Saturday, December 31, 2011

ujungkelingking - Mengutip sebuah definisi (artikata.com) dari kata "baru", ia diartikan sebagai belum pernah ada, atau dilihat, atau didengar sebelumnya, dsb.

Maka kemudian muncul pertanyaan, haruskah kita mengawali tahun baru besok dengan semangat yang baru? Bila mengikut definisi di atas, semangat baru berarti semangat yang mulai dari awal lagi. Kita mulai dari NOL lagi. Bila benar ini yang dimaksudkan oleh slogan-slogan yang kerap kita jumpai dimana-mana, maka ini yang disebut kebodohan!

Kenapa harus mulai dari awal lagi? Toh, kita sudah punya semangat di tahun sebelumnya. Jika mulai dari awal lagi, dan tiap tahun akan seperti itu, kapan kita bisa punya semangat (etos kerja) yang tinggi?

Ibaratnya, tahun ini kita sudah memiliki semangat (anggap saja) di level 4, kemudian karena memasuki tahun yang baru, maka semua dimulai dari awal lagi, yaitu di level 1 (lagi). Haha.. lucu, bukan?

Jadi tak perlu kita mulai dari awal lagi. Tak perlu kita munculkan semangat baru. Lanjutkan saja yang ada, kemudian kita tingkatkan sedikit demi sedikit.

Salam,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, December 31, 2011

Tuesday, December 27, 2011

ujungkelingking - Dalam sebuah surat kabar hari ini ditulis sebuah berita -yang intinya- adalah tentang sosialisasi penggunaan kondom perempuan yang semakin ditinggalkan oleh para pekerja seks komersial.

Salah satu alasannya adalah proses pemasangannya yang dinilai terlalu ribet. Padahal, menurut penggiat di sebuah LSM pendamping PSK, tujuan penggunaan kondom tersebut selain untuk mencegah kehamilan juga untuk mengurangi penularan penyakit menular seksual. Bahkan efektifitasnya diklaim sampai 95%!
Pertanyaannya, seberapa pentingnya "penyelamatan" kondisi kesehatan para pekerja seks tersebut dibanding dengan penyelamatan generasi muda kita?

Terlalu lebay-kah pertanyaan saya? Saya pikir tidak. Coba anda mereka-reka, andai semua PSK tidak berpenyakit, semua pengguna tidak berpenyakit, maka yang terjadi kemudian adalah semakin suburnya bisnis perlendiran di negri yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa ini. Malah bisa jadi keuntungan dari bisnis semacam inilah yang akan menopang Ibu Pertiwi. Maka anda tinggal membayangkan sepuluh atau duapuluh tahun yang akan datang, mungkin putri-putri kita yang meneruskan jejak mereka, atau putra-putra kita yang rajin sowan ke wisma-wisma itu. Siapkah kita akan hal itu? Bahkan memikirkan pun saya tak berani.

Banyak memang alasan-alasan klise yang bakal disampaikan. Mulai dari sulitnya biaya hidup, sampai sakit hati karena dikhianati, dsb. Tapi ingatlah, sebab yang salah tidak serta-merta (harus) melahirkan solusi yang salah. Banyak contohnya -bila kita mau memperlebar sudut pandang kita- orang-orang yang berawal dari kehidupan yang "salah" malah berakhir menjadi tokoh-tokoh luar biasa.

Wahai para PSK, selamatkanlah diri kalian. Saya percaya di Republik ini masih banyak wilayah-wilayah halal untuk digali. Berusahalah dan jangan pernah menyerah! Tuhan akan menjawabnya.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, December 27, 2011

Saturday, December 24, 2011

ujungkelingking - Saya bukan seseorang yang paling baik keimanannya. Saya juga tidak akan mengatakan bahwa ormas (baca: aliran) saya yang paling benar, sebab dalam agama saya banyak sekali sekte-sekte. Tapi saya setuju satu hal, bahwa kebenaran itu cuma satu, dan semua agama benar adalah sebuah statement yang salah.

Saya cinta damai. Saya benci pengeboman, perusakan tempat ibadah, dan yang sejenis itu -yang bercover penegakan agama. Tapi bukan berarti saya harus melakukan apa yang anda lakukan. Saya akan sangat menghormati bila, anda tidak usil terhadap agama saya dan saya-pun tidak akan menggaggu dan mengusik kepercayaan anda.

Mari, kita sama-sama berjalan di jalan masing-masing. Jangan saling menyerempet atau menyenggol, sebab mungkin kita akan sama-sama terjatuh. Beribadahlah dengan tenang, kami-pun akan menjalani ibadah kami dengan khusyu dan ikhlas. Jalani saja apa kepercayaan masing-masing, mudah-mudahan kita menemukan apa yang kita cari.

Semoga.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, December 24, 2011
ujungkelingking - Sebenarnya apa itu jenius?

Ilustrasi: Google
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia v1.1 jenius (genius) didefinisikan sebagai berkemampuan (berbakat) luar biasa dalam berpikir dan mencipta. Sementara menurut wikipedia  adalah istilah untuk menyebut seseorang dengan kapasitas mental di atas rata-rata di bidang intelektual, terutama yang ditunjukkan dalam hasil kerja yang kreatif dan orisinal. Seorang yang genius selalu menunjukkan individualitas dan imajinasi yang kuat, tidak hanya cerdas, tapi juga unik dan inovatif.

Kalau kita perhatikan, ada persamaan antara ilmuwan-ilmuwan jaman dahulu dengan para ilmuwan masa kini. Persamaannya adalah terletak pada bahwa mereka menjadi ilmuwan tidak terjadi dalam waktu sekejap.  Seorang Thomas A. Edison mengatakan jika jenius itu adalah 1% inspirasi dan 99% sisanya adalah kerja keras. Maka inilah yang kemudian menjadikan adanya persamaan tersebut.

Kerja keras menuntut adanya ketekunan. Atau dengan kata yang -saya pikir- lebih mencakup adalah, kreatifitas. Kreatifitas memungkinkan seseorang memiliki banyak ide, banyak gagasan, banyak jalan keluar, sehingga dia akan terpicu untuk mengaplikasikan -kalau perlu- semua ide tersebut hingga menemukan jawaban yang pas. Dengan kata lain, dia tidak mudah menyerah.

Karena itulah jenius sama sekali tidak identik dengan pintar.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, December 24, 2011

Friday, December 23, 2011

ujungkelingking - Judul di atas terlalu provokatif ya?

Hehe... itu hanya sebuah judul. Saya tidak bermaksud menyombongkan diri dengan menganggap keislaman saya-lah yang paling benar. Ukuran keislaman yang benar itu hanya ada pada Allah sajalah. Kita mungkin hanya bisa mengira-ngira bahwa si A itu islamnya bagus, si B itu islamnya kurang, dst. Tapi kita tidak benar-benar bisa tahu, bukan?

Lalu apakah kita memang tidak boleh tahu "ukuran" keislaman itu?

Yang dikatakan baik keislamannya itu apakah orang yang hafal Al-Qur'an 30 juz?
Atau apakah yang puasa dan ibadahnya sepanjang tahun?
Atau apakah yang sedekahnya sudah tak terbilang?
Atau apakah yang jiwa sosialnya tak tertandingi?
Dan atau-atau yang lain...

Tapi sebuah "bocoran" dari Rasulullah mungkin bisa menyederhanakan rumusan itu. Kata Rasulullah,

"Diantara tanda-tanda bagusnya keislaman seseorang adalah dia (mampu) meninggalkan hal-hal yang tidak berguna".

Keislaman yang baik berarti jauh dari kesia-siaan. Logikanya, bila kita mampu meninggalkan segala hal yang sia-sia, insyaallah keislaman kita akan menjadi lebih baik.

Sekali lagi, tulisan ini bukan untuk menunjukkan bahwa saya-lah orang yang paling jauh dari hal yang sia-sia sebab pada kenyataannya saya masih jauh sekali dari hal itu.

Tulisan ini hanya sekedar mengajari diri saya pribadi, sekaligus mengingatkan kita semua untuk terus memperbaiki keislaman kita.

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 23, 2011

Friday, December 16, 2011

ujungkelingking - Dulu saya bertanya-tanya tentang maksud dari sebuah karya fenomenal, al-Wala' wa 'l-Bara'. Tapi pada khutbah Jum'at tadi, sang khotib menjelaskan sedikit tentang maksud dari konsep tersebut.

Secara mudahnya, al-wala' berarti loyalitas, sedangkan al-bara' diartikan sebagai dis-loyalitas. Maksudnya apa? Maksudnya adalah bahwa kita sebagai seorang Muslim harus memiliki kedua prinsip ini. Ringkasnya, tahu kapan dan kepada siapa harus berloyalitas dan paham kapan kepada siapa harus "berseberang".

Dijelaskan oleh sang khotib bahwa ada tiga tujuan (target) dalam konsep ini. Pertama, kita wajib loyal (wala') kepada orang-orang Mu'miniin, yaitu orang-orang Muslim yang dalam pemikiran dan kehidupannya berlandaskan hukum-hukum Al-Qur'an. Haram bagi kita bila menentang dan tidak bermakmum kepada mereka.

