

Dan saya berencana untuk menimpanya dengan cat yang baru lagi. Buat apa? Ya, buat dipakai sama putra kami yang kedua, hahayyy...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, April 11, 2013

Monday, March 11, 2013

ujungkelingking - Kemarin, 10 Maret 2013, tepat 3 tahun usia anak pertama kami.

Bagi Anda yang aktif di ruang maya, -Kompasiana, misalnya- rentang waktu 3 tahun bukanlah masa yang singkat. Banyak hal cerita sudah terjadi, banyak hal yang sudah dilalui. Namun bagi kami, 3 tahun masihlah terlalu pagi untuk mengatakan 'banyak sudah terjadi'. Karena, lebih banyak lagi yang akan terjadi.

Saya merasa bahwa kami -orangtuanya- baru saja mulai memposisikan kaki kami di garis start. Belum mulai berlari. Kami merasa "hanya" sudah memutar kunci ON. Namun mesin belum lagi menyala, roda belum lagi berjalan.

Sabtu malamnya, saya iseng-iseng coba bertanya kepada anak saya, "Kakak minta dibelikan hadiah apa?". Anak saya langsung menyahut, "Buku!". Wah, fenomenal ini! Padahal dugaan saya sebelumnya, paling-paling anak saya akan minta dibelikan es krim, atau wafer coklat kesukaannya. Ibunya lantas menyambung, "Minta dibelikan buku apa?". Sebelum ibunya memberikan opsi, anak saya cepat menjawab, "Buku cerita!". Hehe,

Untuk ukuran anak seusianya, anak saya memang tergolong anak yang aktif. Lincah, meski sering bikin sebal dan kuatir ibunya.

Usia 11 bulan Zaki sudah bisa berjalan. 2,5 tahun sudah bisa membaca, tanpa eja. Menulisnya juga diberbagai tempat: spidol di lantai, krayon di tembok, mouse di paint, keyboard di power point, dan... kemarin saya baru menyadari rupanya Zaki sudah bisa mengetik SMS, padahal hape saya tidak menggunakan keyboard QWERTY.

Daya serapnya memang sangat bagus. Disinilah kami menyadari bahwa tugas kami semakin berat ke depannya. Sebab sepintas melihat atau sekali mendengar, akan terbawa hingga dia besar.


Namun, segala harapan-harapan kami terbatasi dengan kelemahan manusiawi kami. Banyak hal yang luput dari pengawasan kami, banyak tempat yang lepas dari penjagaan kami. Dan keteladanan yang kami punya pun masih jauh dari sempurna.

Karena itu, tak muluk-muluk doa kami untukmu. Perbaguslah keislamanmu, agar ketika nanti kami mengahadap Rabb-mu, kami bisa menegakkan kepala kami seraya mengatakan, "Amanah-Mu sudah kami tunaikan."


رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. [Ibrahim: 40]


Jagalah sholatmu

Note: Setiap kelebihan menyimpan kekurangan. Sampai saat ini Zaki:
  • Belum bisa menggunakan motorik kasarnya (menggenggam, menangkap, menggunting, dsb.) dengan baik.
  • Belum mau berbagi dengan adiknya. Kepunyaan adiknya adalah kepunyaannya, tapi tidak berlaku sebaliknya, haddeeehhh...
  • Belum bisa bersabar. Apa yang diinginkan harus saat itu juga, orang jawa bilang 'sak dhek sak nyet'.
  • Moody. Kalau sudah ngambek bisa sampai seharian, dan susah banget dibujuk.
  • dsb. (akan ditambahkan selanjutnya: kalau ingat)
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, March 11, 2013

Monday, February 4, 2013

ujungkelingking - Ada kejadian menarik (sekaligus menjengkelkan) saat saya pulang dari kantor, Jum'at kemarin. Saya pulang dengan naik bus, karena motor saya sedang opname di bengkel. (Lihat juga postingan sebelumnya).

Pada akhirnya, saya pun mendapat tempat duduk setelah hampir sepanjang perjalanan saya menemani mas kenek berdiri. Duduk di sebelah saya adalah seorang laki-laki baya dengan memangku sebuah tas besar. Melihat orangnya yang tampak amat ramah, saya pun mencoba membuka percakapan.

Pertanyaan saya sebenarnya standar untuk ukuran orang yang baru pertama kali bertemu, hanya berkutat seputar tempat tinggal, profesi dan keluarganya. Dan jawaban-jawaban yang diberikan bapak itu pun tampak biasa-biasa saja.

Namun yang membuat saya agak risih adalah setiap kali bapak tersebut berbicara dan menjawab pertanyaan saya, tangannya selalu jatuh di paha saya. Mulanya saya kira hal tersebut jamak saja untuk mengakrabkan diri antara yang lebih tua kepada yang lebih muda.

Apa yang saya kira rupanya salah. Tangan si bapak tua tak juga lepas dari paha saya. Semakin lama bahkan semakin berani menyentuh pangkal paha saya. Jiah!

Wah, gak beres nih, pikir saya. "Aset" saya harus segera diselamatkan. Tidak bisa tidak! Mimpi apa saya semalam sampai harus berurusan dengan hombreng. Saya pun menepis tangannya dari paha saya. Edannya, dia masih mengajak saya ngobrol seolah tidak terjadi apa-apa.

Beruntung kemudian karena tujuan si bapak tersebut sudah dekat sehingga perlu bersiap-siap di pintu keluar bus.

Huft, itulah sekelumit perjalanan saya yang paling menyeramkan selama ini. Setelah ini, bila Anda bepergian menggunakan angkutan umum dan harus duduk di sebelah seorang laki-laki, ada baiknya untuk ditanyakan kepada orang tersebut, "Anda hombreng (homo), tidak?"

Salam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, February 04, 2013

Saturday, February 2, 2013

ujungkelingking - Sebelumnya, saya ingin bercerita dulu.

Kemarin, dengan terpaksa saya pergi ke kantor dengan naik angkutan umum. Sebab beberapa hari terakhir ini motor saya suka uring-uringan. Maklum sudah udzur, jadi kalau musim penghujan begini semua penyakitnya suka pada muncul. Okelah, kalau diterus-teruskan cerita yang ini bisa jadi curcol nanti.

Di tengah perjalanan, bus yang saya tumpangi berhenti untuk menaikkan penumpang. Beberapa orang laki-laki dan perempuan. Praktis, bus yang tadinya longgar menjadi penuh sesak. Ada yang terpaksa berdiri.

Di bangku depan saya, duduk seorang laki-laki dengan rambut gondrongnya dan seorang bapak tua dengan topinya.

