Friday, December 28, 2012

ujungkelingking - Dari status seorang teman, tentang memberi dan berharap balasan. Dia menganalogikan memberi sebagai pembilang, sedangkan mengharap balasan sebagai penyebut.

Secara matematis, suatu bilangan yang dibagi dengan bilangan lain, maka jika makin besar penyebutnya maka akan semakin kecil hasil yang didapat. Sebaliknya, jika makin kecil penyebutnya maka hasilnya semakin besar.

1/2 = 0.5

Lebih lanjut dikatakan, jika seseorang memberi dengan berharap sesuatu yang lebih besar (pada contoh, memberi 1 namun berharap mendapat 2), maka dia hanya akan mendapatkan separuh. Lebih sedikit dari yang diberikannya.

1/1 = 1

Kemudian dicontohkan lagi jika kita memberi seseorang namun berharap mendapatkan balasan yang sama, maka kita akan mendapatkan hal yang sama tersebut.
Lalu bagaimana jika kita memberi tanpa mengharap balasan apapun (nol)?

1/0 = ∞

Hasilnya adalah, TAK TERHINGGA!

Ternyata keikhlasan menjadikan kita jauh lebih beruntung, hehe...

***

nb: sepanjang yang saya tahu, hasil dari pembagian suatu bilangan dengan penyebut sama dengan nol masih diperdebatkan, apakah infinite (tak terhingga) ataukah undefined (tak terdefinisikan).
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 28, 2012

Monday, December 24, 2012

ujungkelingking - Pepatah lama yang mengatakan anak polah, bapa kepradah, yang kira-kira artinya bahwa apa yang dilakukan oleh seorang anak, orangtua akan tetap kena getahnya, barangkali memang benar adanya.

Hampir setiap hari, di media massa kita disuguhi berita-berita seperti itu. Mahasiswi hamil, narkoba dan siswa, video mesum pribadi, tawuran antar pelajar, dan sebagainya yang ujung-ujungnya orangtua-lah yang menanggung malu dan menanggung kerugian materi.

Tiba-tiba saja muncul pertanyaan, apakah selalu anak yang berulah?

Apakah tidak pernah terjadi orangtua yang berulah lalu kemudian anak yang menanggung malu?

Jika, iya, kenapa tidak ada pepatah yang berbunyi sebaliknya?

***

Faktanya adalah, buah apel jatuhnya tidak jauh dari pohonnya. Disini tersirat makna bahwa kebiasaan orangtua biasanya ter-copy kepada diri sang anak. Jadi jangan buru-buru anak disalahkan jika berulah. Jangan-jangan orangtuanya-lah yang mengajarinya, meski tidak secara sadar.

***

Maka, akhirnya menjadi jelas bahwa ulah orangtua akan menjadikan anak juga berulah. Dan selanjutnya dari ulah sang anak tersebut menjadikan orangtua-lah yang menuai malu.

Siapa yang salah sekarang?

(Selalu) belum terlambat untuk memperbaiki diri. Pendidikan anak selaku dimulai dari pendidikan keluarga (baca: diri si orangtua).

Jadi, yuk memperbaiki diri!

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 24, 2012

Friday, December 14, 2012

ujungkelingking - Ini cerita dari seorang teman.

Teman saya ini memiliki sebuah grup pengajian. Internal saja, hanya sekitar 20 orang anggotanya. Suatu ketika mereka akan mengadakan sebuah acara, pengajian rutin. Nah, salah seorang anggota grup tersebut berinisiatif mem-publish agenda tersebut di wall facebook-nya. Maksudnya mungkin benar, barangkali saja ada teman-teman lain yang berkenan hadir atau bergabung dengan grup tersebut.

Singkat cerita, saat pengajian berlangsung, memang tampak hadir seorang perempuan paruh baya berbusana muslimah. Wajahnya memang tidak familiar, namun teman saya ini menganggap perempuan tersebut adalah kerabat dari salah seorang anggota grup.

Ketika acara berlangsung pun, perempuan tersebut tampak antusias sekali dan terlibat diskusi menarik dengan penceramah. Maka teman saya pun semakin yakin bahwa perempuan ini memang orang baik-baik.

Namun, prasangka teman saya ini rupanya keliru. Ketika acara selesai dan dilanjut untuk sholat Maghrib berjamaah, perempuan ini menghilang. Belakangan baru diketahui ternyata ikut raib juga Blackberry yang sedang di charge dan sebuah tablet Samsung milik anggota yang lain.

Karena itulah, berkaca dari kejadian ini hendaknya kita berhati-hati bila ingin mem-publish acara yang sifatnya internal di media sosial. Barangkali SMS atau Grup Pribadi bisa menjadi alternatif jika ingin mengundang seseorang untuk ikut dalam acara kita. Kita, oleh agama, memang tidak diperbolehkan untuk bersikap su'udzon, namun kita tidak dilarang untuk bersikap waspada.

Nah, saya jadi tertarik untuk mencari tahu apa bedanya su'udzon dan 'bersikap waspada'?

Dan setelah saya coba blogwalking, saya bisa sedikit menyimpulkan bahwa su'udzon adalah: penilaian kita terhadap seseorang secara negatif; tanpa adanya bukti, dan; analisis yang bersifat subyektif. Sedang 'waspada' adalah: penilaian obyektif; didasarkan pada peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang kerap terjadi.

Hm, sepertinya cuma mudah untuk di-teorikan, ya? Namun, jika kita yakin Allah senantiasa bersama kita, maka kita bisa terhindar dari sikap su'udzon ini.

Hasbunallah wa ni'mal wakiil.

***

Salam hati-hati.

Cerita teman saya di sini: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/12/14/waspada-mempublikasi-acara-intern-di-media-sosial-506598.html
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 14, 2012
ujungkelingking - Pepatah malu bertanya, sesat di jalan memiliki makna agar kita selalu (baca: tidak malu) untuk mencari informasi tentang apa yang kita tidak tahu. Proses mencari tahu ini bisa dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada orang yang memang tahu tentang hal tersebut, atau bisa juga melalui buku-buku atau internet. Banyak sekali contoh-contoh hal buruk terjadi disebabkan karena ketidak-tahuan ini.

Islam telah menjelaskan tentang hal ini,
"Dan Kami tidak mengutus kamu, kecuali lelaki-lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada ahli dzikir* jika kamu tidak mengetahui." (An-Nahl: 43)

* Mengenai kenapa Al-Qur'an menggunakan istilah ahli dzikir pada ayat di atas, insya Allah akan kita bahas pada tulisan yang lain. Untuk sementara ini kita mengikut terjemahan dari Depag saja, yaitu diartikan sebagai 'orang yang memiliki ilmu pengetahuan'.

Proses bertanya, dalam banyak tempat disinonimkan sebagai proses belajar. Banyak belajar nyatanya memang berbanding lurus dengan banyak bertanya. Kita menyebutnya, kritis.  Dengan semakin banyak bertanya, diharapkan informasi yang diterima semakin banyak dan semakin pahamlah kita. Oleh karena itu bertanya dan belajar hendaknya kepada orang atau guru yang benar, dalam hal ini, orang yang mengerti tentang hal tersebut.

Namun masalahnya, dalam konteks kekinian, proses bertanya ini dilakukan bukan lagi untuk pembelajaran, namun lebih kepada mencari alasan untuk menghindari tugas atau pekerjaan tersebut.

Satu contoh yang masyur terabadikan di dalam Al-Qur'an adalah kisah Bani Israel yang diperintahkan untuk menyembelih seekor sapi betina. Namun karena keengganan dari Bani Israel untuk melaksanakan perintah tersebut, maka mereka mencari-cari alasan dengan kasratu 's-su'al (mengajukan banyak pertanyaan yang tidak penting).  Mereka bertanya bagaimana warnanya, usianya, dan keadaan sapi tersebut. Sehingga pada akhirnya, akibat dari pertanyaan-pertanyaan tersebut menyebabkan semakin bertambahlah kriteria yang dimaksud, dan menjadi beratlah tugas mereka. (Lihat Al-Baqaraah: 67-71)

Lalu bagaimana kita membedakan antara kritis dan kasratu 's-su'al?