Kedua, kita diwajibkan dis-loyalitas (bara') terhadap orang-orang Kafir, meski dalam kehidupan sosial kita tetap diharuskan berbuat baik terhadap mereka. Bara' terhadap mereka berarti tidak mengakui agama dan kepercayaan mereka, tidak meragukan kekafiran mereka, juga tidak ikut terlibat dalam acara-acara keagamaan mereka, termasuk dalam hal ini adalah mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.

Ketiga, kita memiliki kombinasi antara loyalitas dan dis-loyalitas terhadap orang-orang Muslim yang durhaka dan menyelisihi perintah Allah.

Wallahu a'lam.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, December 16, 2011

Wednesday, December 14, 2011

ujungkelingking - Kemarin malam, akhirnya dengan terpaksa saya harus mengikuti anjuran istri saya untuk memanggil tukang urut ke rumah. Pasalnya tiga hari sebelumnya badan saya rasanya pegal luar biasa. Maklum jarak rumah-kantor yang lumayan jauh memaksa saya untuk duduk di jok motor satu jam lebih. Tapi bukan ini poinnya.

Malam itu, saat dipijat (biasa-lah tukang pijat kan banyak omongnya), hehe... Kami pun sempat mengobrol banyak. Mulai dari ayahnya yang (katanya) memiliki semacam "perguruan" dalam hal ilmu-ilmu pengobatan. Atau tentang dirinya yang (ngakunya) kenal dengan banyak pejabat-pejabat kelas atas. Tapi, ini juga bukan poin tulisan saya. :P

Yang menjadi perhatian saya kemudian adalah ketika dia menyayangkan tentang perbedaan-perbedaan yang kemudian pada akhirnya mengantarkan kita ke gerbang perdebatan-perdebatan panjang yang tak berujung pangkal. (Kok jadi puitis gini?) :D

Analoginya kemudian seperti ini, kita masing-masing memegang peta kota Surabaya. Kemudian masing-masing punya pendapat tentang rute menuju Tugu Pahlawan. Masing-masing mengaku tahu rute terbaik. Tapi sadarkah anda, bahwa kita cuma sekedar melihat peta saja. Tidak ada diantara kita yang benar-benar menelusuri rutenya, melewati jalannya. Dan kita hanya terus berdebat, berperang hebat.

Bukankah lebih bijaksana bila, tiap-tiap kita menelusuri rute masing-masing? Bila kita semua pada akhirnya bisa bertemu di Tugu Pahlawan, kita masing-masing akan berucap,

"Ohhh, ternyata anda sampai juga disini. Selamat ya!"

Dan bila ternyata salah jalan -meski ngedumel- kita toh tetap putar arah juga. Memang (harusnya) cuma ada satu jalan yang benar. Tapi tak pernah ada jaminan bahwa rute kita-lah yang benar.

Saling menghormati pendapat orang lain, itu poinnya.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, December 14, 2011

Monday, December 5, 2011

ujungkelingking - Dalam kalender hijriah, besok adalah hari Assura', yang disunnahkan berpuasa pada hari itu. Bila ditarik sebuah garis lurus ke belakang, maka akan kita dapati kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi pada tanggal 10 Muharram, yang saya himpun dari beberapa sumber;
  1. Diampuninya Adam setelah taubatnya yang beratus-ratus tahun karena melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah Syurga,
  2. Idris diangkat ke langit,
  3. Berlabuhnya perahu Nuh setelah banjir besar yang melenyapkan seluruh umat manusia. Beberapa literatur mencatat hanya 40 keluarga saja yang selamat dari banjir tersebut karena mengikuti seruan Nuh alaihissalaam. *Kita -tentunya- adalah keturunan diantara 40 keluarga tersebut!
  4. Ibrahim dilahirkan, diangkat sebagai khalilullah, dan diselamatkan dari api Raja Namrud,
  5. Diterimanya taubat Daud alaihissalaam,
  6. Diangkatnya Isa alaihissalaam ke langit,
  7. Diturunkannya Taurat kepada Musa, diselamatkan beliau dari kekejaman Fir'aun, dan ditenggelamkannya Fir'aun dan bala tentaranya di laut Merah,
  8. Yunus dikeluarkan dari perut ikan,
  9. Dikembalikannya kerajaan Sulaiman sebagai bentuk penghormatan kepada beliau,
  10. Yusuf dibebaskan dari penjara Raja Mesir, disembuhkan mata Ya'kub karena kepulangan Yusuf pada hari itu,
  11. Ayyub alaihissalaam sembuh dari penyakitnya,

Tapi sejujurnya, saya tidak memiliki sumber yang benar-benar valid tentang kejadian-kejadian di atas. Jadi, terlepas dari apakah kisah-kisah itu benar adanya atau tidak, cukuplah bagi kita sebuah perintah dari Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam untuk melaksanakan puasa sunnah pada hari itu (baca: besok).

Jadi, selamat berpuasa untuk anda yang besok melaksanakan puasa 10 Muharram.

Saya? Insyaallah puasa.


*dari berbagai sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 05, 2011
ujungkelingking - Sejak dahulu kala, nenek moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa pelaut yang handal. Keberanian mereka menaklukkan lautan sungguh tak dapat diragukan. Bahkan sebuah lagu anak-anak ciptaan Ibu Sud tahun 1940 menggambarkan tentang hal itu. Tapi darimana keberanian itu mereka dapatkan, padahal peta lautan saja belum banyak dibuat?

Jauh sebelum Al-Idrisi atau pun Copernicus mengemukankan pendapat mereka, bangsa Barat memiliki teori bahwa bumi itu berbentuk datar seperti meja. Sehingga bila kita berlayar terus-menerus ke suatu arah, maka pada suatu saat kita akan sampai di tepi “meja” tersebut lalu jatuh entah kemana. Karena memegang prinsip inilah kemudian bangsa Barat tidak berani melakukan pelayaran jauh.

Sedangkan nenek moyang kita -yang notabene tidak (pernah) kenal dengan teori tersebut- tentu saja tidak memiliki kekhawatiran apa pun, sehingga mereka berani melakukan pelayaran jauh.

Hmmm, terkadang ketidak-tahuan (bisa jadi) memang sebuah keberkahan.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, December 05, 2011

Wednesday, November 30, 2011

ujungkelingking - Sebuah petuah spiritual mengajarkan bahwa sebelum menjadi pembicara yang baik, jadilah pendengar yang baik. Dalam konteks tulis-menulis, barangkali ungkapan tersebut bisa sedikit “digeser” menjadi; sebelum menjadi penulis yang baik, jadilah pembaca yang baik. Karena tentu antara korelasi antara pendengar dengan pembaca yang baik.

Pendengar yang baik, bukanlah pendengar yang selalu meng-iyakan apa kata pembicara. Pendengar yang baik mampu menyaring inti dari apa yang disampaikan pembicara. Ia kemudian mengolahnya sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Jika buntu, pendengar yang baik akan mengajukan pertanyaan hingga tak menimbulkan salah tafsir. Jika dirasanya berbeda (baca: menyimpang) dari pemahaman dirinya, maka pendengar yang baik akan mengajak diskusi, bukan malah protes berlebihan.

Hal yang sama akan terjadi pada seorang pembaca yang baik. Pembaca yang baik bukan cuma bisa memberi vote aktual, menarik, dan sebagainya, tapi lebih kepada kemampuannya menangkap maksud tulisan, mengerti apa yang dimau-i penulis. Tapi tidak berhenti disitu, pembaca yang baik mampu memberi kritik inspiratif dengan bahasa yang sopan. Bukan meledak-ledak, apalagi meledek-ledek.

Barangkali terkait dengan hal itu Tuhan kemudian menganugerahi manusia dua buah telinga dan satu mulut, yang (mungkin) filosofinya adalah agar seorang manusia lebih banyak mendengar ketimbang bicara. Adalah suatu hal yang naif bila kita cuma pandai bicara tanpa tahu bagaimana mendengar.

Sementara dalam kasus penulis-pembaca, Tuhan menciptakan manusia dengan dua buah mata –untuk membaca- dan (satu) tangan untuk menulis, yang (mungkin) filosofinya tak berbeda dengan kasus pembicara-pendengar.

Jadi, jika anda merasa menjadi seorang penulis yang baik, sudahkah anda menjadi pembaca yang baik?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, November 30, 2011
ujungkelingking - Terjemahan bebasnya barangkali, jangan menilai apapun hanya dari yang tampak di luar saja. Sebab kita bisa tertipu. Dan mungkin akan menuai malu.

Sore kemarin saya mengajak istri dan putra saya berjalan-jalan di sekitar komplek rumah dengan mengendarai motor butut kesayangan dan satu-satunya punya saya.

Sedang enak-enaknya berkendara, sebuah sedan yang berjalan di belakang kami tiba-tiba saja menekan klaksonnya. Kontan istri saya terkejut. Apalagi saya.

“Ini orang gak tahu diri!” pikir saya, “Mentang-mentang bermobil, trus seenaknya saja menggunakan jalan.”

Saya pun berhenti dan bersiap-siap memaki-maki orang tersebut dengan sumpah-serapah yang sudah tersusun rapi di otak saya.

Saat saya berhenti itulah, si sopir sedan melongok ke jendela sambil bilang,

“Mas, sandal anaknya terjatuh.”

Saya melongo. Sandal anak saya memang terjatuh.