Melihat ada seorang perempuan tidak mendapat tempat duduk, si bapak tua itu lalu berdiri bermaksud memberikan tempat duduknya untuk perempuan tersebut. Nah, belum sempat si perempuan duduk, naiklah seorang perempuan yang usianya lebih muda. Rupanya perempuan ini adalah teman dari laki-laki gondrong. Melihat ada temannya naik, si laki-laki gondrong ini langsung mempersilahkannya duduk di sebelahnya, di tempat yang sedianya diberikan oleh si bapak tua untuk perempuan yang pertama tadi. Lucunya, perempuan yang datang barusan ini langsung duduk saja tanpa menyadari bahwa tempat itu bukan untuknya.

Selesai.

***

Saya, kemudian jadi menghubung-hubungkan. Di dalam hidup -sadar atau tidak- sebenarnya tipikal-tipikal manusia kebanyakan telah terwakili oleh orang-orang yang saya temui di dalam bus itu. Coba simak saja tipikal-tipikal berikut:
  • Ketika dalam keadaan "tidak bisa berbuat apa-apa", ada tipikal orang yang lebih memilih diam menerima nasibnya. Tipikal ini diwakili oleh perempuan pertama yang tidak mendapat tempat duduk. Sadar karena naik terlambat sehingga tidak kebagian tempat duduk, maka dengan legowo dia berdiri.
  • Ada tipikal "orang-orang baik" yang diwakili oleh si bapak tua. Tipikal orang yang rela memberikan haknya untuk orang lain yang lebih membutuhkan. Namun biasanya tipikal seperti ini tidak memiliki kekuasaan sehingga perbuatan baiknya sering tidak berefek banyak.
  • Ada juga tipikal orang yang diwakili oleh laki-laki gondrong. Memiliki "kekuasaan" namun suka merebut hak yang bukan miliknya. Apakah si laki-laki gondrong tidak tahu bahwa si bapak tua itu memberikan tempat duduknya untuk perempuan pertama? Tau, kok! Hanya saja atas nama "solidaritas" maka teman sendiri harus diutamakan daripada orang lain yang lebih berhak sebenarnya.
  • Tipikal keempat ini adalah orang-orang tidak memiliki kuasa apa-apa, namun sekaligus cuek dan tidak mau tahu dengan kepentingan orang lain. Tipikal seperti perempuan muda adalah tidak peka sosial, simpati dan empatinya kurang.
Si perempuan muda bisa saja beralasan, lah saya ditawari kok, kenapa ditolak? Tentu saja menerima bantuan orang lain sah-sah saja, namun yang perlu diingat adalah apakah penerimaan kita itu akan mencederai keadilan sosial atau tidak (waduh, bahasanya...). Lah memangnya ada orang yang ditawari, pakai bertanya dahulu?

Ternyata ada!

Tipikal kelima ini saya temukan kemarin juga, dalam perjalanan pulang ke rumah. Situasi di bus penuh sesak, saya bersama beberapa orang tidak mendapat tempat duduk. Setelah agak lama perjalanan, penumpang mulai berkurang, satu-dua kursi mulai kosong. Seorang laki-laki (tentang laki-laki ini akan saya ceritakan dalam postingan yang lain), menawarkan tempat duduk di sebelahnya. Karena saat itu masih ada seorang perempuan yang berdiri, saya cuma tersenyum, menolaknya. Akhirnya laki-laki ini menawarkan tempat kosong itu kepada perempuan tersebut. Mendapat tawaran seperti itu, si perempuan ini tak langsung menerimanya. Masih sempat ia bertanya, "Kosong ya, Pak?". Nah loh!

Karena itu, dengan mengetahui macam-macam tipikal itu, mudah-mudahan kita bisa menempatkan diri dalam posisi yang bermartabat.

Ya, ya ini sih cuma pemikiran saya yang masih dangkal. Kurang matang, memang. Maklum manggangnya di atas bus.

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, February 02, 2013

Thursday, January 3, 2013

ujungkelingking - Setelah tiga seri postingan ini saya tulis, :lol:
maka sebagai klimaksnya akan saya tulis juga "hasil akhir" perjuangan saya selama ini.

Sekitar pertengahan Oktober kemarin (saya lupa kapan persisnya), Akte Lahir anak kami pun jadilah. Tanpa salah cetak dan salah tulis lagi. Sudah sampai tingkat aman pertama, sorak hati saya.

Perbedaan wilayah -yang juga berbeda aturannnya- membuat kami memang cukup kesulitan mengurus surat-surat semacam ini. Misalnya saja, aturan di Sidoarjo, kami harus membuat Kartu Keluarga yang baru terlebih dahulu (yang sudah berisi data anak kedua kami), setelah itu barulah dari KK tersebut diterbitkan Akte Lahir anak kedua kami. Sedang untuk di Surabaya, kami harus membuat Akte Lahir dahulu, baru nanti akan terbit Kartu Keluarga. Dan kami yang tinggal di Sidoarjo namun masih menggunakan KK Surabaya cukup direpotkan dengan hal ini.

Karena itulah dengan terbitnya Akte Lahir ini sungguh membuat saya girang bukan kepalang. Itu berarti tinggal satu langkah lagi dan segalanya beres!

***

Beberapa hari setelah saya menerima akte tersebut -awal Nopember- saya segera pergi ke Kantor Kecamatan. Saat itu saya hanya membawa copy akte tersebut yang sudah terlegalisir dan Kartu Keluarga asli serta sebuah map sebagai tempatnya. Yang terakhir ini memang ketentuan dari Kecamatan untuk memudahkan pendistribusian ke Kantor Dispenduk nantinya.

Petugas sempat menanyakan data rekam (maksudnya, yang saya dapat dari Kantor kelurahan), dan itu harus dilampirkan juga. Namun setelah saya jelaskan bahwa data yang dimaksud tersebut ada di Kantor Dispenduk Sidoarjo -karena kelahiran terjadi di Sidoarjo- petugas tersebut pun memaklumi.

Selanjutnya saya diberi tanda terima yang menyatakan bahwa Kartu Keluarga yang baru bisa diambil satu bulan kemudian (30 hari kerja).

Dan, Desember kemarin KK tersebut sudah bisa saya laminating dan saya "koleksi" di lemari kami. Selesai.

Alhamdulillah.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, January 03, 2013

Tuesday, December 4, 2012

ujungkelingking - Putra pertama kami, Zaki, sekarang punya kesenangan baru. Dia suka sekali merekam dengan hape punya ibunya. Dengan fasilitas voice recorder ia merekam apapun, entah itu nyanyinya, tertawanya, atau celotehannya yang ndak ada di kamus manapun.

Namun ada satu kejadian yang membuat saya tergelak ketika istri saya menceritakannya kepada saya. Kejadiannya terjadi beberapa hari yang lalu...

Saat itu istri saya hendak sholat Dhuhur. Si bungsu sedang terlelap, sedangkan kakaknya masih sibuk bermain-main sendiri. Sebelum sholat istri saya berpesan kepadanya untuk tidak naik ke atas kursi. Memang kami ada kursi kecil yang biasanya dinaiki anak kami untuk mengambil sesuatu di atas bufet. Kami memang jarang sekali melarang anak kami untuk -istilah saya- mengeksplorasi segala yang ada di ruangan. Hanya saja selalu dalam pengawasan saya atau ibunya.