Jawabannya tentu dari substansi pertanyaan itu sendiri. Atau dengan kata lain, 'apa yang ingin dicapai dari pertanyaan tersebut'. Jika memang pertanyaan itu mengharapkan informasi agar kita bisa melaksanakan perintah tersebut dengan benar, maka itulah kritis. Namun, jika berharap agar yang ditanya tidak mendapatkan jawaban (buntu), sehingga terbebas dari tuntutan pekerjaan, maka kita bisa menyebutnya sebagai kasratu 's-su'al. Dan sifat terakhir ini sangat dibenci oleh Allah subhanahu wa ta'ala.
"Sesungguhnya Allah meridlai kalian pada tiga hal dan membenci kalian pada tiga hal pula. Allah meridlai kalian: bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya; serta berpegang teguh kepada tali (agama) Allah seluruhnya; dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian: bila kalian suka qiila wa qaala (berkata tanpa dasar: katanya, katanya); kasratu 's-su'al (banyak bertanya yang tidak bermanfaat); serta menyia-nyiakan harta." (diriwayatkan Muslim)
 
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 14, 2012
ujungkelingking - Dalam masyarakat kita dewasa ini, istri berkarir (baca: bekerja) tak lagi menjadi hal yang tabu dan aneh. Tentunya ada banyak faktor yang mendorong terciptanya situasi tersebut. Yang paling sering saya dengar adalah faktor ekonomi, dimana kebutuhan hidup yang kian hari kian menanjak sehingga “memaksa” orang untuk menciptakan sumber pendapatan baru. Salah satunya, ya, dengan suami dan istri bekerja kedua-duanya.

Sebagai seorang suami yang notabene adalah kepala keluarga tentu memiliki alasan yang cukup benar sehingga harus mempersilahkan istrinya bekerja juga. Sang istri juga harus memiliki batasan-batasan tatkala ia meninggalkan rumahnya untuk mencari penghasilan dan tetap bisa melakukan kewajibannya ketika kembali ke rumah.

Sang suami, terlepas dari penghasilan mana yang lebih besar, tetaplah memegang fungsinya sebagai kepala keluarga. Tidak terlalu menjadi masalah jika gaji sang istri lebih kecil atau cuma sebagai tambahan saja, namun bagaimana jika gaji istri mendominasi? Inilah yang jika sang istri tidak pandai menempatkan diri akan bisa memicu titik-titik api dalam rumah tangga. Stigma bahwa laki-laki harus menghidupi keluarganya, pastilah akan menumbuhkan gengsinya. Di titik inilah sang istri harus bisa memberi pengertian kepada suami bahwa tetap dirinyalah (suami) yang menjadi penentu setiap keputusan yang harus dibuat.

Kemarin sore, secara tak sengaja saya mendengar obrolan dua rekan kerja saya. Intinya adalah bahwa suami masing-masing tidak pernah mereka beri tahu berapa pastinya gaji mereka. Dan suami-suami mereka toh juga tidak pernah protes.

Timbul pertanyaan menggelitik, apakah seorang suami (memang) tidak ingin tahu berapa gaji istrinya?

Hehe…, suami -dalam pandangan subyektif saya- sebenarnya yang dia tahu adalah dia harus membiayai kehidupan keluarganya. Jika istrinya memiliki penghasilan, berapa pun itu, maka terserah sang istri mau dipakai untuk apa uang itu. Gengsi laki-laki itu tinggi. Mungkin itu sebabnya dia kurang suka jika untuk melakukan kewajibannya harus dibantu dengan gaji sang istri.

Namun seperti yang ditulis diawal, jika ekonomi yang menjadi faktor penyebab bolehnya istri bekerja, maka mau atau tidak mau, gengsi atau tidak, sang suami harus sedikit bersusah-payah untuk menurunkan egonya agar permasalahan ekonomi keluarga bisa teratasi.

Toh, itu juga untuk kebaikan bersama.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 14, 2012

Monday, December 10, 2012

ujungkelingking - Kita sering mendengar ungkapan take and give. Biasa diartikan hak dan kewajiban atau menerima dan memberi.

Namun, ternyata ungkapan tersebut tidak terpakai di negara-negara lain. Di Amerika, misalnya, yang biasa dipakai adalah "give and take". Memberi dahulu, baru kemudian menerima. Melaksanakan kewajiban terlebih dulu, baru mendapatkan hak.

Secara kronologis hal tersebut tentu benar. Adalah salah besar jika kita bersikukuh menuntut hak, sementara terhadap kewajiban kita abai. Kita baru mau memberi ketika sudah menerima. Alangkah sempitnya hidup ini. Dan sudah barang tentu jika setiap kita mampu melaksanakan kewajiban dengan baik, maka secara otomatis dan tanpa perlu diminta pun, hak akan kita dapatkan. Jika kita sering memberi, maka sesering itu pula kita akan menerima.

Sebuah contoh klise, jika kita sebagai seorang pegawai maka kewajiban kita adalah bekerja dengan sebaik-baiknya dan membantu agar tujuan perusahaan tercapai. Sedang bagi sebuah perusahaan, maka kewajiban yang ada adalah menggaji pegawai dengan pantas. Jika dibalik, hak kita sebagai pegawai adalah mendapatkan upah, sedang hak bagi perusahaan adalah tercapainya tujuan mereka.

Jika kita hubungkan dengan aturan-aturan prinsip dalam Islam, maka inilah yang disebut dengan prinsip tawakkal. Lakukan yang menjadi bagian kita setelah itu serahkan hasilnya hanya kepada Allah.
"Dan memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusannya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaaq: 3)

Maka, usaha keras dan doa yang sungguh-sungguh bagi seorang Muslim adalah keharusan. Dan mengenai hasilnya -baik atau buruk- Allah-lah yang Maha Mengetahui apa-apa yang menjadi hak kita.

nb. Ditulis sebagai catatan pribadi
sebagai pengingat bagi penulis.
Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 10, 2012

Saturday, December 8, 2012

ujungkelingking - Bila kita mendengar istilah "salah pakai" atau "salah tempat", maka yang menjadi asumsi kita bahwa hal tersebut adalah hal yang salah, tidak benar, bisa juga memalukan dan membahayakan. Jadi, meskipun pada dasarnya hal tersebut adalah hal yang baik, namun jika salah kita dalam memakai dan menempatkannya maka hal tersebut bisa menjadi buruk.

Begitu juga dalam menerima dalil-dalil agama.

Islam adalah agama universal. Artinya penganut-penganutnya dari semua strata. Bisa orang-orang miskin atau orang kaya dan berpangkat, bisa rakyat biasa atau pemerintah, bisa laki-laki dan perempuan. Nah, ketika salah kita menempatkan dalilnya, akan menjadi salah pula dalam pentafsirannya. Ini yang kemudian mengkhawatirkan.

Ambil contoh sederhana, misalnya hadits yang menyebutkan bahwa senyum itu bisa menjadi sedekah,

"Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu." (Riwayat Tirmidzi) 

Menilik asbabu 'l-wurudh-nya (sebab-sebab turunnya hadits), hadits ini adalah untuk menjawab keluhan-keluhan shahabat yang gelisah ketika ingin bersedekah namun tidak memiliki kecukupan harta. Karena itu jika hadits ini diterapkan dan dijadikan pegangan oleh orang-orang yang memiliki kelebihan harta tentu tidak akan bisa menghasilkan impact yang diinginkan. Daripada menyedekahkan sebagian hartanya, tentu akan lebih "murah" menyedekahkan senyumannya. Padahal tidak demikian maksudnya.

Contoh lain, misalnya dalil tentang birru 'l-walidain (berbuat baik kepada kedua orangtua). Dalil-dalil yang seperti ini tentu lebih tepat bila dibaca oleh sang anak. Bila orangtua yang memakainya, bisa jadi dalil tersebut digunakan secara tidak bertanggung jawab. Eksploitasi, misalnya.