Oalaaaaahhh….
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, November 30, 2011

Tuesday, November 29, 2011

ujungkelingking - Mengawali sebuah hari yang spesial, entah itu tahun baru atau tanggal kelahiran, setiap kita pasti memiliki harapan-harapan. Mungkin menjadi lebih sukses, menjadi lebih banyak rejekinya, atau harapan-harapan lain yang intinya adalah menjadikan diri kita berada pada level berikutnya yang lebih baik.

Dan untuk memenuhi harapan-harapan itu, kita umumnya kemudian menerapkan “aturan-aturan” -yang mungkin muluk-muluk- yang mengharuskan kita melakukan ini-tidak boleh melakukan itu. Aturan-aturan pendisiplinan diri, sebut saja begitu. Aturan-aturan tersebut bisa saja sangat berhasil. Tapi tahukah anda, aturan-aturan tersebut hanya akan menjadi sampul buku kosong atau -istilah yang lebih umum- hangat-hangat tahi ayam bila tidak dibarengi dengan aturan yang satu ini,

Konsistensi!

Ya, aturan yang muluk-muluk tanpa konsistensi hanya akan menjadi sampah di belakang. Dengan konsistensi akan membuktikan kita mampu menjadi pribadi yang lebih baik atau tidak.

Dan, jika anda membuat aturan-aturan yang cukup sederhana dan anda konsisten dengan aturan tersebut, maka anda sudah menjadi jauh lebih baik dengan itu.

Selamat pagi,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, November 29, 2011

Saturday, November 26, 2011

ujungkelingking - Pagi ini, saya berangkat kerja pada jam yang sama seperti hari-hari biasanya. Tapi di tengah jalan saya terjebak macet tidak seperti biasanya. Saya tidak bisa melihat di depan ada apa pastinya, tapi kalau tidak salah mungkin ada acara karnaval anak-anak TK daerah situ.

Tetap disitu, saya akan tetap terjebak macet. Akhirnya saya memilih jalan yang lain, memutar, dengan harapan saya bisa lolos dari kemacetan tersebut. Tapi dasar apes, di rute kedua itu saya malah terjebak kemacetan yang lebih parah dari jalan yang pertama. Alhasil, saya terlambat tiba di kantor.

Apa pilihan saya salah?

Bila langsung melihat hasilnya, tentu anda akan mengatakan saya tolol. Lha wong di rute kedua lebih macet kenapa milih jalan tersebut? Lebih baik kan tetap di rute pertama?

Hehe, sayangnya dalam hidup kita tak pernah bisa langsung tahu hasilnya sebelum dilakukan. Diprediksi mungkin bisa, tapi tak menjamin keakuratannya. Dalam kasus saya di atas, saya tidak menyesal dengan pilihan saya untuk melalui rute kedua. Karena pilihan saya yang salah berdasar pemikiran saya yang benar. Saya berpikir seperti ini;

  • Bila saya tetap berada di jalan pertama, sudah pasti saya akan terjebak macet. Mungkin 10 menit, atau bisa jadi lebih.
  • Bila saya mencoba alternatif lain, yaitu rute kedua, saya mungkin akan terjebak lebih parah lagi, tapi tentu ada kemungkinan sebaliknya. Mungkin saya bisa lolos dari kemacetan.
Ini yang saya sebut dengan "berpikir benar". Dan bagi saya, lebih baik memilih salah karena berpikir benar daripada pilihan benar karena berpikir salah
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, November 26, 2011

Thursday, November 24, 2011

ujungkelingking - Seorang ulama besar di jaman setelah jaman Rasulullah -maaf, saya lupa nama beliau- pernah suatu hari mendapat kabar bahwa pasar tempat beliau berdagang terbakar. Semua toko dan kios yang ada disana ludes dilalap si jago merah. Namun anehnya, hanya toko beliau yang selamat dari amukan api. Oleh seseorang hal ini disampaikan kepada beliau,

“Ya Syeikh, pasar anu telah terbakar. Namun untungnya toko anda sama sekali tidak terbakar!” Begitu kira-kira pesan yang disampaikan orang tersebut.

Mendengar itu sontak ulama ini mengucap, “Alhamdulillah…”

Namun setelah itu beliau langsung beristighfar karena disadarinya kekeliruan ucapannya.

***

Mendapat kabar gembira, sudah sewajarnya kita bersyukur (baca: mengucap hamdalah), tapi tentu akan menjadi salah tempat jika kegembiraan kita itu berdiri di atas kesusahan orang lain. Kesusahan dan kesulitan mungkin adalah sebuah ujian, tapi kegembiraan dan kekayaan belum tentu menjadi imbalan atas kebaikan yang pernah kita lakukan. Bisa jadi hal itu merupakan sebuah ujian juga.

Jadi, kegembiraan yang kita terima jangan menjadikan kita lupa diri dan menjadi manusia congkak. Maka penting untuk belajar dari do’a Nabi Sulaiman, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku…”

Note:

buat Mas Ibas, selamat atas pernikahan Mas dengan Mbak Aliya, mudah-mudahan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah,
buat Bpk. Presiden Indonesia, mudah-mudahan gempita acara tidak mampu mengalihkan perhatian bapak kepada masalah krusial bangsa ini, dan
buat rekan-rekan Kompasianers, selamat pagi.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, November 24, 2011

Tuesday, November 22, 2011

ujungkelingking - Melihat laga final Indonesia kontra Malaysia tadi malam, terus terang emosi saya naik-turun, campur aduk nggak karuan. Bagaimana tidak, ketika pertandingan belum dimulai, sebagian dari kita mungkin cemas, akankah kita bisa menaklukkan tim lawan? Dan kita sontak girang ketika pada menit-menit awal tim Garuda Muda sudah berhasil menjebol gawang Harimau Malaya. Tapi kemudian kita terpaksa khawatir ketika timnas Malaysia bisa membalas gol, sehingga kedudukan menjadi seimbang. Skor yang imbang –bahkan- hingga babak perpanjangan waktu berakhir, memaksa kita “gambling” melalui adu pinalti. Dan pada akhirnya kita terpaksa mengakui keunggulan timnas lawan dengan skor 5-4. 

What’s the point?

Bahwa timnas Indonesia masih kalah skill dan mental dari tim lawan? Mungkin.

Bahwa timnas Indonesia terlalu berambisi untuk merebut medali, sehingga memecahkan konsentrasi? Bisa jadi.

Bahwa timnas Indonesia terlalu terbebani dengan harapan-harapan publik bola di seantero nusantara? Bisa juga.

Tapi menurut saya yang pasti adalah karena kita melihat laga tadi malam adalah “nyawa” dari keseluruhan ajang ini. Maka ketika kita kalah tadi malam, itu berarti kita kalah dalam semua hal. Padahal penting untuk dicetak tebal, bahwa ajang Sea Games bukanlah ajang pertandingan bola semata. Banyak cabang-cabang lain yang dilombakan pada even dwi-tahunan ini. Kenapa kita harus terkonsentrasi “hanya” pada bola?

Kita semua tahu bahwa Indonesia menjadi juara umum dengan perolehan medali emas terbanyak. Kita patut bersyukur atas hal itu. Kita juga wajib berterima kasih kepada para atlet yang turut berjibaku mempersembahkan emas untuk Indonesia. Kita berterima kasih bukan karena “emas”nya, tapi karena peluh-keringat dan kerja-keras mereka. Sama seperti kepada timnas Garuda Muda, atau atlet-atlet lain yang gagal merebut medali, tak pantas kita mencerca mereka. Mereka sudah berjuang, itu sudah lebih dari cukup. Tuhan saja menilai kita karena usaha yang kita lakukan dan bukan hasil yang kita berikan.

Kita hanya kalah, bukan menyerah!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, November 22, 2011

Friday, November 11, 2011

ujungkelingking - Ternyata, Islam tidak disebarkan dengan kekerasan. Tidak seperti yang digembar-gemborkan kaum orientalis. Islam, oleh Rasulullah disebarkan (baca: diperkenalkan) dengan cara yang sopan dan diplomatik, melalui surat-surat yang dikirimkan beliau untuk pembesar-pembesar negeri.

Dalam surat-suratnya, Rasulullah selalu menyebut pemimpin-pemimpin itu dengan sebutan yang agung dan penuh penghormatan. Rasulullah menyebut dirinya sebagai utusan Allah untuk menyampaikan Islam. Rasulullah mengajak pemimpin-pemimpin tersebut untuk masuk Islam, yang kompensasinya adalah pahal yang besar. Tapi menolaknya bukan berarti perang. Menolak ajakan itu, Rasulullah hanya mengatakan akan mendapat dosa dan menanggung dosa rakyat yang dipimpinnya.

Perang hanya akan terjadi jika mereka memproklamirkannya terlebih dahulu.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, November 11, 2011
ujungkelingking -

Surat Rasulullah yang dikirimkan kepada Hiraklius,

"Bismillahirrahmanirrahim...

Surat ini dari Muhammad, Rasul Allah, kepada penguasa Bizantium (Heraklius). Kedamaian tercurah pada orang yang mengikuti jalan yang lurus. Sebab itu, sekarang saya mengajak Anda memeluk Islam. Memeluk Islamlah dan Anda menjadi selamat dari siksa Allah. Memeluk Islamlah dan Allah akan menganugerahi Anda pahala berlipat, akan tetapi kalau Anda menolak, maka Anda akan bertanggung jawab akan dosa orang-orang yang Anda pimpin.