Setelah berpesan begitu dan memastikan bahwa si sulung paham perintahnya, maka mulailah istri saya sholat.

Rakaat pertama..., rakaat kedua..., aman-aman saja. Namun menginjak rakaat ketiga terdengar bunyi kursi jatuh disusul kemudian tangisan anak kami. Ya, anak kami jatuh dari kursi! Istri saya mulai pecah konsentrasinya. Membatalkan sholat, atau teruskan saja? Tangisan anak kami semakin keras terdengar.

"Sakiitt, sakiitt... tolong, tolong..."

Istri saya semakin bingung. Akhirnya sholat dipercepat, sambil berdo'a mudah-mudahan tidak ada luka serius.

Selesai sholat, istri saya langsung menghampiri anak kami. Anda tahu apa yang dilihat istri saya?

Anak kami dalam posisi telungkup di lantai, masih menangis sesenggukan, sambil hape dengan kondisi "recording ON" berada tepat di depan bibirnya. Lalu dengan tampang innocent-nya, dimatikan perekamnya, kemudian diputar lagi. Sambil tersenyum mendengar suara tangisannya sendiri.

*Gubrakkk!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, December 04, 2012

Monday, October 22, 2012

ujungkelingking - Hari Minggu kemarin barangkali adalah hari yang paling memberi pelajaran berharga bagi kami, terutama saya yang setiap hari berangkat kerja menggunakan motor.

Siang itu, kami baru pulang dari menghadiri sebuah undangan resepsi pernikahan salah satu famili. Dengan mengendarai motor, saya membawa serta istri dan kedua balita kami.

Di tengah perjalanan, pada suatu pertigaan, saya mulai meningkatkan kewaspadaan. Dari arah sebelah kiri saya hanya ada sebuah motor dan sudah melewati saya. Sedang dari arah sebelah kanan sebuah truk bermuatan. Dalam hitungan saya, jika saya tetap mempertahankan kecepatan motor, maka saya dapat melintang terlebih dahulu baru kemudian truk bermuatan itu akan melewati belakang saya.

Namun, pada saat posisi saya sudah hampir di tengah jalan, tiba-tiba muncul sebuah motor di depan truk tersebut! Saya sendiri tidak tahu dengan pasti apakah motor itu memang sudah ada dari tadi dan saya tidak melihatnya, atau motor itu baru saja menyalip truk yang ada di arah kanan saya?

Jarak saya dengan motor itu hanya beberapa meter saja. Kami memang sama-sama mencoba mengurangi kecepatan, namun dengan jarak sependek itu sepertinya hal itu percuma saja. Dalam sedetik sempat terlintas dalam pikiran saya, "tabrakan akan terjadi!". Dan dalam posisi seperti itu tak ada yang bisa kami lakukan selain memasrahkan segala kemungkinan kepada-Nya.

Seandainya saja -ini "seandainya", ya- jika kecelakaan itu terjadi maka ceritanya tidak hanya akan berhenti sampai disini saja, karena dari arah kiri kemudian muncul sebuah mini van berwarna merah. Jika tabrakan itu terjadi maka motor yang saya tumpangi bersama istri dan kedua balita saya kemungkinan besar akan terjatuh ke kiri atau agak maju sedikit, dan akan segera "disambut" mini van merah itu! Atau truk bermuatan?

Namun, alhamdulillah semua itu tidak terjadi. Dengan kondisi rem saya yang tidak bagus, maka meskipun mengerem motor saya seperti meluncur begitu saja. Dan itu bagus, karena ternyata dengan itu kami bisa menghindari tabrakan. Subhanallah. Setelah sadar bahwa kami lolos dari motor tersebut, saya sedikit lega. Namun saya kemudian menyadari bahaya lain yang datang dari arah kiri: mini van merah! Refleks, saya membanting setir ke kanan, ke tengah jalan. Beruntungnya, truk bermuatan itu belum datang sehingga kemudian saya dapat segera memacu motor lagi melanjutkan perjalanan. 

***

Yang paling shock dengan kejadian ini tentu istri saya. Bahkan sampai tiba di rumah pun istri saya sampai tidak mau makan apa-apa.

Buat istriku, maaf ya. Lain kali aku akan lebih berhati-hati lagi.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, October 22, 2012

Saturday, September 22, 2012

ujungkelingking - Hari selasa kemarin, 4 September 2012, adalah hari pertama Zaki bersekolah. Yup, dia mulai masuk Play Group! Tempatnya sendiri tidak terlalu jauh dari rumah kami, cuma berjarak sekitar 500 m. Namun karena sambil menggendong si Daffa, akhirnya proses antar-jemput Zaki pun harus menggunakan sepeda pancal.

Dapat dua seragam, busana Muslim dan kaos olahraga. Dua-duanya kebesaran. Sempat di-permak sama ibunya, namun masih saja kegedean. Memang anak kami saja yang posturnya kecil. Hmmmm...

Kedodoran ya, Kak?

Setiap anak memiliki kecerdasannya masing-masing. Pada Zaki, ia memiliki tingkat agretifitas yang cukup tinggi. Guru-gurunya di sekolah menyebutnya sebagai kecerdasan kinestetis. Mungkin ini yang oleh orang awam disebut dengan hyper-aktif. Tidak bisa berhenti meski cuma sebentar. Selalu bergerak, dan selalu ada saja yang dianggapnya sebagai permainan. Apalagi Zaki sedikit "usil" kepada adiknya.

Karena itulah hal yang penting untuk diperhatikan adalah ketika kita bermaksud melarang anak-anak seperti Zaki adalah dengan tidak menggunakan kata "jangan". Karena ketika kita melarangnya dengan, misalnya "jangan lari!", atau "jangan nakal!", maka secara otomatis kata "jangan" itu akan hilang dari otaknya, sehingga yang dipahaminya hanya "lari!", "nakal!", dst.

Solusinya adalah dengan mengalihkan perhatiannya dengan melakukan hal yang lain.

Cara tersebut memang kadang berhasil, dan kadang tidak. Tapi itulah anak-anak. Dan mau-tidak mau kami harus terus belajar, berusaha dan mencoba melakukan "apa yang seharusnya dilakukan" orang tua terhadap anak-anaknya.

Keep fight!

Sedang merenung?

Rabbii hablii min ash-sholihiin...

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, September 22, 2012

Tuesday, July 10, 2012

ujungkelingking - Kemarin, saat pulang kerja, saya dikejutkan dengan “laporan” istri saya yang mengatakan bahwa anak kami yang pertama mengalami panas. Ketika di-term (termometer) hasilnya cukup mencengangkan, 39 derajat, dan masih bergerak naik!