Dan tentu banyak lagi contohnya. Lalu bagaimana cara kita untuk menerima dalil-dalil semacam itu?


Berlaku adil adalah keharusan setiap Muslim

"...berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa..." (Al-Maaidah: 8)

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan..." (An-Nahl: 90)

Bahwa semua perintah dan larangan dalam Islam adalah baik, itu benar. Namun jangan lupa, agama ini juga mengajarkan untuk senantiasa berlaku adil. Adil adalah meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, dan merupakan antonim dari dlolim. Dengan ini, seorang Muslim memiliki kecakapan untuk menempatkan diri dan beribadah sesuai dengan kapasitasnya.

Adil juga didefinisikan sebagai sikap pertengahan. Yaitu dalam menerima dalil (baca: hukum agama), kita tidak terjebak diantara dua kesalahan sikap ini: sikap meremehkan, dan; sikap melebih-lebihkan.

Meremehkan berarti menganggap biasa dan mengurangi antusiasme dalam melaksanakan ibadah, sehingga pada dalil yang menunjukkan hukum sunnah, diamalkan sebagai hal yang "seolah-olah" mubah saja. Sedang sikap melebih-lebihkan adalah bersikap terlalu ekstrim, sehingga yang seharusnya bisa dihukumi sunnah, dianggap sebagai amalan wajib yang karenanya jika tidak dilakukan menjadi berdosa.

Seorang Muslim harusnya seorang yang cerdas. Dikarunikan akal kepadanya agar dia bisa berhukum dengan akalnya (dalil aqli), namun tetap harus selaras dengan nash-nash Al-Qur'an dan hadits (dalil naqli).

Wallahu a'laam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, December 08, 2012

Tuesday, December 4, 2012

ujungkelingking - Putra pertama kami, Zaki, sekarang punya kesenangan baru. Dia suka sekali merekam dengan hape punya ibunya. Dengan fasilitas voice recorder ia merekam apapun, entah itu nyanyinya, tertawanya, atau celotehannya yang ndak ada di kamus manapun.

Namun ada satu kejadian yang membuat saya tergelak ketika istri saya menceritakannya kepada saya. Kejadiannya terjadi beberapa hari yang lalu...

Saat itu istri saya hendak sholat Dhuhur. Si bungsu sedang terlelap, sedangkan kakaknya masih sibuk bermain-main sendiri. Sebelum sholat istri saya berpesan kepadanya untuk tidak naik ke atas kursi. Memang kami ada kursi kecil yang biasanya dinaiki anak kami untuk mengambil sesuatu di atas bufet. Kami memang jarang sekali melarang anak kami untuk -istilah saya- mengeksplorasi segala yang ada di ruangan. Hanya saja selalu dalam pengawasan saya atau ibunya.

Setelah berpesan begitu dan memastikan bahwa si sulung paham perintahnya, maka mulailah istri saya sholat.

Rakaat pertama..., rakaat kedua..., aman-aman saja. Namun menginjak rakaat ketiga terdengar bunyi kursi jatuh disusul kemudian tangisan anak kami. Ya, anak kami jatuh dari kursi! Istri saya mulai pecah konsentrasinya. Membatalkan sholat, atau teruskan saja? Tangisan anak kami semakin keras terdengar.

"Sakiitt, sakiitt... tolong, tolong..."

Istri saya semakin bingung. Akhirnya sholat dipercepat, sambil berdo'a mudah-mudahan tidak ada luka serius.

Selesai sholat, istri saya langsung menghampiri anak kami. Anda tahu apa yang dilihat istri saya?

Anak kami dalam posisi telungkup di lantai, masih menangis sesenggukan, sambil hape dengan kondisi "recording ON" berada tepat di depan bibirnya. Lalu dengan tampang innocent-nya, dimatikan perekamnya, kemudian diputar lagi. Sambil tersenyum mendengar suara tangisannya sendiri.

*Gubrakkk!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, December 04, 2012

Saturday, December 1, 2012

ujungkelingking - Dalam Al-Qur'an, surah Al-Anfaal ayat 65, Allah subhanahu wa ta'alaa berfirman:


يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَفْقَهُونَ

 "Hai, Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada duapuluh orang yang sabar diantara kami, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti." (Al-Anfaal: 65)

Ini menarik.

Secara ringkas, ayat di atas menyebut bahwa 20 orang yang sabar dapat mengalahkan 200 orang kafir, dan 100 orang yang sabar mampu mengalahkan 1.000 orang kafir. Secara matematis bisa kita katakan perbandingan untuk keduanya adalah 1:10.

Nah, pertanyaannya adalah, kenapa Al-Qur'an tidak langsung saja menyebut "satu orang yang sabar bisa mengalahkan sepuluh orang kafir"?

***

Jawabannya tentu rasional. Karena memang cukup mustahil bila satu orang melawan sepuluh orang sekaligus. Akan tetapi -ini yang tadi saya katakan menarik- menjadi bukan mustahil jika 20 orang bisa mengalahkan 200 orang. Kuncinya ada pada, team-work.

Satu orang bisa saja kewalahan melawan sepuluh orang. Namun dengan kerja-sama yang solid, strategi yang apik dari hanya beberapa orang akan mampu mengalahkan jumlah yang jauh lebih besar. Sejarah banyak berbicara tentang ini.

Dengan kerja-sama banyak hal yang tidak mungkin dilakukan menjadi mungkin saja terjadi. Sama seperti filosofi sapu lidi, dengan bekerja dalam tim, kelemahan bisa menjadi kekuatan yang diperhitungkan.

Dalam konteks makro, kerja-sama ini bisa diartikan dengan banyak hal. Dalam kehidupan bernegara misalnya, kerja-sama bisa dimaknai sebagai hubungan yang terintegrasi antara pemimpin, pemegang kekuasaan, penasehat (ulama), dan rakyat biasa. Dalam hal pekerjaan, bekerja-sama berarti saling melengkapi antara atasan, operator dan sesama rekan kerja.

Namun, yang tetap penting untuk digaris bawahi sebagaimana judul tulisan ini bahwa kerja-sama itu haruslah dalam hal yang bersifat kebaikan.

"... Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya." (Al-Maaidah: 2)
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, December 01, 2012

Thursday, November 29, 2012

ujungkelingking - Awalnya tidak banyak yang tahu tentang novel "The Da Vinci Code" yang ditulis oleh Dan Brown -yang kemudian diadaptasi ke layar lebar dengan judul yang sama. Setelah Paus Vatikan mengecam dan melarang beredarnya novel dan film tersebut, segera saja novel tersebut menjadi best seller!

"Innocence Of Mosleem", tiba-tiba saja menjadi film paling banyak dilihat setelah muncul gugatan dan reaksi keras dari banyak kalangan Muslim dunia.

Dan tentu masih banyak lagi contoh dari sesuatu yang pada awalnya orang tidak tertarik untuk tahu, namun ketika muncul larangan atau gugatan justru kemudian menyebabkan ketertarikan terhadap hal tersebut meninggi.

Asal mula istilah "streisand effect"

Adalah Barbara Joan Streisand (Barbara Streisand), seorang selebriti asal New York yang melayangkan gugatan terhadap Kenneth Adelman, fotografer yang dituduh telah memotret rumahnya dari udara, lalu mengunggahnya ke situs internet tanpa seijin dirinya. Barbara Streisand menganggap apa yang dilakukan Kenneth Adelman adalah melanggar privasinya. Tidak tanggung-tanggung, ia menuntut sekitar 52 juta dolar!

Meski pada akhirnya pihak pengadilan tidak mengabulkan tuntutannya, namun publik sudah kadung penasaran dengan foto yang digugat tersebut. Padahal sebelumnya tidak banyak orang yang tertarik untuk melihat seperti apa rumah Barbara Streisand, namun setelah kasus gugatannya masuk pemberitaan di media, dalam sekejab ribuan orang mengunduh gambarnya.