...

Hai Ahli Kitab! Mari kita datang pada persamaan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah sesuatu selain Allah, dan kita tidak mempersekutukan Allah dengan apapun, juga kita tidak mengangkat di antara kita sebagai Tuhan selain Allah. Kemudian jika mereka berpaling, maka katakan, persaksikanlah bahwa kami adalah Muslim"

Surat Rasulullah yang dikirimkan kepada Raja Khosrau II (Penguasa Persia),

"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Dari Muhammad utusan Allah untuk Khosrau, penguasa Persia yang agung. Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bagi orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, Esa, tidak ada sekutu bagiNya, dan bagi yang bersaksi bahwa Muhammad itu hambaNya dan utusanNya.

Aku mengajakmu kepada panggilan Allah. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah bagi seluruh manusia supaya aku memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat. Jika kamu menolak maka kamu akan menanggung dosa orang-orang Majusi."

Surat Rasulullah yang dikirimkan kepada Al-Muqawwis (Penguasa Mesir),

 "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Dari Muhammad bin Abdullah utusan Allah, untuk Al-Muqawwis penguasa Mesir yang agung. Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Selain daripada itu, aku mengajakmu kepada panggilan Allah. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat dan Allah akan memberikan bagimu pahala dua kali. Jika kamu berpaling maka kamu akan menanggung dosa penduduk Mesir."
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, November 11, 2011

Monday, October 31, 2011

ujungkelingking - Ibrahim alaihisalam adalah salah seorang nabi yang terkenal kedermawanannya. Bahkan dikisahkan, setiap hari Ibrahim mengajak tetangga atau orang yang ditemui di jalan untuk makan bersama keluarganya. Ihwal tentang kedermawanan Ibrahim alaihisalam tak luput membuat orang-orang di sekitarnya terkagum-kagum. Seseorang pernah menanyakan hal tersebut kepadanya. Jawab Ibrahim, bahwa hal itu dilakukannya karena sangat cintanya kepada Allah, Sang Pemberi Rizqi. Bahkan, terucap oleh Ibrahim seandainya Allah subhanahu wa ta'ala berkenan mengaruniakan kepadanya seorang anak, dan anak tersebut harus dikorbankan maka Ibrahim akan melakukannya. Waktu itu Ibrahim alaihisalam belum memiliki anak.

Nah, ucapan Ibrahim ini rupanya direspon oleh Allah. Istri Ibrahim akhirnya mengandung seorang anak yang kemudian diberi nama Ismail yang kelak akan melanjutkan tugas ayahnya. Kemudian datanglah perintah Allah untuk menyembelih Ismail, putra satu-satunya yang diharap-harapkannya sejak dahulu.

Meski akhirnya keduanya lulus dari ujian Allah dan kejadian itu menjadi cikal-bakal pelaksanaan ibadah Qurban, tapi yang lebih penting dicatat dalam peristiwa ini adalah, bagaimana kita pandai-pandai menjaga lisan. Jangan sampai kita pada akhirnya "termakan omongan sendiri". Memang kebetulan kisah di atas terjadi pada seorang nabi yang memiliki ketinggian sifat lebih dari manusia biasa macam kita, lalu bagaimana kalau hal yang sama terjadi pada kita? Sanggupkah kita? Alih-alih mentaati perintah, jangan-jangan kita malah lebih memilih lari dari melaksanakannya.

Mungkin karena itulah Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam mengajarkan kepada kita untuk "berbicara yang baik, atau diam".

Bismillah
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, October 31, 2011

Monday, October 24, 2011

ujungkelingking - Sabtu kemarin, saya dan istri membawa putra kami untuk periksa ke rumah sakit. Tidak sakit sebenarnya, cuma butuh vitamin dan suplemen untuk menunjang aktivitasnya yang cukup berlebih.

Kami datang ke rumah sakit jam 17.30 WIB, sedangkan jadwal dokternya jam 18.00 WIB. Biar tidak terlalu lama nunggu, pikir saya. Setelah melakukan pendaftaran, kami diberi nomor antrian, 39. Wah, jauh juga, kata istri saya. Saya pun menghitung-hitung, bila satu orang dilayani sampai 5 menit, berarti butuh waktu 3 jam-an baru sampai ke nomor antrian saya. Saya tidak punya waktu sebanyak itu, sebab satu setengah jam lagi saya harus menghadiri rapat bapak-bapak di kompleks tempat saya tinggal, sedangkan perjalanan pulang butuh waktu kurang-lebih setengah jam. Tapi agar tidak membuat resah istri, akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti rapat tersebut.

Tak lama, suster jaga kemudian memanggil nama anak kami. Saya heran, lho kok sudah dipanggil? Padahal sebelum kami datang sudah ada beberapa orang tua membawa anak-anak mereka.

“Pak, nanti kalau ada orang tanya bapak nomor antrian berapa, dijawab saja nggak tau atau lupa.” kata suster itu kemudian.

Saya bingung, “Lho, kenapa bu?”

“Soalnya mereka-mereka itu sudah daftar sejak tadi pagi, terus pulang. Kalau bapak bilang nomornya bapak, pasti nanti diserobot terus.”

Olala… saya baru ngeh.

Memang tidak fair kalau saya yang datang sejak tadi dan langsung antri, diserobot dengan seenaknya oleh orang yang baru datang karena sudah daftar tadi pagi.

Menurut Anda bagaimana?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, October 24, 2011

Friday, October 21, 2011

ujungkelingking - Tadi pagi sempat terlibat percakapan dengan seorang atasan saya. Obrolan biasa dan ringan. Masalah kejadian di sepanjang perjalanan ke kantor, sampai tentang pengemis-pengemis yang bertebaran di jalan-jalan. Sampai kemudian atasan saya mengatakan bahwa dirinya tidak suka bersedekah kepada pengemis-pengemis itu.

Lho kok?

Ternyata, menurut atasan saya bahwa pengemis-pengemis itu sejatinya adalah orang-orang yang berkecukupan. Mereka punya rumah yang cukup bagus, bahkan, ada yang memiliki kendaraan roda empat!

Terlepas benar-tidaknya informasi itu, pada akhirnya menimbulkan “keraguan” dalam benak beberapa orang (termasuk kita?) untuk bersedekah. Mereka sudah kaya kok di-sedekahi, begitu pemikiran yang muncul. Lebih baik bersedekah kepada orang yang betul-betul membutuhkan, timpal yang lain. Tapi darimana kita tahu bahwa orang tersebut memang benar membutuhkan atau pura-pura membutuhkan? Ya, lebih amannya disurvey dulu. Alamak… kita mau ngasih berapa juta sih? Lagian kapan mau sedekahnya kalau survey-survey melulu?

Keraguan yang sama nyatanya juga pernah mampir dalam pikiran saya. Saat itu saya bermaksud memberikan sedikit recehan kepada sekelompok anak jalanan di suatu perempatan. Tiba-tiba terpikir oleh saya, wah jangan-jangan sama anak-anak ini uang itu akan dibelikan hal-hal yang gak penting. Rokok, misalnya. Padahal saya tidak suka melihat orang merokok. Lha ini malah saya yang membelikan rokok? Atau bahkan dibelikan minuman keras???

Tapi akhirnya, uang itu tetap saya berikan ke anak-anak itu. Kenapa? Karena saya tak mau pusing dengan siapa orang yang saya beri. Saya juga tak ambil peduli mau diapakan uang tersebut. Saya juga tak mau repot-repot survey sana-sini hanya untuk sekedar “menentramkan” hati saya. Agama saya mengajarkan agar kita tidak perlu repot-repot mementingkan “hasil”, tapi fokus saja pada “usaha”. Andai hasilnya menyimpang, itu sudah bukan urusan kita lagi. Kita sudah memberi, dan ikhlas. Itu cukup. 

Innamal a’maluu bin niyah…
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, October 21, 2011
ujungkelingking - Dalam setiap lomba menulis, pada salah satu syaratnya pasti dicantumkan bahwa karya harus orisinil, atau tulisan harus asli karya sendiri dan sebagainya. Tapi tidak pernah disebutkan bahwa ide harus orisinil. Kenapa?

Karena memang tidak ada ide yang orisinil.  Ide, bagaimanapun juga –meminjam istilah Pak Bas*- sudah tersedia di langit. Kita cuma perlu mengambilnya. Itu saja.

Karena itulah kalau kita melihat garis besar sebuah plot cerita atau karya tulis, kita akan menemukan banyak yang memiliki persamaan dengan karya penulis lain. Dari kisah dua orang yang jatuh cinta tapi tidak direstui orang tua –kemudian lari, atau sepasang kekasih yang sedang punya masalah lalu akhirnya salah satu dari mereka memilih pergi untuk menenangkan diri, dan kemudian bertemu orang lain dan jatuh cinta. Atau dua orang yang asalnya saling membenci tapi pada akhirnya karena suatu peristiwa menjadikan mereka menyadari ketertarikan satu sama lain. Nah, cerita-cerita semacam ini bertebaran dimana-mana. Dari satu ide yang sama lalu dikembangkan dengan cara penulisan dan tehnik yang sama sekali berbeda.

Inilah yang sebenarnya disebut sebagai “karya orisinil”. Kita bebas menentukan ide yang manapun tanpa harus takut dianggap melakukan plagiat. Karena itu, jangan minder kalau ide yang akan kita tulis sudah keduluan orang lain. Unggulkan karya Anda dengan tehnik yang unik, bedakan melalui gaya penulisan yang khas. Caranya?