Hilang sudah capek saya, berganti dengan kecemasan dan kepanikan. Maklum, anak kami ini punya riwayat kejang. Istilah medis biasa menyebutnya sebagai demam kejang, yaitu kondisi dimana suhu tubuh terlalu tinggi sehingga sampai menyebabkan tubuh menggigil. Kondisi menggigil inilah yang dinamakan kejang. Sebenarnya kami punya simpanan paracetamol, namun karena sudah terlalu lama disimpan, dengan tempat penyimpanan yang kurang baik, saya menjadi ragu untuk memberikannya kepada anak kami.

Dan karena tak ingin kejadian yang sama terulang kembali, saya langsung membawa anak kami ke klinik terdekat. Fokusnya adalah agar suhu tubuh anak saya harus turun dulu. Biasanya perawat akan memberikan obat yang dimasukkan lewat bawah (dubur). Namun, saat di-term oleh perawat suhu tubuh anak kami “hanya” berada di angka 37 koma sekian.

Atas dasar itulah, perawat kemudian hanya memberikan obat berupa puyer dan antibiotik. Dengan catatan, bila sampai tengah malam panasnya tak juga turun harus dibawa kembali ke klinik untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Akhirnya kami pun pulang.

Puyer yang dari klinik langsung kami minumkan, kemudian kami biarkan anak kami beristirahat. Memang, setelah meminum puyer tersebut suhu anak kami menunjukkan penurunan. Kami sedikit merasa lega.
Namun, tengah malam istri membangunkan saya. Panasnya masih ada, meski tak setinggi sore tadi. Obat pun diminumkan kembali, sambil dilakukan kompres dengan air hangat. Kompres ini biasa dilakukan di dahi, leher, atau pada lipatan siku dan lutut. Atau bisa juga di atas kepalanya. Yang terakhir ini sih inisiatif saya sendiri. Intinya adalah memberikan informasi kepada otak bahwa terjadi peningkatan suhu tubuh, yang tujuannya agar otak kemudian meresponnya dengan menurunkan suhu tubuh.

Malam tadi, tidur saya benar-benar tidak nyenyak. Hampir tiap jam saya dan istri terbangun demi mengecek perkembangan keadaan anak kami. Syukurlah, meski masih ada sisa-sisa panas, tapi gelagatnya menunjukkan penurunan. Kami masih tetap melakukan kompres.

Bila Anda pernah memiliki balita, apalagi bila Anda jauh dari orangtua dan mertua, maka Anda bisa merasakan apa yang kami rasakan. Sampai-sampai ada yang bilang bahwa lebih baik kita (orangtua) saja yang sakit, asal si kecil tidak. Padahal bila mau mengakui, dua-duanya toh sama-sama nggak enak, hehehe...

Pagi ini saat saya hendak berangkat kerja, kondisi anak kami sudah hangat dan dia sudah bisa berceloteh seperti biasanya.

Cepat sembuh, ya Nak!

________

nb: baru saja saya mendapat SMS dari istri, mengabarkan bahwa gigi anak kami sebelah kanan-belakang-atas dan kanan-belakang-bawah, tumbuh. Jadi munculnya berbarengan… 

Hehehe...

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, July 10, 2012

Monday, June 11, 2012

ujungkelingking - Perjuangan saya kembali dilanjutkan...

Karena hari Rabu-nya masih ada pekerjaan yang nanggung untuk segera diselesaikan, akhirnya baru pada keesokan harinya, yaitu tanggal 10 Mei saya menyempatkan diri ke kantor Kecamatan guna mengambil hasil print out NIK. Saya tiba disana cukup pagi, yaitu pukul 9.00 kurang. Saya segera masuk dan menanyakan apakah hasil print out saya sudah bisa diambil. Jawabannya sudah bisa ditebak: belum dikerjakan. Dan karena petugasnya sudah datang, maka saya diminta menunggu sebentar agar hasil print out tersebut bisa segera saya bawa ke kantor Dispenduk.

Namun, bila Anda menganggap "sebentar" itu berarti beberapa menit, Anda siap-siap saja mendengus kesal. Saya tidak tahu komputer model apa yang mereka gunakan, atau metode mengetik macam apa yang mereka terapkan, sehingga untuk mencetak lembaran print out tersebut membutuhkan waktu sampai satu jam lebih!

Tapi Anda akan menganggap saya lebih "beruntung" karena beberapa orang yang datang, dengan entengnya si petugas -tanpa rasa bersalah dan permintaan maaf- mengatakan berkas belum selesai dan disuruh kembali lain hari. Dia tidak tahu bahwa untuk datang ke kantor itu, mereka harus rela meninggalkan pekerjaan mereka. Bahkan seorang nenek-nenek sempat mengeluh kepada saya tentang buruknya pelayanan di kantor Kecamatan. Dia harus bolak-balik hanya untuk mengurus surat kematian keluarganya, padahal ongkos naik becak untuk sekali pulang-pergi saja sampai 40 ribu rupiah! Saya tentu yakin uang sebesar itu besar juga nilainya buat si nenek tersebut. Petugas yang lain sempat bertanya kepada nenek tersebut, kenapa tidak naik motor (maksudnya diantar) saja? Si nenek menjawab bahwa motornya dipakai anaknya untuk bekerja. Si petugas tersebut lantas nyletuk (sambil makan roti), anak macam apa yang tidak mau mengantar ibunya... Nah, siapa menyalahkan siapa sekarang???

Setelah sejam lebih bengong di kantor Kecamatan, hasil print out tersebut akhirnya selesai dan saya dipersilahkan langsung membawanya ke kantor Dispenduk. Disinilah saya melakukan kesalahan. Seharusnya, karena proses kelahiran di wilayah Sidoarjo, maka yang berhak menerbitkan Akta Kelahiran tersebut adalah Dispenduk Sidoarjo. Di kantor Dispenduk Surabaya berkas saya ditolak dan diarahkan untuk mengurusnya di Dispenduk wilayah Sidoarjo. Saya pun kembali ngantor.

Catatan 6. Selalu-lah bertanya -bahkan- untuk urusan yang lebih detail. Namun jangan sampai terkesan cerewet.

Sedikit catatan, karena kemudian saya hendak menaruh berkas tersebut ke Dispenduk Sidoarjo melalui bidan yang mengurusi persalinan istri saya, saya kemudian diberi formulir isian "Surat Keterangan Kelahiran" yang nantinya diharuskan untuk di validasi bidan tersebut dan Kepala Desa Surabaya.

Akhirnya, tanggal 15 Mei-nya saya izin keluar kantor sebentar untuk pergi ke kantor Kelurahan guna meminta tanda tangan dari Pak Lurah. Beruntung orangnya berada di tempat sehingga saya bisa langsung kembali ngantor.