Sumber gambar: Google

Dari sinilah kemudian istilah "streisand effect" berkembang. Istilah untuk menyebut tentang rasa penasaran dan keingin-tahuan atas sesuatu yang dilarang.

Semakin dilarang, semakin dicari

Jika kita diberi lima buah kado yang boleh dibuka sekarang dan satu kado yang baru boleh dibuka 2 hari lagi, tentu pikiran kita akan terpusat pada satu kado yang tidak boleh langsung dibuka itu.


Rasa keingin-tahuan kita menjadi besar justru karena ada larangan tersebut.

Streisand Effect inilah yang dahulu menimpa Adam alaihissalaam sehingga harus diusir dari surga dan diturunkan ke bumi.

Sifat dasar manusia: ingin tahu

Ini adalah sifat alamiah dan manusiawi sehingga tidak mungkin bisa dihilangkan. Pada dasarnya, setiap kita memiliki sifat ini, hanya berbeda kadarnya pada masing-masing person: (1) ada yang sangat kuat sehingga dirasa perlu melakukan pelanggaran, dan; (2) ada pula yang masih dalam taraf biasa saja sehingga "kalau tidak diberi tahu ya sudah".

Dalam kisah Adam alaihissalaam, sebenarnya Adam masih masuk golongan yang kedua. Namun Syaithan berhasil menipu dan membujuknya sehingga ia berani melanggar larangan Allah (lihat Al-Baqaraah: 36).

Lalu bagaimana sikap kita ketika sifat ini menimpa kita?

Jawabannya tentu kembali kepada penilaian kita masing-masing. Apakah sifatnya agama (baca: tauqifiyah) atau hanya keduniaan saja? Apakah hal tersebut memang sangat penting sehingga kita harus tahu meski itu harus menabrak hak-hak orang lain dan etika dalam agama? Atau apakah jika kita tidak tahu maka akan menimbulkan kemudharatan yang lebih besar? Allah menganugerahkan kepada kita -manusia- akal, yang ketika semakin dewasa maka seharusnya semakin berpikir, semakin menimbang dan (mungkin) semakin bisa mengukur resikonya.


*dari beberapa sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, November 29, 2012

Saturday, November 24, 2012

ujungkelingking - KH. Agus Ali Mashuri, seorang ulama' yang juga pengasuh di Pesantren Bumi Sholawat -kebetulan pesantren ini dekat dengan tempat tinggal saya- pernah menulis di tweetnya begini, "Jangan sekali-kali merasa malu memberi walaupun sedikit, sebab tidak memberi pasti lebih sedikit nilainya".

Dok. Pribadi

Saya sangat tertarik dengan kata-kata tersebut, karena bagi saya kata-kata tersebut dapat memotivasi untuk lebih sering memberi (baca: bersedekah), meski dalam jumlah yang tidak seberapa. Namun tentu saja, memberi lebih banyak akan jauh lebih banyak nilai (pahalanya).
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menfkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulirnya seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqaraah:261)

Banyak yang menulis tentang keajaiban sedekah. Bahwa setiap sedekah itu akan dibalas hingga 700 kali lipat! Atau minimal 10 kali lipat berdasarkan keumuman ayat di bawah ini;
Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya, dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (Al-An'aam:160)

Inilah janji Allah. Dan ketika Allah sudah berjanji, maka hal itu hakikatnya bukanlah janji melainkan ketetapan-Nya. Dan segala ketetapan-Nya pastilah akan terjadi.

Nah, fakta menariknya adalah bahwa Allah tidak pernah butuh terhadap amal baik atau sedekah kita. Karena itulah setiap kali kita bersedekah, maka sedekah itu akan langsung dikembalikan kepada kita dengan lebih banyak dan segera! Jika kita bersedekah Rp.10.000,- misalnya, maka uang itu akan dikembalikan kepada kita dengan jumlah minimal Rp.100.000,-. Ini minimal lho, dan ini bisa dibuktikan!

Namun yang harus diingat adalah bahwa pengembalian Allah itu tidak selalu berbentuk uang. Pengembalian dari Allah itu bisa saja berupa benda, hadiah dari seseorang, atau keselamatan. Misalnya, biaya untuk operasi patah tulang karena  kecelakaan motor adalah sekitar satu juta rupiah. Namun karena kita pagi hari tadi sempat bersedekah seratus ribu, maka Allah memberi pengembalian berupa diselamatkan dari kecelakaan motor sehingga kita tidak jadi mengeluarkan uang untuk operasi.

Memang, segala yang baik perlu dipaksakan pada awalnya. Butuh latihan. Apalagi ketika kita merasa bahwa uang yang ada pada kita tinggal sedikit, sehingga bersedekah meski cuma beberapa ribu akan terasa sangat berat.


Lalu, bagaimana mensiasatinya?

Islam, menilai lebih untuk kontinuitas. Hal yang remeh namun istiqomah lebih dihargai daripada hal yang besar namun cuma "sekali pakai".

Jadi seperti ungkapan yang saya kutip diatas, mulailah bersedekah setiap hari meski seribu atau dua ribu rupiah. Tak peduli kepada siapa, pengemis atau pengamen, anak jalanan atau penjaga perlintasan kereta api. Tidak peduli akan digunakan untuk apa uang tersebut, jangan sok ikut-ikutan mengatur rejeki orang. Ada Allah yang Maha Mengatur. Maksudnya begini, jika memang uang pemberian kita itu adalah merupakan rejeki bagi orang tersebut, maka uang itu akan bermanfaat bagi dia. Namun, jika uang itu bukanlah rejeki dia, maka akan ada saja cara uang itu berpindah darinya tanpa ada nilai pahala dan manfaatnya.

Dan jangan pikirkan uang itu lagi. Ini definisi ikhlas, menurut saya. Tidak akan terasa berat jadinya.

Yang berat itu hanya jika kita tidak ikhlas.

Setelah itu, tunggulah pengembalian dari Allah. Jika Anda diberi banyak, maka lebih banyaklah lagi dalam memberi. Itu definisi syukur.

Dan selalulah ingat bahwa pengembalian yang paling berguna bagi kita adalah pengembalian berupa kesehatan. Karena saat kita sakit, harta yang banyakpun sering tak banyak membantu.

Bersegeralah dalam bersedekah. Karena bala' bencana itu tidak pernah bisa mendahului sedekah. (Hadits Rasulullah)

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, November 24, 2012

Monday, November 19, 2012

ujungkelingking - Menyampaikan dakwah kepada masyarakat awam bukanlah hal yang mudah. Seringkali bukan penerimaan yang didapat, namun justru penolakan yang keras.

Apa yang salah?

Hidayah memang milik Allah, namun Dia membuat hidayah itu teranugerahi kepada seseorang melalui usaha. Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam –tauladan kita- mencontohkan, ketika beliau mengutus shahabat Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhumaa untuk berdakwah ke Yaman beliau menyampaikan pesan yang cukup singkat kepada keduanya.
"Mudahkan urusan dan jangan mempersulit. Beri kabar gembira dan jangan membuat mereka lari." (Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Mu’adz bin Jabal sholat Isya' bersama Rasulullah lalu pulang ke masjid kampungnya di Bani Salimah dan mengimami sholat orang-orang di sana dengan membaca surat Al-Baqarah. Karena sholat tersebut cukup panjang, seorang laki-laki kemudian ada yang keluar dari barisan dan memilih sholat sendiri. Maka setelah itu Mu’adz menegurnya. Laki-laki ini tidak terima dan mengadu kepada Rasulullah bahwa sholat Mu’adz terlalu panjang sedangkan dia telah lelah bekerja seharian. Rasulullah pun menegur Mu’adz, lalu bersabda,
“Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat lari orang lain.”

Kita, sering tanpa sadar menjadi orang yang termasuk dalam sabda Rasulullah di atas ketika kita mendakwahkan hal-hal yang memberatkan mereka, yaitu dengan menekankan hal-hal yang sunnah “seolah” menjadi wajib, dan menekankan hal mubah “seolah” menjadi makruh atau bahkan haram.