Terus menulis.

Bismillah.




*http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/17/sastrawan-sunaryono-basuki-saya-ini-tukang-ketik/
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, October 21, 2011

Monday, September 19, 2011

ujungkelingking - Beberapa waktu yang lalu saya sempat mengikuti halal-bihalal di gedung tempat kantor saya bertempat. Dalam sambutan yang disampaikan oleh salah satu pembicara dikatakan bahwa untuk menjalankan sebuah bisnis atau untuk mencapai kesuksesan sebuah bisnis diperlukanlah modal. Bagi kebanyakan orang bila disebut "modal", maka persepsinya adalah uang. Dari situ kita menarik kesimpulan bahwa modal yang utama adalah, uang. Ini yang menarik, Anda tahu kenapa?

Dalam sambutannya itu beliau menyampaikan ada 4 modal yang harus dimiliki seorang pengusaha. Beliau menyebutkannya dari urutan belakang. Artinya, dari yang kurang penting hingga ke yang paling penting. 

Modal ke 4: UANG

Terkejut? Ya, menurut beliau uang menempati posisi terakhir dari empat modal yang harus dimiliki oleh seorang entrepreneur. Artinya -menurut beliau- uang bukan sesuatu yang prioritas, yang bila tidak ada uang, segalanya akan mandeg. Dan tidak adanya modal ke-empat ini menjadi tidak masalah bila kita memiliki ketiga modal yang lainnya. 

Modal ke 3: PINTAR

Anda memiliki uang tapi tak pintar mengelolanya, maka pasti salah satu dari dua ini. Bila tidak habis karena pemborosan, pastilah bangkrut karena tertipu orang lain.
Karena itulah, modal ke-tiga ini jauh lebih penting daripada modal ke-empat. 

Modal ke 2: NETWORKING

Jaringan kerja. Lobi atau koneksi terhadap relasi. Membina hubungan baik dengan mereka adalah modal ke-dua terpenting untuk mencapai keberhasilan bisnis kita. Memiliki kemampuan dalam hal ini, maka ketiadaan dana akan bisa tersiasati. 

Modal ke 1

Bila modal networking, kepintaran dan uang sudah disebutkan di atas, maka kira-kira apa yang belum disebutkan? Dia adalah modal terpenting diantara semua yang telah disebutkan, karena tanpa adanya modal ini sepertinya kesuksesan yang diharapkan menjadi semakin jauh jaraknya. Dan modal itu sudah dianugerahkan Allah kepada kita, hanya saja sering kita abaikan dan tidak kita jaga dengan baik.

Dan modal terpenting itu adalah, KESEHATAN.

Maka, apakah ada yang lebih penting dari nikmat sehat yang dianugerahkan kepada kita?
Bila kita tak bisa menjawabnya, maka tak ada alasan bagi kita untuk menunda berusaha. Berusaha demi sebuah keberhasilan yang diharapkan.
Bukankah modal keberhasilan terpenting sudah kita miliki?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, September 19, 2011

Friday, September 2, 2011

ujungkelingking - Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan:

“Tentang cium tangan dalam hal ini terdapat banyak hadits dan riwayat dari salaf yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits tersebut shahih dari Nabi. Oleh karena itu, kami berpandangan bolehnya mencium tangan seorang ulama (baca: ustadz atau kyai) jika memenuhi beberapa syarat berikut ini:

1. Cium tangan tersebut tidak dijadikan sebagai kebiasaan. Sehingga ustadz atau kyai tersebut terbiasa menjulurkan tangan kepada murid-muridnya. Begitu pula murid terbiasa "ngalap berkah" dengan mencium tangan gurunya. Hal ini dikarenakan Nabi sendiri jarang tangan beliau dicium oleh para shahabat. Jika demikian maka tidak boleh menjadikannya sebagai kebiasaan yang dilakukan terus menerus sebagaimana kita ketahui dalam pembahasan kaidah-kaidah fiqh.

2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat.

3. Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang sudah diketahui, yaitu berjabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan (Silsilah Shahihah 1/159, Maktabah Syamilah).

Akan tetapi perlu kita tambahkan syarat keempat yaitu ulama yang dicium tangannya tersebut adalah ulama ahli sunnah bukan ulama pembela amalan-amalan bid’ah.

Kemudian tentang membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan. 

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِى بَعْضُنَا لِبَعْضٍ قَالَ « لاَ ». قُلْنَا أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا قَالَ لاَ وَلَكِنْ تَصَافَحُوا

Dari Anas bin Malik, kami bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada orang yang dia temui?” Rasulullah bersabda: “Tidak boleh!”. Kami bertanya lagi, “Apakah kami boleh berpelukan jika saling bertemu?” Nabi bersabda: “Tidak boleh. Yang benar hendaknya kalian saling berjabat tangan.” (HR. Ibnu Majah no 3702 dan dinilai hasan oleh al Albani)

Dari uraian di atas semoga bisa dipahami dan dibedakan antara amalan yang dibolehkan oleh syariat Islam dan yang tidak diperbolehkan.
 
Sumber: http://konsultasisyariah.com/apa-hukum-mencium-tangan-dan-membungkukkan-badan
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, September 02, 2011
ujungkelingking - Kemarin saat mau mudik sempat bingung juga nyari peta Jawa Timur, terutama yang ada jalur mudiknya. Akhirnya dapat juga mesti telat.

Nah, biar tahun depan gak bingung lagi, link-nya aku simpan disini aja.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, September 02, 2011

Saturday, August 27, 2011

ujungkelingking - Kita –alhamdulillah- masih berada di bulan suci Ramadlan. Bila lancar, maka puasa kita sudah memasuki hari keduapuluh tujuh. Itu berarti kurang lebih dua hari lagi kita akan berpisah dari bulan, yang oleh shahabat diharapkan terjadi selama setahun penuh.

Agaknya, lagi-lagi lebaran tahun ini mengalami perbedaan. Muhammadiyah, sesuai putusan tarjihnya menyatakan ‘idul fitri tahun ini jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Sementara Nadhatul Ulama’ kemungkinan menetapkan selisih satu hari untuk 1 Syawal 1432, sehingga jatuh pada 31 Agustus 2011. Pemerintah sendiri masih menunggu sidang itsbat yang rencana akan digelar Senin, 29 Agustus 2011.

Yang manapun yang Anda ikuti, hal itu terserah kepada masing-masing pribadi. Tidak boleh ada pemaksaan dalam mengikuti ketetapan suatu ormas tertentu. Hanya yang perlu ditekankan disini adalah, tidak diperbolehkan bagi Anda untuk mengikuti sholat hari raya dua kali. Karena jika Anda berpendapat bahwa ‘idul fitri jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011, maka tanggal 31 Agustus 2011 sudah bukan lagi hari raya yang tidak disunnahkan sholat ‘id pada hari itu. Sebaliknya Anda yang menyatakan ‘idul fitri jatuh pada 31 Agustus 2011, maka tanggal 30 Agustus 2011 masih terhitung dalam bulan Ramadlan, dan dilarang tidak berpuasa di hari itu.

Sementara itu, ada yang mengatakan bahwa tanggal 30 Agustus 2011 adalah yaumu syak (hari yang meragukan) dan dilarang berpuasa pada yaumu syak. Maka perlu diluruskan di sini bahwa yang dimaksud dengan yaumu syak adalah tanggal 29 Sya’ban dimana waktunya dilakukan ru’yatul hilal akan tetapi hilal tidak terlihat karena terhalang mendung. Sehingga diragukan apakah keesokan harinya sudah masuk tanggal 1 Ramadlan atau belum. 

Menjelaskan tentang hal tersebut Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa salaam bersabda,

اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ:   ( إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ:( فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ 
فَاقْدُرُوا  لَهُ  ثَلَاثِينَ ). وَلِلْبُخَارِيِّ: ( فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِين
Ibnu Umar radhiallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam bersabda, "Apabila kalian melihatnya (hilal 1 Ramadlan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal 1 Syawal) maka berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka sempurnakanlah." (Muttafaq alaihi)
Menurut riwayat Muslim, "Jika awan menutupi kalian maka sempurnakanlah tigapuluh hari."
Menurut riwayat Bukhari, "Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari."

Tanggal 29 Agustus besok, sesuai dengan perhitungan hisab, hilal sudah muncul dengan ketinggian 2 derajat. Teorinya, hilal baru dapat dilihat oleh manusia bila ketinggiannya sudah di atas 4 derajat. Karena inilah akhirnya timbul selisih satu hari untuk menetukan 1 Syawal. Yang satu berpendapat hilal sudah muncul, meski ketinggiannya cuma 2 derajat. Sementera yang lain berpendapat hilal belum dapat dikatakan terlihat.

Nah, pertanyaannya kemudian, tinggi hilal yang cuma 2 derajat itu apakah disebut "hilal sudah muncul", ataukah dikategorikan "hilal belum terlihat karena terhalang awan"?