Pada hari itu juga, berkas tersebut saya serahkan ke bidan untuk kemudian diserahkan ke kantor Dispenduk.

***

Sampai artikel ini saya tulis, akte kelahiran anak saya masih belum jadi, padahal sudah hampir 1 bulan sejak masuk kantor Dispenduk. Namun, baru saja saya mendapat informasi dari bidan yang bersangkutan bahwa akte tersebut akan selesai pada tanggal 6 Juli 2012 yang itu berarti 7 minggu dan bukan 7 hari seperti yang diiklan-kan.

Huft!

*nb. bersambung di 4-selesai 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 11, 2012
Istriku,

Maaf.
Jika aku dulu tak bisa memberikan pernikahan mewah yang diimpikan setiap perempuan.
Jika sampai saat ini aku belum mampu memberimu sebuah tempat tinggal sendiri yang layak dan nyaman.

Maaf.
Jika aku tak bisa memberikanmu perhiasan, meski hanya sekedar kalung atau gelang tangan.
Jika aku tak pernah membelikan untukmu pakaian yang layak untuk dipakai keluar rumah.
Jika aku kerap lamban untuk memberi apa yang kau butuhkan.

Maaf.
Jika lelahku menciptakan marahku padamu.
Jika aku tak menasehatimu dengan cara yang lembut dan baik.
Jika aku masih tak bisa meng-aqiqah-i kedua buah hati kita.
Jika aku tak mampu menjadi teladan bagi putra-putra kita.

Maaf.
Atas semua janji-janji yang belum bisa terpenuhi.
Jika denganku kau tak merasa bahagia meski aku akan tetap berusaha mencoba.
Jika hanya tulisan ini yang mewakili hati dan bibirku.
Jika aku bukan seperti yang kau bayangkan.

Maaf.
Jika ucapan maaf-ku ini tak berjumlah seribu seperti judulnya.


Selamat Ulang Tahun, Istriku.
Semoga dianugerahi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Semoga dikaruniai ilmu yang bermanfaat.
Semoga semakin ditambah rejeki dan keberkahannya.


Terima kasih sudah mau menemaniku sampai saat ini.

nb: soal hadiahnya, tak pikirkan nanti saat pulang kerja ya!


Senin, 11 Juni 2012
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, June 11, 2012

Saturday, May 5, 2012

ujungkelingking - Perjuangan saya pun berlanjut...

Setelah dua kali mengalami hambatan (yaitu saat di RT dan saat di Kelurahan), Jum'at-nya, 4 Mei, saya membulatkan tekad untuk mengambil izin cuti satu hari guna menuntaskan urusan ini. Setidaknya berkas harus sudah sampai di kantor Kecamatan.

Namun pagi itu hujan turun sejak shubuh, dan itu sudah cukup untuk membuat saya bimbang; berangkat pagi ini atau agak siang nanti. Dan karena istri saya juga mengeluhkan elpiji yang habis, jadilah saya harus menunggu sampai toko buka. Setelah semua urusan di rumah selesai, saya pun segera berangkat ke Surabaya. Saat itu sudah pukul 9.00 siang.

Kira-kira satu jam lebih saya baru sampai di Surabaya, dan saya langsung menuju ke Kantor Urusan Agama tempat surat nikah kami dulu diterbitkan, tujuannya adalah untuk melegalisir copy dokumen tersebut. Sudah saya siapkan sepuluh lembar copy Surat Nikah untuk dilegalisir, meskipun kemarin yang diminta hanya empat lembar.

Lagi-lagi usaha saya agak terhambat. Rupanya copy Surat Nikah yang saya bawa belum lengkap, yaitu halaman terakhir dari buku tersebut tidak saya copy-kan. Sebenarnya di kantor tersebut terdapat mesin fotocopy sekaligus printer juga. Mestinya lebih mudah, bukan? Nyatanya tidak, sebab saat saya kesana mesin fotocopy tersebut sedang rusak dan belum bisa diperbaiki. Jadilah saya harus keluar lagi untuk mencari tukang fotocopy. Sekembalinya dari situ di tengah perjalanan sempat ada razia kendaraan oleh Polantas. Beruntung surat-surat saya lengkap.

Catatan 3. Bila Anda menggunakan kendaraan pribadi, ada baiknya Anda melengkapi surat-surat sekaligus memeriksa kondisi kendaraan Anda. Intinya, jangan sampai hal-hal yang di luar proses menghambat proses tersebut.

Dalam benak saya, urusan di KUA ini dan kemudian di kantor Kelurahan bisa selesai sebelum sholat Jum'at, sehingga setelah sholat Jum'at saya tinggal meneruskan ke kantor Kecamatan. Namun apa yang saya harapkan tak sama dengan kenyataan di lapangan. Untuk menandatangani copy-an Surat Nikah itu saja butuh waktu sampai jam 11.00, gara-gara Kepala KUA-nya masih sibuk dengan mesin fotocopy-nya yang rusak. Weleh-weleh...

Catatan 4. Untuk legalisir Surat Nikah, yang harus Anda fotocopy ada tiga halaman, yaitu; halaman pertama yang berisi foto kedua pasangan; halaman berikutnya yang berisi data-data kedua pasangan; dan halaman terakhir yang berisi keterangan mas kawin dan tanggal diterbitkannya surat atau akad nikah terjadi. Dan ketiga halaman tersebut harus jadi satu dalam satu lembar folio, tidak boleh terpisah.

Setelah legalisir selesai, saya mampir ke rumah mertua saya untuk mengambil copy KTP saksi yang sudah disiapkan oleh adik ipar saya. Namun, lagi-lagi tak mulus. Orang seisi rumah tak ada yang tahu dimana adik saya meletakkan copy KTP tersebut. Dan baru ketemu saat adik saya tersebut pulang dari sekolah. Dan itu sudah pukul 11.30!

Tak membuang waktu, bergegas saya ke kantor Kelurahan. Dan, oleh beberapa orang yang masih berada disana saya diberi informasi bila yang bersangkutan sudah istirahat dan dipersilahkan kembali lagi nanti jam 13.00. Huft!

Tapi bagaimanapun saya harus memaklumi hal itu karena hari itu adalah hari Jum'at, yang sholat Jum'at biasanya dimulai sebelum pukul 12.00. Saya pun bergerak ke masjid terdekat.

***

Setelah sholat Jum'at dan menyempatkan diri menikmati ayam bumbu bali di sebuah warung, saya lalu kembali ke kantor Kelurahan. Disana saya diterima dengan cukup baik. Petugas bagian pelayanan segera membuatkan surat pengantar untuk saya. Surat itu nantinya digunakan di kantor Kecamatan beserta dokumen-dokumen pendukung lainnya. Anehnya, petugas tersebut tidak lagi menanyakan tentang copy KTP saksi yang harus saya bawa. Asumsi saya, copy KTP tersebut digunakan saat di kantor Dinas Kependudukan.