Tulisan ini bukan untuk melemahkan semangat kita untuk menjalankan yang sunnah dan menjauhi yang mubah, namun untuk memberi pengertian bahwa seringkali kita mendakwahkan sesuatu yang tanpa kita sadari ternyata memberatkan objek dakwah kita, yaitu dengan mengesankan bahwa yang sunnah itu wajib, dan yang mubah itu makruh atau haram.

Dakwahkanlah bagi mereka yang awam, yang mudah dan tidak menyulitkan, supaya tidak lari duluan. Yang wajib dulu dan yang paling mudah mereka terima, sebelum yang sunnah. Ketika mendakwahkan hal-hal yang diharamkan Allah, juga perlu pelan-pelan. Jangan sampai belum apa-apa sudah bid’ah, sudah haram. Mungkin tidak ada yang salah dari dakwah itu, namun semua itu ada urutannya, ada tahapnya.

Diambil dari Muslim.or.id
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, November 19, 2012

Monday, November 5, 2012

ujungkelingking - Rasulullah shallahu alaihi wa salaam sedang bersama sahabat-sahabat beliau: Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan ‘Ali bin Abi Thalib, radhiallahu anhum. Mereka bertamu ke rumah Ali radhiallahu anhu, dan istrinya Fathimah Az Zahra radhiallahu anha -putri kesayangan Rasulullah- menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan, sehelai rambut ikut di dalam mangkuk itu. Rasulullah kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut. Mangkuk yang cantik, madu yang manis, dan sehelai rambut.

Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu berkata, "Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut."

Umar bin Khattab radhiallahu anhu berkata, "Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Utsman bin Affan radhiallahu anhu berkata, "Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata, "Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Fathimah Az Zahra radhiallahu anha berkata, "Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali mahramnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Rasulullah shallahu alaihi wa salaam berkata, "Seseorang yang mendapat taufiq untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, beramal dengan amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Malaikat Jibril alaihissalaam berkata, "Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."

Sumber: kisahislami.com
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, November 05, 2012

Thursday, November 1, 2012

ujungkelingking - Excel lagi, excel lagi... Mudah-mudahan gak bosen yah!

Kali ini kita belajar salah satu (eh, salah dua) fungsi dalam excel yang cukup menarik, yaitu COMBIN (combine) dan PERMUT (permutations). Fungsi ini akan membantu kita untuk mendapatkan berapa sebenarnya jumlah kombinasi yang dapat dihasilkan dari 2 bentuk. Ini tentu berbeda dengan menjumlah.

Sintaks untuk fungsi yang pertama adalah:

=COMBIN(banyaknya_item;kelompok_ukur)

Contoh:
Seorang pemilik rumah bermaksud untuk mengecat rumahnya. Untuk itu dia membeli 4 kaleng cat dengan macam warna yang berbeda. Namun dia ingin bahwa dalam satu dinding hanya boleh ada 2 kombinasi warna, dan tidak boleh sama dengan dinding yang lain. Nah, jika pertanyaannya adalah berapa jumlah kombinasi 2 warna yang bisa dihasilkan dari 4 macam warna cat tersebut, bagaimana kita menghitungnya?

Jawab:
Anggap saja keempat warna tersebut adalah merah, hijau, kuning dan biru. Karena dibutuhkan kombinasi 2 warna saja, maka pada excel bisa kita tuliskan:

=COMBIN(4;2)

Hasilnya, 6. Ini berarti ada 6 bentuk kombinasi 2 warna. Lebih jelasnya lihat gambar berikut:



***

Sedang sintaks untuk fungsi PERMUT adalah:

=PERMUT(banyaknya_item;jumlah_kelompok)

Lebih mudahnya untuk mengenali fungsi ini adalah pada jumlah kemungkinan kombinasi huruf pada password sekian digit.

Misalnya jika ada 4 huruf yaitu: A, B, C dan D yang akan digunakan untuk membuat password yang terdiri dari 2 digit saja, maka dengan fungsi PERMUT kita akan tahu bahwa ada 12 kemungkinan yang bisa digunakan.



Sengaja menggunakan contoh yang sama, agar kita bisa tahu perbedaannya. Harap maklum, jika istilah-istilahnya banyak yang salah.

Sekedar catatan pribadi, biar enggak lupa. Semoga berguna.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, November 01, 2012

Wednesday, October 24, 2012

ujungkelingking - Bila kita hendak menjadikan suatu angka menjadi sebuah angka desimal (koma nol nol), pada worksheet excel tentu sangat mudah sekali. Anda tinggal mencari increase decimal pada deretan tool bar-nya.


Namun, jika kita berharap hasil yang muncul adalah sebuah text, maka kita bisa menggunakan fungsi FIXED disini. Penulisannya adalah =fixed(number;decimal;no_commas).

  • Pada number, diisi dengan sel yang berisi data numerik
  • Pada decimal, diisi dengan berapa digit angka nol yang ada di belakang koma
  • Yang terakhir ini diisi dengan TRUE atau FALSE, namun bisa juga diisi dengan angka nol

Misalnya, data numerik tersebut berada pada sel A1, maka pada sel lain yang kosong dapat kita tuliskan,

=FIXED(A1;2;0)

maka, hasil yang muncul adalah dengan tambahan 'koma nol nol'.


Sekedar informasi saja, angka yang dihasilkan dari penggunaan fungsi FIXED adalah berupa text, dan bukan numerik lagi. Cara membuktikannya kita bisa menggunakan fungsi LEN, yang berguna untuk menghitung jumlah karakter.

Dengan mengetikkan =LEN(sel), maka pada contoh yang pertama dihasilkan 3 (artinya 3 karakter). Akan tetapi bila kita terapkan pada contoh yang kedua akan menghasilkan 6 (6 karakter), yaitu 'satu', 'dua', 'tiga', 'koma', 'nol', dan 'nol'.

Nah, semoga berguna!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, October 24, 2012

Monday, October 22, 2012

ujungkelingking - Hari Minggu kemarin barangkali adalah hari yang paling memberi pelajaran berharga bagi kami, terutama saya yang setiap hari berangkat kerja menggunakan motor.

Siang itu, kami baru pulang dari menghadiri sebuah undangan resepsi pernikahan salah satu famili. Dengan mengendarai motor, saya membawa serta istri dan kedua balita kami.

Di tengah perjalanan, pada suatu pertigaan, saya mulai meningkatkan kewaspadaan. Dari arah sebelah kiri saya hanya ada sebuah motor dan sudah melewati saya. Sedang dari arah sebelah kanan sebuah truk bermuatan. Dalam hitungan saya, jika saya tetap mempertahankan kecepatan motor, maka saya dapat melintang terlebih dahulu baru kemudian truk bermuatan itu akan melewati belakang saya.

Namun, pada saat posisi saya sudah hampir di tengah jalan, tiba-tiba muncul sebuah motor di depan truk tersebut! Saya sendiri tidak tahu dengan pasti apakah motor itu memang sudah ada dari tadi dan saya tidak melihatnya, atau motor itu baru saja menyalip truk yang ada di arah kanan saya?

Jarak saya dengan motor itu hanya beberapa meter saja. Kami memang sama-sama mencoba mengurangi kecepatan, namun dengan jarak sependek itu sepertinya hal itu percuma saja. Dalam sedetik sempat terlintas dalam pikiran saya, "tabrakan akan terjadi!". Dan dalam posisi seperti itu tak ada yang bisa kami lakukan selain memasrahkan segala kemungkinan kepada-Nya.

Seandainya saja -ini "seandainya", ya- jika kecelakaan itu terjadi maka ceritanya tidak hanya akan berhenti sampai disini saja, karena dari arah kiri kemudian muncul sebuah mini van berwarna merah. Jika tabrakan itu terjadi maka motor yang saya tumpangi bersama istri dan kedua balita saya kemungkinan besar akan terjatuh ke kiri atau agak maju sedikit, dan akan segera "disambut" mini van merah itu! Atau truk bermuatan?