CMIIW*
*Correct Me If I'am Wrong
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, August 27, 2011

Saturday, July 30, 2011

ujungkelingking - Tinggal hitungan jam saja, kita –umat Islam- akan memasuki bulan suci yang penuh barokah dan ampunan Allah subhanahu wa ta’alaa. 1 Agustus 2011 atau bertepatan dengan 1 Ramadlan 1432 h adalah hari pertama kita mengawali ibadah puasa. Memang, untuk tahun ini baik pemerintah, ulama’ maupun beberapa ormas Islam tidak memiliki perbedaan dalam menentukan awal Ramadlan.

Seandainya ada perbedaan sekalipun, maka hal itu katanya bisa menjadi rahmat bagi umat Islam.
Tapi benarkah demikian?

Jika dilihat dari sisi usaha keras para ulama’-ulama’ yang melakukan ijtihad sehingga kemudian memunculkan beberapa pendapat yang berlainan, maka benar jika perbedaan itu menjadi rahmat bagi umat.

Akan tetapi dalam persepsi lain, jika perbedaan itu dilihat dari sisi umat yang taqlid -mengikut saja- pendapat-pendapat ulama’ ini, atau kiai itu, padahal diantara pendapat-pendapat tersebut ada yang jelas-jelas bertentangan dengan sunnah Rasulullah, maka perbedaan di sini tidak akan pernah menjadi rahmat. Umat justru terpecah-belah.

Lalu bagaimana agar perbedaan itu tidak memecah belah dan melemahkan umat ini?

Pertama, tidak boleh ada perbedaan pendapat dalam hal-hal yang ditetapkan nash-nash qath'iy (pasti), seperti perkara-perkara akidah, ushul al-ahkam, dan lain sebagainya.

Kedua, setiap pendapat harus dibangun di atas dalil-dalil Alquran, as-Sunnah, Ijma Sahabat atau Qiyas, atau jika tidak bisa juga dengan syubhat dalil, tentu bagi yang menggunakannya

Ketiga, jika ada dua pendapat yang sama-sama syar'iy, maka seorang Muslim wajib melakukan tarjih untuk menentukan mana pendapat yang terkuat. Sebab, seorang Muslim tidak mungkin mengerjakan satu perbuatan dengan dua hukum yang berlawanan. Ia harus memilih salah satu pendapat yang dianggapnya kuat berdasarkan kaidah-kaidah tarjih.

Tarjih juga bisa dilakukan dalam cara berdiskusi. Hanya saja, diskusi tersebut tidak boleh menyulut permusuhan dan perselisihan.


وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al-Anfal: 46]

Maka lebih bijak mengembalikan setiap perbedaan pendapat kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bila dikembalikan kepada ego dan hawa nafsu, maka itulah awal kehancuran umat.

Rasulullah bersabda,


فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin al-mahdiyyiin (yang mendapatkan petunjuk, dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)

“Sunnahku” pada hadits di atas adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa salaam. Sedangkan “sunnah khulafa’ur rosyidin al-mahdiyyiin” adalah pemahaman (manhaj) para shahabat terhadap sunnah Rasulullah. Maka memahami sunnah haruslah dengan pemahaman para shahabat khulafa’ur rosyidin, agar kita setidaknya lebih dekat kepada kebenaran. Jika tidak, maka hanya akan menghasilkan pemahaman yang pada akhirnya menyimpang dari Islam.

Wallahu a'lam,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, July 30, 2011

Wednesday, July 27, 2011

ujungkelingking - Dari 10 alasan kenapa perempuan-perempuan Muslim tidak mau mengenakan jilbab -sebuah artikel yang ditulis oleh Dr. Huwayda Ismaeel- berikut ini saya ringkaskan beberapa diantaranya.

Semoga dapat menjadi pencerah bagi kita semuanya.

Saya belum benar-benar yakin akan jilbab

Pertanyaannya, apakah Anda benar-benar percaya dan mengakui kebenaran Islam? Bila jawabannya iya, maka pertanyaan selanjutnya, bukankah memakai jilbab termasuk hukum dalam Islam?

Bila Anda jujur dan dan tulus dalam ke-Islaman, maka jawaban untuk pertanyaan ini adalah, iya. Bahwa jilbab adalah sebagian dari hukum Islam yang tertera di dalam Al-Quran. Maka kesimpulannya, bila Anda percaya akan Islam dan meyakininya, mengapa tidak melaksanakan hukum-hukumnya?

Saya yakin akan pentingnya jilbab namun ibu saya melarangnya

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salaam:
“Tidak ada kepatuhan kepada suatu ciptaan diatas kepatuhan kepada Allah subhanahu wa ta’alaa.” (Ahmad)

Status orangtua dalam Islam menempati posisi yang sangat tinggi dan terhormat. Dalam banyak ayat kita diperintah untuk patuh dan berbuat baik kepada mereka. Dengan catatan, bila kepatuhan kita kepada orangtua tidak bertentangan dengan kepatuhan kita kepada Allah. Namun sungguhpun demikian kita tetap diwajibkan untuk berbuat baik kepada keduanya.

Logikanya, bagaimana mungkin kita mematuhi orangtua namun melanggar Allah yang menciptakan kita dan mereka?

Lingkungan tidak memungkinkan untuk saya memakai jilbab

Anggap saja alasan itu benar, maka apakah Anda tidak menyadari bahwa perempuan Muslim tidak diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa menutupi auratnya dengan hijab? Dan saya yakin Anda tahu itu.

Apabila Anda, benar-benar jujur dan tulus dalam berusaha, maka Anda akan menemukan ribuan tangan kebaikan yang siap membantu, dan Allah subhanahu wa ta’ala akan membuat segala permasalahan mudah untuk Anda.
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” [Ath-Thalaq:2-3]

Saya tidak memakai jilbab berdasarkan perkataan Allah subhanahu wa ta’alaa:

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” [Ad-Dhuhaa 93: 11]

Bagaimana mungkin saya menutupi anugerah Allah berupa kulit yang halus dan rambut yang indah?

Maka, ingatlah ayat Allah yang berbunyi:
“Janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang nampak daripadanya” [An-Nur 24: 31]
Atau,
“Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya” [Al-Ahzab 33: 59]

Janganlah memancing-mancing kemarahan Allah dengan membuat-buat hukum dan mentafsir ayat semaunya sendiri.

Saya belum diberi petunjuk oleh-Nya

Langkah apa yang Anda lakukan selama menunggu hidayah?

Kita mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’alaa dalam kalimat-kalimatNya menciptakan sebab atau cara untuk segala sesuatu. Itulah mengapa orang yang sakit menelan sebutir obat untuk menjadi sehat, dan sebagainya.

Apakah Anda dengan seluruh keseriusan telah berusaha mencari petunjuk?

Saya takut, bila saya memakai jilbab, saya akan di-cap dan digolongkan dalam kelompok tertentu! Saya benci pengelompokan!

Ketahuilah bahwa dalam agama ini hanya ada dua kelompok, yang keduanya telah disebutkan dalam Kitabullah. Dan kita sendiri-lah yang memilih untuk masuk kepada kelompok yang mana.

Kelompok pertama adalah kelompok tentara Allah (Hizbullah) yang diberikan pada mereka kemenangan, karena kepatuhan mereka. Sedang kelompok kedua adalah kelompok syetan (hizbush-shaitan) yang selalu melanggar Allah subhanahu wa ta’alaa.

***

Bagi Anda yang telah membaca artikel ini segera sampaikan kepada keluarga, saudara dan sahabat kita yang belum mengetahuinya.

Bismillah,

Sumber: http://elramdzikro.blogspot.com/2011/03/10-alasan-perempuan-yang-mengaku-Muslim.html
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, July 27, 2011

Friday, July 22, 2011

ujungkelingking - Pengalaman yang akan saya tulis ini adalah pengalaman pribadi saya. Atau lebih tepatnya pengalaman anak kami, Dhiya’ul Haq Zaki Ilyas, yang saat ini berusia 16 bulan. Anak kami yang pertama dan satu-satunya, setidaknya untuk saat ini, hehehe...

Dok. pribadi
Hari itu, Selasa 12 Juli 2011 saat saya sedang berada di tempat kerja, tiba-tiba istri saya menelpon dari rumah, mengabarkan kalau anak kami mengalami panas tinggi dan bahkan sempat terjadi kejang –yang istilah medisnya kejang demam atau stuip (jawa: step). Untuk tindakan darurat, segera saya meminta istri untuk membawanya ke puskesmas, karena letaknya tidak begitu jauh dari rumah. Saya pun meminta izin pulang hari itu.

Sesampainya di puskesmas, ternyata istri saya sudah pulang. Dokter hanya memberi obat dan tidak menyarankan opname. Dari keterangan istri saya –yang juga menjiplak keterangan dokter- anak kami memiliki toleransi yang rendah terhadap suhu tinggi. Jadi bila anak-anak lain dengan suhu di atas 40° C baru memiliki kemungkinan mengalami kejang, maka pada anak kami suhu tubuh di atas 38° C atau 39° C saja sudah mengalami kejang.

Tapi kelegaan saya tidak berlangsung lama. Karena pada malam harinya, suhu tubuh anak kami kembali tinggi. Bergantian kami mengompresnya, dan hal itu berlangsung semalaman!

Pagi harinya kami membawanya ke bidan di desa tetangga. Istri saya kalau sakit biasanya ke bidan ini. Jadi barangkali anak kami juga cocok. Tapi di sana bidan hanya memberi parasetamol dan antibiotik.