Tapi tahukah Anda, apa yang membuat saya lebih kesal? Setelah surat pengantar tersebut selesai, oleh petugas yang bersangkutan tidak segera dimintakan tanda-tangan ke Kepala Kelurahan. Anda tahu kenapa? Pak Lurah sedang istirahat (baca: tidur)! Dan petugas ini tidak berani mengganggu.

Selama satu jam setengah saya menunggu disana hanya untuk menunggu Pak Lurah bangun. Walhasil, saya baru bisa meninggalkan kantor Kelurahan tepat jam 14.30.

Catatan 5. Meskipun secara aturan jam kerja bisa sampai jam 16.00 sore, namun biasanya instansi-instansi semacam ini sudah tidak melayani warga lagi selepas jam 15.00. Saya tak mau komentar untuk hal ini.

Tak ingin ketinggalan jam, saya segera memacu motor saya menuju ke kantor Kecamatan. Saya serahkan berkas-berkasnya termasuk Surat Pengantar dari Kelurahan. Saya kemudian diberikan tanda terima untuk mengambil hasil print out NIK-nya hari Rabu besok.

Dari petugas di kantor Kecamatan tersebut saya mendapat informasi bahwa harus terbit Akta Kelahiran dulu, baru kemudian saya harus mengulang prosesnya lagi untuk mendapatkan Kartu Keluarga yang baru.

Aduh, sudah terbayang deh capeknya!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, May 05, 2012

Wednesday, May 2, 2012

ujungkelingking - Judul untuk postingan ini sebenarnya lebih tepat "Cerita-cerita Saat Mengurus Akta Kelahiran", karena tulisan ini adalah catatan saat saya mengurus Akta Kelahiran untuk putra kedua kami. Banyak hal-hal yang amat-sangat menjengkelkan sebenarnya, dan sengaja memang saya share disini, mudah-mudahan bermanfaat, terutama bagi Anda yang hendak mengurus hal yang sama.

Seminggu setelah kelahiran putra kedua kami -Daffa- saya berinisiatif untuk mulai mengurus Akta Kelahiran-nya. Sebenarnya, akta tersebut akan diurus oleh bidan yang menangani persalinan istri saya. Namun untuk data-data pendukungnya harus saya yang mengurus sendiri karena kebetulan tempat tinggal kami yang sekarang berbeda dengan  alamat yang tertera di Kartu Keluarga. Inilah yang kemudian menjadi kendala, karena saya harus mondar-mandir, dan waktu terbuang disitu.

Okelah, saya kembali ke cerita,

Selasa, tanggal 24 April, saya izin setengah hari dari kantor. Itu untuk meminta surat pengantar dari RT dan RW di Surabaya, sesuai dengan alamat pada Kartu Keluarga. Maklum, kami sekarang ini tinggal di Sidoarjo. Namun sepertinya nasib baik belum berpihak pada saya. Sekretaris (atau Bendahara?) yang bertugas mengeluarkan surat pengantar tidak berada di tempat. Sedang keluar, kata tetangganya. Tapi ketika saya coba konfirmasi lebih jauh, orang tersebut tidak bisa menjawab dengan pasti, keluar kemana atau sampai berapa lama. Saya pun bimbang: lebih baik menunggu sampai yang bersangkutan datang atau mending langsung pulang saja?

Akhirnya karena rasa segan saya terhadap ibu mertua (masa' baru datang langsung pulang?) saya pun menunggu-lah. Satu atau dua jam kemudian orang yang saya tunggu-tunggu pun terlihat datang. Bergegas saya menemui orang tersebut di rumahnya dan menjelaskan keperluan saya. Singkatnya, saya pun berhasil mendapatkan Surat Pengantar. Namun, karena surat itu harus bertanda-tangan dan berstempel RT/RW, saya segera menuju rumah Pak RT.

Lagi-lagi nasib baik tidak bersama saya. Yang bersangkutan sedang bekerja, dan biasanya baru pulang setelah Maghrib. Saya pun menimbang-nimbang lagi: andai saya menunggu Pak RT pulang kerja dan andai saya berhasil mendapat stempel RT, tetap saja saya tidak bisa melanjutkan mengurus surat pengantar tersebut karena jam kerja RW-nya hanya sampai jam 4 sore saja. Jadi, untuk bertemu Pak RT harus malam hari sedang untuk bertemu Pak RW harus siang hari. Prosesnya juga tentu tak bisa dibalik. Hal ini yang cukup mengganggu bagi saya, yang tidak bertempat tinggal disitu. Maka dengan terpaksa surat itu saya titipkan kepada adik ipar saya agar dia mengurus validasi-nya ke Pak RW.

Catatan 1: Ketika Anda hendak mengurus hal-hal semacam ini, Anda sebaiknya tidak terburu-buru mengajukan cuti. Sebab mungkin saja ada hal-hal diluar prediksi Anda -sekalipun remeh- yang akan menghambat rangkaian proses itu. Disamping cuti Anda akan sia-sia, pun juga akan memperburuk penilaian terhadap kinerja Anda. Jadi lebih aman bila untuk satu atau dua hari Anda izin masuk setengah hari. 

***

Tepat seminggu kemudian, saya mendapat informasi dari adik ipar saya bahwa tanda-tangan RW sudah didapatkannya. Artinya, surat pengantar itu siap untuk diproses lebih lanjut.

Selasa, tanggal 2 Mei saya kembali izin setengah hari untuk mengurus ke kantor Kelurahan. Dokumen-dokumen pendukung lainnya seperti copy Surat Nikah, Kartu Keluarga dan KTP sudah saya siapkan dan saya sertakan dalam satu map. Saya pikir, beres.

Namun (lagi-lagi) nasib baik masih jauh dari saya. Dokumen saya ditolak karena dianggap belum lengkap. Copy Surat Nikah yang saya sertakan harus terlegalisir; disamping itu juga harus disertakan copy KTP dari dua orang saksi (yang ini sekedar formalitas saja karena saya dipersilahkan menggunakan KTP siapa saja).

Akhirnya, dengan terpaksa saya pun kembali ngantor.

Catatan 2: Karena banyaknya kasus pemalsuan dokumen seperti itu, ada baiknya bila dokumen-dokumen copy tersebut sudah terlegalisir. Atau bila memungkinkan bawa saja sekalian dokumen aslinya.

Perjuangan masih berlanjut...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, May 02, 2012

Thursday, April 26, 2012

ujungkelingking - Alih-alih melihatnya sebagai sebuah bencana, tantrum sebetulnya bisa dianggap sebagai kesempatan untuk mendidik anak. Mengatasi anak yang sedang tantrum memang tidak gampang. Namun, bila Anda menanganinya dengan tepat, tantrum anak akan berkurang dengan sendirinya. Ini dia caranya: 

Kendalikan emosi 

Seemosi apa pun anak, Anda harus tetap bersikap setenang mungkin. Ini memang sulit, tapi emosi Anda yang terpancing justru membuat tantrumnya makin menjadi. 