Namun, alhamdulillah semua itu tidak terjadi. Dengan kondisi rem saya yang tidak bagus, maka meskipun mengerem motor saya seperti meluncur begitu saja. Dan itu bagus, karena ternyata dengan itu kami bisa menghindari tabrakan. Subhanallah. Setelah sadar bahwa kami lolos dari motor tersebut, saya sedikit lega. Namun saya kemudian menyadari bahaya lain yang datang dari arah kiri: mini van merah! Refleks, saya membanting setir ke kanan, ke tengah jalan. Beruntungnya, truk bermuatan itu belum datang sehingga kemudian saya dapat segera memacu motor lagi melanjutkan perjalanan. 

***

Yang paling shock dengan kejadian ini tentu istri saya. Bahkan sampai tiba di rumah pun istri saya sampai tidak mau makan apa-apa.

Buat istriku, maaf ya. Lain kali aku akan lebih berhati-hati lagi.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, October 22, 2012

Thursday, October 18, 2012

ujungkelingking - Saat kita meninggal dunia dan dikuburkan, maka beberapa waktu lamanya jasad kita akan menjadi tulang-belulang. Kemudian setelah beberapa tahun, tulang-belulang itu pun akan hancur dan berubah menjadi semacam biji. Dan di dalam biji tersebut kita akan menemukan satu tulang yang sangat kecil. Tulang itu disebut 'ajbudz dzanab atau tail-bone (tulang ekor).



Dan dari tulang inilah kita akan kembali dibangkitkan.
"Tidak ada bagian dari tubuh manusia kecuali akan hancur (dimakan tanah) kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor, darinya manusia dirakit kembali pada hari Kiamat." (Al-Bukhari: 4935)
Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah shallallhu alaihi wa salaam bersabda, "Seluruh bagian tubuh anak Adam akan (hancur) dimakan tanah kecuali tulang ekor ('ajbudz dzanab), darinya tubuh diciptakan dan dengannya dirakit kembali." (Muslim: 2955)

Belasan abad lamanya, hadits tersebut menjadi hal yang tidak mungkin bisa dijelaskan dengan logika. Seiring berjalannya waktu beberapa penelitian ilmiah mampu menjelaskan kebenaran hadits tersebut dikemudian hari. Seiring kemajuan teknologi, fungsi organ tersebut kian terkuak: tulang ekor menyangga tulang-tulang di sekitar panggul dan merupakan titik pertemuan dari beberapa otot kecil. Tanpa tulang ini, manusia tidak akan bisa duduk nyaman.

Seorang ilmuwan Jerman, Han Spemann, berhasil mendapatkan hadiah nobel bidang kedokteran tahun 1935. Dalam penelitiannya ia dapat membuktikan bahwa asal mula kehidupan adalah tulang ekor. Darinyalah makhluk hidup bermula.

Dalam penelitiannya ia memotong tulang ekor dari sejumlah hewan melata, lalu mengimplantasikan ke dalam embrio organizer atau pengorganisir pertama. Saat sperma membuahi ovum, maka pembentukan janin dimulai. Ketika ovum telah terbuahi (zigot), ia terbelah menjadi dua sel dan terus berkembang biak. Sehingga terbentuklah embryonic disk (lempengan embrio) yang memiliki dua lapisan. Lapisan pertama, external epiblast yang terdiri dari cytotrophoblasts, berfungsi untuk menyuplai makanan embrio pada dinding uterus, dan menyalurkan nutrisi dari darah dan cairan kelenjar pada dinding uterus. Sedangkan lapisan kedua, internal hypoblast yang telah ada sejak pembentukan janin pertama kalinya. Pada hari ke-15, lapisan sederhana muncul pada bagian belakang embrio dengan bagian belakang yang disebut primitive node (gumpalan sederhana).

Dari sinilah kemudian beberapa unsur dan jaringan, seperti ectoderm, mesoderm, dan endoderm terbentuk. 
Ectoderm, membentuk kulit dan sistem syaraf pusat. Mesoderm, membentuk otot halus sistim digestive (pencernaan), otot skeletal (kerangka), sistem sirkulasi, jantung, tulang pada bagian kelamin, dan sistem urine (selain kandung kemih), jaringan subcutaneous, sistem limpa dan kulit luar. Sedangkan, endoderm, membentuk lapisan pada sistim digestive, sistem pernafasan, organ-organ yang berhubungan dengan sistem digestive (seperti hati dan pancreas), kandung kemih, kelenjar thyroid (gondok), dan saluran pendengaran. Gumpalan sederhana inilah yang mereka sebut sebagai, tulang ekor.

Pada penelitian lain, Han mencoba menghancurkan tulang ekor tersebut. Ia menumbuknya dan merebusnya dengan suhu panas yang tinggi dan dalam waktu yang lama. Setelah menjadi serpihan halus, ia mencoba mengimplantasikan bubuk tulang itu pada janin lain yang masih dalam tahap permulaan embrio. Hasilnya, tulang ekor itu tetap tumbuh dan membentuk janin sekunder pada guest body (organ tamu). Meskipun telah ditumbuk dan dipanaskan sedemikian rupa, tulang ini tidak "hancur"
.

Dr. Othman al-Djilani dan Syaikh Abdul Majid juga melakukan penelitian serupa. Pada Ramadhan 1423 H, mereka berdua memanggang tulang ekor dengan suhu tinggi selama sepuluh menit. Tulang pun berubah menjadi hitam pekat. Kemudian keduanya membawa tulang itu ke al-Olaki Laboratory, Sana’a, Yaman, untuk dianalisis. Setelah diteliti oleh Dr. al-Olaki, profesor bidang histology dan pathologi di Sana’a University, ditemukanlah bahwa sel-sel pada jaringan tulang ekor tidak terpengaruh. Bahkan sel-sel itu dapat bertahan walau dilakukan pembakaran lebih lama!

Dari sinilah, balasan pada hari kiamat kelak tidak akan pernah tertukar. Dari tulang ekor inilah, manusia akan kembali dicipta, dan mereka akan diberi balasan sesuai dengan kadar amal-amal mereka.

Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata. Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa kepada kejadiannya, ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?" Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pada kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk." (QS. Yaassin: 77-79)

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?" (Fushshilat: 53) 

Maha besar Allah dengan segala Kekuasaannya

nb: di-share dari Google+
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, October 18, 2012

Friday, October 12, 2012

ujungkelingking - Kita kerap mendengar seorang ibu yang memarahi anaknya dengan sebutan "anak nakal", dan sebagainya. Namun tahukah kita bahwa melabeli anak dengan sebutan seperti itu justru menimbulkan "pembenaran" dalam diri si anak bahwa dirinya memang nakal. Dampaknya, jika tidak menjadikan anak kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sendiri, dia akan kehilangan kepercayaan terhadap orang lain.

Faktanya, tidak ada anak yang nakal. Karena setiap anak pada dasarnya dilahirkan dengan membawa kecerdasan yang berbeda-beda. Menurut seorang ahli riset dari Amerika, Prof. Howard Gardener, ada 8 kecerdasan pada manusia. Delapan macam kecerdasan yang dimiliki setiap anak. Nah, salah satu hal yang wajib dimiliki oleh setiap orang tua adalah kemampuan membaca kecerdasan yang dimiliki oleh anaknya.

Delapan macam kecerdasan itu adalah:

1.
Kecerdasan liguistik, yaitu kemampuan untuk menggunakan lisan-tulisan secara baik dan efektif. Termasuk juga dalam hal ini adalah kepekaan terhadap suara, intonasi, urutan kata, arti suatu kata dan pengaruhnya dalam penyampaian suatu informasi.

2.
Kecerdasan logik-matematik, yaitu kemampuan dalam memecahkan masalah dan mencari jalan keluar yang masuk akal (logis). Biasanya menyukai angka, urutan, logika dan keteraturan. Ia juga mampu melakukan proses berpikir deduktif (besar ke kecil) dan induktif (kecil ke besar).