Sampai sore hari tidak ada tanda-tanda kalau suhunya meninggi. Tapi menginjak malam, suhu tubuhnya kembali tinggi.

Khawatir akan adanya kemungkinan gejala DBD, atau penyakit ganas lainnya, maka keesokannya kami membawanya ke rumah sakit. Disana dilakukan tes darah. Hasilnya, negatif. Anak kami secara teori, sehat.

Malam harinya, suhu tubuhnya tidak juga menurun, padahal obat dan kompres terus diberikan. Terus berlangsung sampai malam berikutnya. Mungkin di sinilah letak kesalahan kami sebagai orang tua. Tidak tanggap terhadap situasi yang terjadi. Kami semula mengira tingginya suhu tubuh anak kami karena giginya mau tumbuh. Setidaknya memang ada 6 bakal gigi yang terlihat akan tumbuh.

Jum’at, 15 Juli 2011. Suhu tubuh 40° C. Zaki kembali mengalami kejang.
Malam itu juga kami membawanya ke puskesmas. Perawat di sana menyarankan untuk dirawat inap mengingat panasnya yang terlalu tinggi dan membutuhkan bantuan infus untuk suplai cairan. Beberapa hari ini memang Zaki susah makan, mungkin gara-gara sakitnya.

Pagi harinya, saat diperiksa dokter barulah ketahuan apa yang menyebabkan suhu tubuh anak kami sangat tinggi. Zaki terkena campak (jawa: gabag), disebabkan virus morbili yang penyebarannya lewat udara, sehingga mudah sekali menular. Apalagi secara kebetulan anak tetangga kami sudah terkena virus ini dan sudah opname di rumah sakit selama sepekan.

Dari informasi yang saya dapat dari beberapa kali jalan-jalan di search engine, sebenarnya tidak ada obat untuk penyakit ini. Penyakit ini akan hilang setelah semua prosesnya terlewati. Yaitu dimulai dari suhu tubuh yang meninggi, lalu keluar bercak-bercak merah di tubuh –biasanya dimulai dari punggung dan belakang telinga, lalu bercak-bercak merah itu akan menyebar keseluruh permukaan tubuh diikuti radang selaput mata, batuk dan diare, lalu bercak-bercak merah mengering untuk kemudian berangsur menghilang dan panas tubuh pun turun. Seluruh proses ini biasanya berlangsung sekitar 7-10 hari. Itulah kenapa dokter cuma memberikan obat penurun panas dan antibiotik saja.

Sampai hari kedua di puskesmas, keadaan anak kami tidak juga membaik. Untuk makan begitu susah, minum obat tambah susah. Hanya infus dan ASI saja yang menopang dirinya.

Tapi alhamdulillah, menginjak hari yang keempat keadaanya mulai membaik. Sudah mau duduk sendiri atau pun berdiri, meski makannya juga masih susah. Kami pun optimis kalau besok Zaki sudah diizinkan untuk pulang, apalagi hasil pemeriksaan dokter tadi pagi menyebutkan kalau keadaannya sudah bagus, hanya tinggal menunggu BAB-nya yang masih cair.

Malam harinya, terjadi sedikit insiden. Infus yang ada pada anak kami, macet. Oleh perawat diperiksa, dan mereka mengatakan kalau infus dan intravena setidaknya 4 hari harus diganti. Artinya, infus yang lama harus dilepas dan dipasang infus lagi yang baru. Padahal, waktu dipasang pertama, saya benar-benar tidak tega melihatnya. Lha ini mau ditusuk-tusuk lagi. Apalagi kata istri saya perawat yang sekarang ini orangnya “kurang pinter” dalam memasang jarum infus (pengalaman waktu Zaki opname dulu). Tapi okelah dicoba dulu...

Apa yang saya takutkan terjadi. Cukup lama perawat ini mencari-cari pembuluh darah anak saya. Mungkin bawaan ibunya kali ya? Sebab istri saya dulu juga mengalami hal yang sama sewaktu melahirkan Zaki.

Akhirnya perawat itu mulai menusukkan jarumnya. Tapi rupanya “salah sasaran”, terbukti tidak ada darah yang keluar. Perawat itu kemudian berinisiatif menarik sedikit jarumnya, untuk ditusukkan lagi. Masih tidak ada darah yang keluar. Tidak terlukiskan perasaan saya waktu itu. Antara cemas, bimbang dan marah. Perawat itu lalu mencoba untuk yang ketiga kalinya. Dan karena masih gagal juga akhirnya saya memutuskan untuk tidak memakai infus. Saya sendiri tidak tahu apakah ini keputusan yang benar atau justru keputusan yang ceroboh. Saya katakan kepada perawat itu agar tidak usah lagi dipasang infus, toh besok pagi rencananya sudah boleh rawat jalan. Perawat itu kemudian bertanya kepada saya, berapa kali BAB-nya. Saya jawab “cuma” 4 kali.

Hehe, ini yang menarik. Saya ingin sedikit membahas tentang fungsi kata “cuma”. Kata ini ternyata bisa dipakai untuk menyedikit-kan jumlah, walaupun sebenarnya sama. Perawat yang sebelumnya bertanya, dengan pertanyaan yang sama. Ketika istri saya menjawab “sudah” 4 kali, maka si perawat langsung memutuskan harus tetap di-infus! Tetapi ketika pada perawat yang lain –dengan pertanyaan yang sama- saya menjawabnya “cuma” 4 kali, dia merespon lain. Perawat itu menjawab boleh, dengan catatan tidak BAB lagi sampai besok pagi.

Akhirnya, dengan izin Allah. Anak saya diperbolehkan pulang esok harinya.

Pengalaman ini benar-benar menjadi pelajaran yang berharga buat kami. Sekarang, kami –orang tuanya- punya tugas berat untuk lebih menjaganya.

Bismillah.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, July 22, 2011

Friday, July 8, 2011

ujungkelingking -

Hadist riwayat Abu Sufyan radhiallahu anhu, ia berkata:
Aku berangkat ke Syam pada masa perdamaian Hudaibiah, yaitu perjanjian antara diriku dan Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam. Ketika aku berada di Syam, datanglah sepucuk surat dari Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam yang ditujukan ke Hiraklius, Penguasa Romawi. Yang membawa surat itu adalah Dihyah Al-Kalbi yang langsung menyerahkannya kepada Penguasa Basrah. Selanjutnya, Penguasa Basrah menyerahkan kepada Hiraklius.

Hiraklius lalu bertanya, “Apakah di sini terdapat seorang dari kaum lelaki yang mengaku sebagai nabi ini?”

Mereka menjawab, “Ya!”

Maka aku pun dipanggil bersama beberapa orang Quraisy lainnya sehingga masuklah kami menghadap Hiraklius. Setelah mempersilakan kami duduk di hadapannya, Hiraklius bertanya, “Siapakah di antara kamu sekalian yang paling dekat nasabnya dengan lelaki yang mengaku sebagai nabi ini?”

Abu Sufyan berkata, “Lalu aku menjawab, Aku.”

Kemudian aku dipersilakan duduk lebih dekat lagi ke hadapannya sementara teman-temanku yang lain dipersilakan duduk di belakangku. Kemudian Hiraklius memanggil juru terjemahnya dan berkata kepadanya, “Katakanlah kepada mereka bahwa aku akan menanyakan kepada orang ini tentang lelaki yang mengaku sebagai nabi itu. Jika ia berdusta kepadaku, maka katakanlah bahwa ia berdusta.”

Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, seandainya aku tidak takut dikenal sebagai pendusta, niscaya aku akan berdusta.”

Lalu Hiraklius berkata kepada juru terjemahnya, “Tanyakan kepadanya bagaimana dengan keturunan lelaki itu di kalangan kamu sekalian?”

Aku menjawab, “Di kalangan kami, dia adalah seorang yang bernasab baik.”

Dia bertanya, “Apakah ada di antara nenek-moyangnya yang menjadi raja?”

Aku menjawab, “Tidak.”

Dia bertanya, “Apa kamu sekalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mengakui apa yang dikatakannya?”

Aku menjawab, “Tidak.”

Dia bertanya, “Siapakah pengikutnya, orang-orang yang terhormatkah atau orang-orang yang lemah?”

Aku menjawab, “Para pengikutnya adalah orang-orang lemah.”

Dia bertanya, “Mereka semakin bertambah ataukah berkurang?”

Aku menjawab, “Bahkan mereka semakin bertambah.”

Dia bertanya, “Apakah ada seorang pengikutnya yang murtad dari agamanya setelah dia peluk karena rasa benci terhadapnya?”

Aku menjawab, “Tidak.”

Dia bertanya, “Apakah kamu sekalian memeranginya?”

Aku menjawab, “Ya.”

Dia bertanya, “Bagaimana peperangan kamu dengan orang itu?”

Aku menjawab, “Peperangan yang terjadi antara kami dengannya silih-berganti, terkadang dia mengalahkan kami dan terkadang kami mengalahkannya.”

Dia bertanya, “Apakah dia pernah berkhianat?”

Aku menjawab, “Tidak. Dan kami sekarang sedang berada dalam masa perjanjian damai dengannya, kami tidak tahu apa yang akan dia perbuat.”

Dia melanjutkan, “Demi Allah, aku tidak dapat menyelipkan kata lain dalam kalimat jawaban selain ucapan di atas.”