Jangan menghukum 

Jangan memukul, berteriak, atau marah-marah padanya. Reaksi negatif seperti ini,  bagi anak lebih baik daripada tidak mendapatkan perhatian sama sekali. Padahal, dalam jangka pendek hal itu justru memperburuk tantrum dan dalam jangka panjang akan memperlama hilangnya kebiasaan tantrum. 

Jangan penuhi keinginan anak 

Mencoba menghentikan tantrum anak dengan mengabulkan permintaannya atau mengiming-iminginya sesuatu justru membuatnya belajar memanfaatkan tantrum sebagai cara untuk memanipulasi Anda. Ini bisa terjadi terus-menerus, bahkan sampai dia dewasa. 

Tinggalkan 

Bila tantrum terjadi di rumah, dudukkan dia di tempat yang aman. Tinggalkan dia setelah mengatakan padanya bahwa dia boleh meninggalkan tempat duduk itu bila sudah tenang. Bila tidak memungkinkan untuk ditinggalkan sendirian, temani dia, tapi jangan memberikan respon apa pun. Cukup dengan berdiam saja dan hindari kontak mata dengannya. Bisa juga menggunakan timer  dan katakan padanya untuk tidak meninggalkan tempat duduknya sebelum alarm berbunyi. Katakan pula bahwa alarm akan terasa lebih lama berbunyi bila dia tidak segera menenangkan diri. 

Bawa pergi 

Bila tantrum terjadi di area publik dan Anda belum bisa mengajaknya langsung pulang, bawa anak ke tempat yang memungkinkan Anda untuk memiliki privasi. Misalnya, bawa dia ke dalam mobil. Temani dia tanpa merespon apa pun terhadap tantrumnya. 

Ajak bicara 

Setelah anak tenang, bicarakan dengannya soal perilakunya tadi. Katakan padanya bahwa dia baru saja mengalami tantrum, dan tantrum adalah perilaku yang tidak baik dan tidak bisa diterima. Diskusi seperti ini akan lebih diterima anak, karena umumnya anak ingin bersikap baik. Minta padanya untuk mengatakan ‘Aku marah’ setiap kali dia marah. Minta dia untuk mengulangi ucapan itu, setelah itu tanyakan padanya apa yang akan dia lakukan bila dia marah. Tanyakan juga apakah ketika marah dia akan memukul, berteriak, atau menangis, untuk menegaskan permintaan Anda. Lakukan diskusi ini setiap kali dia tantrum. Pelan-pelan, dia akan bisa mengatasi tantrumnya. 

Buat kesepakatan 

Untuk menghindari tantrum di area publik, buat kesepakatan lebih dulu sebelum keluar rumah. Katakan ke mana dan apa tujuan Anda, serta perilaku yang Anda harapkan darinya. Katakan pula perilaku apa yang tidak Anda harapkan darinya, karena perilaku itu akan mengganggu orang lain. Kalau mengajaknya ke supermarket, sebelum pergi Anda bisa menanyakan apa yang ingin dibelinya nanti. Bila Anda setuju, Anda harus konsisten dengan permintaannya, sehingga belanja Anda tidak membengkak dengan barang-barang yang mendadak diinginkannya. 

Alihkan perhatian 

Daripada menanggapi tantrumnya, lebih baik alihkan perhatiannya, misalnya dengan mengajaknya beraktivitas ringan. Memindahkannya ke ruangan lain atau mengajaknya ke teras rumah bisa juga dilakukan untuk mengganti suasana. 

Kenali batas 

Mengenali batas kemampuan anak Anda bisa mencegah tantrum. Bila dia sudah lelah, jangan paksakan untuk terus berbelanja bersamanya. 

Bebas terbatas 

Beri anak kebebasan untuk menentukan hal-hal kecil yang ingin atau harus dilakukannya. Misalnya, tanyakan apakah dia ingin menyikat gigi sebelum atau sesudah mandi, apakah dia ingin pisang atau semangka. Memiliki otonomi kecil seperti ini akan membuatnya merasa mandiri. 

Cari penyebab 

Dengan mengetahui penyebabnya, tantrum bisa dicegah dan bisa diperpendek rentang waktunya. 

Waktu berdua 

Menghabiskan waktu hanya berdua dengannya dengan bermain dan berbicara dengannya secara teratur sepanjang hari bisa membantu ledakan emosinya menguap. Saat bersama dengannya, katakana batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukannya.


Sumber: tabloidnova.com 


*Postingan ini hanya sekedar mengingatkan diri sendiri agar lebih bijak menghadapi anak.

Jangan emosi... jangan emosi... 


Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, April 26, 2012

Wednesday, April 25, 2012

ujungkelingking - Hari itu, Minggu 15 April 2012. Kandungan istri sudah cukup umur, namun belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Karena itu, istri saya berencana agar besok kembali memeriksakan kandungannya. Saya setuju.

Namun kejadian siang itu tak terduga. Istri saya sudah mengalami flek. Artinya kelahiran yang dinanti-nanti sudah tak lama lagi. Akhirnya sore itu, setelah Isya' kami berangkat menuju bidan tempat istri saya biasa mengontrol kandungannya. Zaki terpaksa kami tinggal bersama nenek, emak dan adik saya.

Sesampainya di tempat, istri saya lalu diperiksa. Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa istri saya mengalami buka 2, yang berarti saat itu belum dapat diperkirakan waktu kelahirannya. Sebenarnya kami diberikan opsi oleh Ibu bidan untuk tinggal di tempat praktek beliau. Namun dengan pertimbangan bahwa waktunya masih belum bisa diperkirakan, kami pun kembali pulang.

Pukul 01.00 malam. Rasa mulas di perut istri saya semakin menjadi-jadi. Dari yang rasa mulasnya biasa saja, sampai menjadi lebih sakit, kemudian lebih sering dan lebih teratur. Maka malam itu juga kami kembali ke rumah bidan.

Dari pemeriksaan saat itu istri saya sudah mengalami  buka 4. Dan perkiraan waktu kelahiran adalah sekitar pukul 04.00 subuh.

***

Maka malam itu hingga menjelang subuh, saya terus menemani dan menyemangati istri saya untuk tetap bertahan dengan kondisi mulas itu. Selain memperbanyak istighfar, rasanya hanya itu saja yang bisa seorang suami lakukan.