3.
Kecerdasan visual-spasial, yaitu kemampuan melihat atau mengamati hal-hal secara visual dan spasial (ruang) dengan akurat. Kecerdasan ini termasuk dalam hal warna, garis, bentuk, ruang, ukuran, dan hubungan-hubungannya serta kemampuannya untuk melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.

4.
Kecerdasan musikal, yaitu kemampuan menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan segala yang berkaitan dengan musik.

5.
Kecerdasan interpersonal, yaitu kemampuan untuk mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Memiliki kepekaan pada ekspresi wajah, suara dan bahasa tubuh orang lain, juga mampu memberikan respon balik secara efektif-komunikatif.

6.
Kecerdasan intrapersonal, yaitu kemampuan yang ada hubungannya dengan kesadaran tentang diri sendiri. Kecerdasan ini membantunya memahami kekuatan sekaligus kelemahan diri sendiri. Biasanya sangat menghargai nilai etika dan moral.

7.
Kecerdasan kinestetik, yaitu kemampuan dalam menggunakan tubuh secara terampil untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaan. Termasuk juga keterampilan fisik dalam hal koordiansi, keseimbangan, daya tahan, kelenturan dan kecepatan.

8.
Kecerdasan naturalis, yaitu kemampuan untuk mengenali, membedakan (meng-kategorikan) apa yang dijumpainya.

***

Maka dari itu jangan pernah berpikir bahwa anak kita nakal. Mulai sekarang berpikirlah tentang kecerdasan yang dimillikinya, then explore it!

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, October 12, 2012

Thursday, October 11, 2012

ujungkelingking - Menghitung Gaji Lembur Karyawan Dengan Excel

Dengan asumsi gaji lembur karyawan per jam adalah 20.000,-, maka buatlah sebuah tabel sederhana seperti contoh di bawah ini:


Setelah itu untuk mengetahui durasi waktu lembur, pada sel F4, ketikkan =E4-D4 (jam selesai dikurangi jam mulai). Lalu lakukan dragging (untuk meng-copy rumus) ke bawah.


Selanjutnya, kita gunakan kolom-kolom di sebelahnya untuk mengambil hitungan jam dan menitnya. Jika pada H4 kita masukkan =HOUR(F4), maka kita akan mendapatkan hasil 0, karena durasi lembur tidak sampai satu jam.

Untuk mendapatkan menit-nya, pada sel I4 kita masukkan =MINUTE(F4). Dan kita dapatkan hasil 30. Artinya 30 menit.


Maka, langkah terakhir kemudian adalah menentukan besaran gajinya. Pada J4, masukkan =(H4*$F$10)+(I4/60*$F$10). Sederhananya, kalikan jam dengan gaji lembur per jam, kalikan menit dengan gaji lembur per jam, lalu tambahkan.


Selesai.

Note: Penggunaan tanda $ pada fungsi di atas didapatkan dengan menekan tombol F4 pada keyboard Anda. Kegunaannya adalah untuk mengikat rumus (dalam hal ini sel F10) agar tidak ikut bergeser saat kita melakukan dragging ke bawah.

Semoga bermanfaat!

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, October 11, 2012

Saturday, September 22, 2012

ujungkelingking - Artikel ini saya sharing dari status teman di G+, tentang bagaimana cara memilih SPBU dan mengisi bensin yang benar.


1. Isilah bensin di SPBU Pertamina

Pernah memperhatikan plang nama besar saat menuju ke SPBU? Di daerah saya biasanya tertera angka 51.xxx.xx atau 54.xxx.xx. Anda tentu tahu maksudnya. Digit pertama dari kode tersebut menandakan kode wilayah, sedang digit keduanya mengandung arti kepemilikan. Kepala 5 berarti SPBU berdomisili di Surabaya dan sekitarnya (atau Jawa Timur?). Digit kedua, jika angka 1 berarti kepemilikan Pertamina sendiri. Sedangkan angka 4 berarti kepemilikan swasta atau dealer.

Digit pertama angka 3, berarti SPBU ini berada di wilayah Jakarta atau Jawa Barat
(blognyamitra.wordpress.com)

Ada tiga kategori SPBU, yaitu COCO (Company Owned Company Operated); CODO (Company Owned Dealer Operated); dan DODO (Dealer Owned Dealer Operated). Ini berdasar pada situs spbu.pertamina.com

Nah, karena dikendalikan oleh pertamina, maka kualitas SPBU model COCO dan CODO diyakini lebih baik dibanding DODO. Dari segi bisnis bisa dipahami bahwa agar bisa balik modal dengan cepat, banyak pedagang melakukan cara-cara yang tidak benar.

2. Ketika mengisi bensin, perhatikan agar tuas handle selang dalam keadaan terlepas

Banyak oknum yang curang dengan memainkan takaran bensin dengan cara menekan-nekan tuas handle selang ketika sedang mengisi bensin ke dalam tangki kita sehingga jumlah bensin yang kita terima lebih sedikit dari apa yang seharusnya.

3. Isilah bensin ketika hari masih pagi

Ingat bahwa semua SPBU memiliki tangki penyimpanan di bawah tanah. Semakin pagi, berarti semakin dingin tanah dan temperaturnya, maka semakin padat/kental bahan bakarnya. Jika temperatur mulai panas/hangat, maka bahan bakarnya akan mengembang.

Jadi jika membeli bahan bakar pada siang hari atau petang hari, sebenarnya bahan bakar yang diisikan ke dalam tangki kendaraan Anda jelas lebih sedikit dibanding jumlah liter yang Anda beli. Dalam bisnis perminyakan, gravity yang spesifik dan temperatur: bensin, diesel dan bahan bakar pesawat jet, ethanol dan produk minyak lainnya punya peranan penting. Kenaikan 1° merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam bisnis ini. Tetapi -tentu- SPBU tidak memberikan Anda kompensasi karena temperatur.

4. Isilah bensin saat tangki Anda masih setengah penuh

Alasannya adalah semakin banyak bahan bakar yang ada di tangki kendaraan, maka semakin sedikit udara yang ada di bagian tangki yang kosong. Bensin menguap lebih cepat dari pada yang bisa kita bayangkan.

Dalam bisnis perminyakan biasanya tangki penyimpanan bensin mempunyai apa yang kita sebut atap yang mengapung (floating roof) yang berfungsi sebagai clearance zero antara bensin dan atmosfer sehingga penguapannya bisa dikurangi. Tetapi hal itu tidak terdapat di SPBU.

5. Jangan mengisi bensin ketika ada truk bahan bakar sedang mengisi tangki penyimpanan

Hampir pasti bensin/solar akan teraduk saat bahan bakar dipompakan dari truk ke tangki penyimpanan SPBU, dan kemungkinannya akan ada kotoran di dasar tangki penyimpanan yang teraduk naik dan terikut masuk ke tangki kendaraan Anda.

Anda mau menambahkan?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, September 22, 2012
ujungkelingking - Hari selasa kemarin, 4 September 2012, adalah hari pertama Zaki bersekolah. Yup, dia mulai masuk Play Group! Tempatnya sendiri tidak terlalu jauh dari rumah kami, cuma berjarak sekitar 500 m. Namun karena sambil menggendong si Daffa, akhirnya proses antar-jemput Zaki pun harus menggunakan sepeda pancal.

Dapat dua seragam, busana Muslim dan kaos olahraga. Dua-duanya kebesaran. Sempat di-permak sama ibunya, namun masih saja kegedean. Memang anak kami saja yang posturnya kecil. Hmmmm...

Kedodoran ya, Kak?

Setiap anak memiliki kecerdasannya masing-masing. Pada Zaki, ia memiliki tingkat agretifitas yang cukup tinggi. Guru-gurunya di sekolah menyebutnya sebagai kecerdasan kinestetis. Mungkin ini yang oleh orang awam disebut dengan hyper-aktif. Tidak bisa berhenti meski cuma sebentar. Selalu bergerak, dan selalu ada saja yang dianggapnya sebagai permainan. Apalagi Zaki sedikit "usil" kepada adiknya.