Miris melihat perjuangan istri saat itu. Penggambaran Al-Qur'an sebagai wahnaan 'alaa wahniin -kesakitan di atas kesakitan- rupanya cukup menggambarkan keadaan kala itu. Sempat terbersit kondisi terburuk yang bakal saya terima. Namun lagi-lagi saya hanya bisa beristighfar. Belakangan saya baru tahu bahwa proses kelahiran kali ini berbeda dengan kelahiran sebelumnya. Bila saat melahirkan putra pertama kami dulu, istri saya mengalami mulas berkepanjangan (semalam penuh) dengan proses kelahiran (baca: mengejan) yang singkat, maka pada saat kelahiran putra kedua kami, istri saya mengalami mulas yang sebentar, yaitu sekitar 2-3 jam menjelang melahirkan, namun harus mengejan berkepanjangan. Ini yang membuat istri saya terus-terusan menjerit-jerit menahan sakit.

Akhirnya, dengan izin Allah, tepat setelah adzan Shubuh berkumandang tangisan putra kedua kami terdengar!

Tanggal 16 April 2012, dan seperti perkiraan dan hasil USG dulu, kami dianugerahi putra laki-laki kembali. Kami sepakat memberinya nama, Daffa'ul Haq Azka Muhammad, yang kurang-lebih mengandung arti "pembela kebenaran yang suci dan yang terpuji". Nama ini kami pilih karena memiliki "kemiripan" dengan nama putra kami yang pertama, yaitu Dhiya'ul Haq Zaki Ilyas yang berarti "cahaya kebenaran yang suci dan yang shalih".

Kata "suci" memang sengaja selalu saya sisipkan pada nama anak-anak kami, karena itu adalah nama depan dari ibu mereka. Harapannya agar mereka memiliki kebersihan hati dan bakti kepada sosok yang melahirkan mereka.

Tak lupa saya mengecup kening istri saya dan mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepadanya.

Mungkin istri saya beranggapan  bahwa ucapan terima kasih itu adalah karena ia telah melahirkan dengan selamat putra kami yang kedua. Tapi bukan itu maksud sebenarnya.

Ucapan terima kasih itu adalah karena engkau istriku, mampu melewati semua kesakitan itu dan dapat "kembali" kepadaku...

*Kami sempat mengira semua hal yang buruk telah terlewati. Nyatanya kami salah...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, April 25, 2012

Monday, April 23, 2012

ilustrasi: Google
ujungkelingking - Anda tahu berapa harga sebuah pompa ASI yang biasa? Kalau Anda masih menebak-nebak harganya, maka ada baiknya Anda ikuti saja cerita saya berikut ini.

Hari Jum'at kemarin, istri saya pesan agar ketika pulang kerja nanti saya mampir dulu ke apotik untuk membeli sebuah pompa ASI. Dengan catatan, jika harganya cukup murah. Karena di kantor ada teman saya yang juga menggunakan pompa ASI, maka saya pun mencoba untuk menanyakan harganya.

"Pompa ASI kamu harganya berapa duit?"

"Tiga ratus ribu." Jawab teman saya. Wah, harga segitu terlalu mahal buat saya. Tapi mungkin yang digunakan teman saya tersebut adalah yang bagus.

"Kalau yang biasa-biasa saja sampai berapa?"

"Ada yang murah, sekitar 99 ribu." Nah lho, yang murah saja segitu.

Tapi yang namanya rejeki memang tidak akan kemana. Rekan saya satu departemen menawarkan untuk memberikan pompa ASI yang -sejatinya- dibelikan untuk istrinya. Namun karena istrinya tak mau memakainya, pun juga karena putrinya sudah klop dengan susu formula, maka praktis pompa ASI tersebut tak pernah dipakai.

Bingung dengan yang mahal-mahal malah dapat gratisan, akhirnya saya setujui usulan teman saya tersebut. Sepulang kerja, saya mampir ke rumah dia. Namun memang untung tak dapat ditolak, malang tak dapat diraih, sesampainya di rumah teman saya ban belakang saya bocor terkena skrup! Teman saya tentu tidak bisa membantu saya dalam hal ini. Memang, pada akhirnya saya mendapatkan pompa ASI tersebut, akan tetapi kemudian saya harus mendorong sepeda saya sekitar dua kilometer (dengan posisi jalanan menanjak) untuk mendapatkan tukang tambal ban. Ditambah kemudian hujan turun dengan derasnya. Tak ada tempat berteduh di kanan kiri jalan. Akhirnya merelakan diri berbasah-basah demi menemui tukang tambal ban. Beruntung ketemu tukang tambal ban, dan tukangnya masih mau menambal padahal sudah bertambal-tambal ban belakang saya (hehehe...). Dan lima ribu rupiah saya berpindah tangan sudah.

Jadi, Anda tahu berapa harga sebuah pompa ASI yang biasa? Harganya sebesar lima ribu rupiah plus mendorong sepeda 2 kilo sambil kedinginan!

#Huft!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, April 23, 2012

Tuesday, April 10, 2012

ujungkelingking - Tanggal 9 bulan April, masih belum ada tanda-tanda kelahiran putra kami yang kedua. Sebenarnya bila menurut hasil pemeriksaan Bidan, waktu kelahirannya memang diperkirakan pertengahan bulan ini, namun bisa jadi lebih cepat. Yang terakhir ini perasaan istri saya sendiri. Hmm...

Agak berat juga setiap kali berangkat kerja meninggalkan istri yang sedang hamil tua di rumah. Apalagi putra pertama kami, Zaki, masih berusia 2 tahun-an. Bisa dibayangkan betapa repotnya, membawa perut yang sudah sedemikian besarnya sambil mengasuh si kecil yang luar biasa aktifnya. Itu belum termasuk masak dan sebagainya untuk saya saat pulang kerja. Kalau saya sih, mungkin bakal uring-uringan tiap hari. Tapi alhamdulillah, istri saya adalah sosok yang kuat.

Sungguh-pun demikian, saya tetap tak sampai hati. Akhirnya hari Minggu kemarin saya minta tolong nenek, yaitu bibi dari emak (baca: ibu) saya untuk tinggal dengan kami barang beberapa minggu untuk membantu mengurusi keperluan istri saya sekaligus menjaga Zaki.

Namun, baru menginjak 2 malam di tempat kami, sepertinya nenek saya "frustasi" menghadapi Zaki. Memang entah kenapa akhir-akhir ini Zaki sering terbangun di tengah malam dan langsung menangis tanpa bisa dibujuk! Dan biasanya tangisannya yang cukup keras itu bertahan hingga setengah jam lebih! Memang, mendengar ke-rewel-an Zaki sungguh membuat emosi bergolak, tapi biasanya yang bangun terlebih dahulu justru istri saya. Yang setengah mati membujuk agar Zaki mau kembali tidur juga istri saya. Dan memang terganggu di malam hari saat tengah tertidur pulas sangat nggak enak banget!

Sempat terlontar ucapan dari nenek saya itu, bahwa Zaki nakal, dan sebagainya. Nenek saya -bahkan- juga berharap agar jika nanti istri saya melahirkan tidak pada malam hari karena itu berarti tinggal beliau dan Zaki saja yang berada di rumah.

Aduh!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, April 10, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!