Karena itulah hal yang penting untuk diperhatikan adalah ketika kita bermaksud melarang anak-anak seperti Zaki adalah dengan tidak menggunakan kata "jangan". Karena ketika kita melarangnya dengan, misalnya "jangan lari!", atau "jangan nakal!", maka secara otomatis kata "jangan" itu akan hilang dari otaknya, sehingga yang dipahaminya hanya "lari!", "nakal!", dst.

Solusinya adalah dengan mengalihkan perhatiannya dengan melakukan hal yang lain.

Cara tersebut memang kadang berhasil, dan kadang tidak. Tapi itulah anak-anak. Dan mau-tidak mau kami harus terus belajar, berusaha dan mencoba melakukan "apa yang seharusnya dilakukan" orang tua terhadap anak-anaknya.

Keep fight!

Sedang merenung?

Rabbii hablii min ash-sholihiin...

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, September 22, 2012

Wednesday, September 19, 2012

ujungkelingking - Sekilas mengamati perkembangan kasus video Innocence of Mosleem –tentang peghinaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam- yang diunggah di youtube pada 11 (atau 12?) September kemarin, yang menyebabkan kecaman dan protes di berbagai negara di dunia. Bahkan korban luka dan tewas berjatuhan, baik di pihak demonstran pun juga polisi.

Banyak yang menyayangkan reaksi spontan dari kaum Muslimin itu. Tidak sedikit pula yang menganggap bahwa terunggahnya video tersebut adalah “jebakan” untuk men-justifikasi bahwa Islam itu memang mengajarkan kekerasan dan teror. Mereka berpendapat jika kita melakukan protes keras semacam itu –bahkan sampai terjadi bentrok- maka sebenarnya kita telah memuluskan tujuan video tersebut. Memecah umat Islam dengan cara seperti ini adalah hal yang mudah. Karena itu hal paling relevan adalah mengabaikan video tersebut. Mereka juga mengatakan bahwa Rasulullah dahulu saja diam-tidak merespon apa-apa ketika diri beliau diolok-olok kaum kafir Qurays, jadi kenapa kita musti marah-marah ketika Rasul diejek?

Namun di lain pihak, ada juga yang berpendapat bahwa hal-hal yang semacam ini tidak boleh dibiarkan. Sebab jika diabaikan, bukan tidak mungkin mereka merasa bahwa umat Islam baik-baik saja lalu mengunggah video yang lain. Ketika saat itu kita juga diam, dan seterusnya juga diam, lalu dimana izzah kalian, wahai kaum Muslimin?! Orang-orang di luar Islam akan seenaknya saja mengobok-obok Islam.

Bahwa dahulu Rasulullah ­shallallahu alaihi wa salaam diam saja, hal itu karena yang diolok-olok adalah diri beliau sendiri. Personal. Karena itu beliau bersabar. Tapi lihat ketika yang dilecehkan adalah agama, maka perang, adalah hal yang hampir tidak terelakkan.

Nah, ketika kita menerapkan rumusan ini dalam kehidupan kita, maka ketika diri kita yang diejek dan diperolok, bereaksi diam dan bersabar adalah respon yang diajarkan. Namun jika agama yang dilecehkan (termasuk di dalamnya adalah Allah dan Rasul-Nya) maka keharusan bagi kita adalah mengecam dan memprotes!

Namun satu hal yang penting untuk digaris-bawahi adalah bahwa kecaman dan protes kita hendaknya sesuai dengan kapasitas kita sebagai warga negara. Bahwa kita harus bereaksi, adalah benar. Namun, merusak fasilitas publik, apalagi yang sampai menimbulkan korban jiwa adalah hal yang dilarang Islam.

Maka bagi seorang presiden, kecamlah dan proteslah dengan kekuasaan yang dimilikinya. Bagi seorang politikus, kecamlah dengan menggunakan fasilitas politiknya. Bagi seorang yang melek teknologi, proteslah dengan teknologi yang dikuasainya. Mungkin memblokir peredarannya atau sekedar men-dislikes videonya bukan hal yang sulit. Bagi yang memiliki jaringan luas di jejaring sosial bisa melakukan klarifikasi dari sana. Bagi kita –masyarakat sipil- yang tidak memiliki kekuasaan dan ilmu apa-apa, maka proteslah dengan do’a dan mencoba mempertebal keyakinan kita dengan lebih banyak lagi mempelajari Islam.

Mudah-mudahan Allah berkenan menampakkan kekuasaanNya.

Dan tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak bereaksi. Diam dan abai, adalah hal yang naif.


من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم يستطع فبقلبه ، وذلك أضعف الإيمان  رواه مسلم

Barang siapa diantara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Maka bila ia tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Maka bila ia tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman. (Muslim)

Hasbunallah wa ni’mal wakiil…  
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, September 19, 2012

Friday, September 14, 2012

ujungkelingking - Berbicara tentang manusia sebagai makhluk sosial, maka kita akan menemukan bahwa suatu individu –secara langsung atau tidak- memiliki keterkaitan dengan individu-individu lain. Bahwa seseorang untuk kelangsungan hidupnya membutuhkan bantuan dari orang lain, bisa berupa bantuan fisik atau materiil, pun juga bisa berupa support atau perhatian.

Dalam konteks ini, ketika kita memiliki beban yang cukup berat, maka kita butuh orang lain agar kita dapat membagi beban itu dengannya. Kita umum menyebutnya, curhat.

Dalam hal curhat-mencurhat (halahhh) kita biasanya memilih teman atau orang terdekat sebagai tempat kita curhat. Namun, disinilah sebenarnya kita perlu berwaspada. Sebagai orang yang akan mendengarkan permasalahan kita, yang di dalamnya kemungkinan besar ada aib yang akan kita buka, maka sangatlah penting bagi kita untuk selektif memilih tempat curhat. Karena salah pilih orang, bisa-bisa malu berkepanjangan yang kita tanggung.

Sebenarnya, kita bebas ber-curhat kepada siapa saja, asalkan dia memiliki 2 kriteria berikut ini;

1. Dia mampu memberikan solusi

Hal ini penting. Sebab jika tidak, tentu percuma-tidak-berguna kita curhat panjang lebar sampai berbusa-busa ke dia. Lha mending nulis di jejaring sosial (lumayan ada yang komen meski rada ngawur, hehe…)

Maka, ketika kita yakin (atau setidaknya berharap) dia memiliki solusi untuk permasalahan kita, maka dia-lah orang yang paling tepat untuk diajak curhat.

2. Dia mampu menyimpan rahasia

Yang ini juga tak kalah pentingnya. Sebab curhat kepada orang yang “ember”, sama saja seperti kita teriak-teriak dengan speaker di depan balai desa. Malu-lah yang kita dapat.

Masih mending kalau solusinya ada. Kalau tidak? Ke laut aja, mas!

Karena itulah, dua hal ini menjadi teramat penting ketika kita memutuskan akan curhat, sebab menyangkut harga diri dan (mungkin) aib kita atau orang lain. Carilah orang yang bisa memberikan solusi sekaligus menjaga rahasia kita.

Tapi jangan khawatir jika kita kesulitan menemukan sosok yang memiliki kedua kriteria tersebut, masih ada satu yang maha pemberi jalan keluar terbaik, dan tidak juga "ember"…

Allah subhanahu wa ta’alaa...

Dia-lah satu-satunya yang maha pembuat rencana terhebat dan pembuat solusi ter-unpredictable. Jika orang lain terlalu sibuk mengurusi kepentingannya sendiri-sendiri, maka Dia-lah yang sesungguhnya paling sibuk mengurusi keperluan makhluk-makhlukNya, dan akan selalu welcome untuk menerima curhatan kita.

So, what are you waiting for?


Selamat curhat
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, September 14, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!