Dia bertanya lagi, “Apakah perkataan itu pernah diucapkan oleh orang lain sebelum dia?”

Aku menjawab, “Tidak.”

Selanjutnya Hiraklius berkata kepada juru terjemahnya, “Katakanlah kepadanya, ketika aku bertanya kepadamu tentang nasabnya, kamu menjawab bahwa ia adalah seorang yang bernasab mulia. Memang demikianlah keadaan rasul-rasul yang diutus ke tengah kaumnya. Ketika aku bertanya kepada kamu apakah di antara nenek-moyangnya ada yang menjadi raja, kamu menjawab tidak. Menurutku, seandainya ada di antara nenek-moyangnya yang menjadi raja, aku akan mengatakan dia adalah seorang yang sedang menuntut kerajaan nenek-moyangnya. Lalu aku menanyakan kepadamu tentang pengikutnya, apakah mereka orang-orang yang lemah ataukah orang-orang yang terhormat. Kamu menjawab mereka adalah orang-orang yang lemah. Dan memang merekalah pengikut para rasul. Lalu ketika aku bertanya kepadamu apakah kamu sekalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mengakui apa yang dia katakan. Kamu menjawab tidak. Maka tahulah aku, bahwa tidak mungkin dia tidak pernah berdusta kepada manusia kemudian akan berdusta kepada Allah. Aku juga bertanya kepadamu apakah ada seorang pengikutnya yang murtad dari agama setelah ia memeluknya karena rasa benci terhadapnya. Kamu menjawab tidak. Memang demikianlah iman bila telah menyatu dengan orang-orang yang berhati bersih. Ketika aku menanyakanmu apakah mereka semakin bertambah atau berkurang, kamu menjawab mereka semakin bertambah. Begitulah iman sehingga ia bisa menjadi sempurna. Aku juga menanyakanmu apakah kamu sekalian memeranginya, kamu menjawab bahwa kamu sekalian sering memeranginya. Sehingga perang yang terjadi antara kamu dengannya silih-berganti, sesekali dia berhasil mengalahkanmu dan di lain kali kamu berhasil mengalahkannya. Begitulah para rasul akan senantiasa diuji, namun pada akhirnya merekalah yang akan memperoleh kemenangan. Aku juga menanyakanmu apakah dia pernah berkhianat, lalu kamu menjawab bahwa dia tidak pernah berkhianat. Memang begitulah sifat para rasul tidak akan pernah berkhianat. Aku bertanya apakah sebelum dia ada seorang yang pernah mengatakan apa yang dia katakan, lalu kamu menjawab tidak. Seandainya sebelumnya ada seorang yang pernah mengatakan apa yang dia katakan, maka aku akan mengatakan bahwa dia adalah seorang yang mengikuti perkataan yang pernah dikatakan sebelumnya.

Dia melanjutkan, kemudian Hiraklius bertanya lagi, “Apakah yang ia perintahkan kepadamu?”

Aku menjawab, “Dia menyuruh kami dengan shalat, membayar zakat, bersilaturahmi serta membersihkan diri dari sesuatu yang haram dan tercela.”

Hiraklius berkata, “Jika apa yang kamu katakan tentangnya itu adalah benar, maka ia adalah seorang nabi. Dan aku sebenarnya telah mengetahui bahwa dia akan muncul, tetapi aku tidak menyangka dia berasal dari bangsa kamu sekalian. Dan seandainya aku tahu bahwa aku akan setia kepadanya, niscaya aku pasti akan senang bertemu dengannya. Dan seandainya aku berada di sisinya, niscaya aku akan membersihkan segala kotoran dari kedua kakinya serta pasti kekuasaannya akan mencapai tanah tempat berpijak kedua kakiku ini.”

Dia melanjutkan, kemudian Hiraklius memanggil untuk dibawakan surat Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam lalu membacanya. Ternyata isinya adalah sebagai berikut:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah, dari Muhammad, utusan Allah, untuk Hiraklius, Penguasa Romawi.

Salam sejahtera semoga selalu terlimpah kepada orang-orang yang mau mengikuti kebenaran. Sesungguhnya aku bermaksud mengajakmu memeluk Islam. Masuklah Islam, niscaya kamu akan selamat. Masuklah Islam niscaya Allah akan menganugerahimu dua pahala sekaligus. Jika kamu berpaling dari ajakan yang mulia ini, maka kamu akan menanggung dosa seluruh pengikutmu. (Wahai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat ketetapan yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah).

Selesai ia membaca surat tersebut, terdengarlah suara nyaring dan gaduh di sekitarnya. Lalu ia memerintahkan sehingga kami pun segera dikeluarkan. Lalu aku berkata kepada teman-temanku ketika kami sedang menuju keluar, “Benar-benar telah tersiar ajaran Ibnu Abu Kabasyah, dan sesungguhnya ia benar-benar ditakuti oleh Raja Romawi.”

Abu Sufyan berkata, “Aku masih terus merasa yakin dengan ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wa salaam bahwa ia akan tersiar luas sehingga Allah berkenan memasukkan ajaran Islam itu ke dalam hatiku.”

(Shahih Muslim No.3322)
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, July 08, 2011

Saturday, July 2, 2011

ujungkelingking - Ah, akhirnya ada kesempatan juga untuk menulis, setelah beberapa hari belakangan ini sempat absen. Selain karena pekerjaan yang cukup menyita waktu, juga karena akhir-akhir ini saya sering mencermati “perang agama” yang terjadi di situs jejaring sosial, facebook.

Perang agama, yang sebenarnya hanyalah contoh kecil dari “perang-perang” yang tengah terjadi di sekeliling kita.

Perang agama yang saya maksud di sini adalah perang komentar pada akun facebook dengan saling menghina dan mengolok-olok, saling menghujat, meremehkan dan saling melecehkan, antara anak-anak muslim dan anak-anak kristen. Saya sebut sebagai “anak-anak” karena hal ini adalah aplikasi dari ketidak-dewasaan cara berpikir kita. Tidak ada yang berpikir dingin, rasional, dan jernih. Setiap hinaan akan dibalas dengan olok-olok, setiap hujatan akan dibalas dengan pelecehan.

Ini juga menjadi bukti bahwa Islam mulai kehilangan ‘izzah-nya di mata kaum Kuffar.
 

***

 Bila kita mencoba untuk sedikit menggunakan nalar, tentu kita paham bahwa debat kusir yang semacam itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Bila kebenaran yang dicari, maka masih sangat jauh dari tujuan. Kita –Muslim- tentu membuka diri untuk debat-debat atau diskusi, selama dilakukan dengan cara yang beretika.

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu."
[Al-Nisa': 86]

Dan tujuan mereka –kaum di luar Islam- memang bukan untuk mencari kebenaran. Mereka sesungguhnya ingin memancing reaksi keras dari kaum Muslimin. Ketika komentar mereka dibalas, mereka akan membalas lebih keras lagi. Dan begitu seterusnya.

“Dan tidaklah sekali-kali akan ridlo orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani terhadap kalian, hingga kalian mengikuti ajaran mereka.”
[Al-Baqarah: 120]

Mereka senang menciptakan permusuhan. Ini yang menggelikan, padahal ajaran Isa yang sebenarnya adalah ajaran kasih-sayang. Lalu darimana sikap permusuhan seperti itu?


Bagaimana seharusnya kita bersikap?

Seorang Muslim kita dilarang keras menghina ajaran agama lain, tuhan agama lain, atau kitab agama lain.

Injil, misalnya. Pada Injil yang sekarang beredar di kalangan ahlul-kitab masih terdapat ajaran tauhid di sana. Sebagian isinya adalah dari Allah subhanahu wa ta’ala, meskipun sisanya adalah hasil karya tangan-tangan kotor manusia. Karena itu kaum Muslimin menerima sebagian dari Injil dan menolak sisanya. Standarnya adalah Al-Qur’anul Kariim. Sebab pada Al-Qur’an-lah ajaran-ajaran lain itu disempurnakan.

Begitu juga dengan penglecehan terhadap sosok Yesus. Itu sama artinya dengan penghujatan terhadap Isa alaihisalam. Bukankah Yesus adalah Isa dalam perspektif Al-Qur'an? Hanya saja, kita menerima Isa yang sebagai utusan Allah dan menolaknya sebagai tuhan.

Rasulullah juga melarang kita menghina agama kita sendiri. Yaitu ketika kita menghina agama orang lain, lalu orang lain itu balas menghina agama kita.

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan".
[Al-An'am: 108]


Lalu apakah sebagai seorang Muslim kita harus berdiam diri saja menerima hinaan dan pelecehan seperti itu?

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam.”
[An Nisa':140]

Agaknya, prinsip "lakum dinukum waliyadiin" menjadi penting untuk diterapkan pada kasus semacam ini.

Kita hendaknya menahan diri dari terjebak pada “perang gak penting” yang sesungguhnya akan mengotori cara berpikir seorang Mu’min.


Tapi bagaimana bila kebencian kaum kafir itu diaplikasikan pada perbuatan yang melecehkan umat Muslim?

Dalam cuplikan fatwa yang dimuat dalam Kitab Al-Bahru Ar-Ro’iq disebutkan;
“Jika ada seorang Muslimah di bagian timur ditawan musuh maka wajib bagi kaum Muslimin yang berada di bagian barat bumi untuk membebaskannya.”

Seorang Muslimah di jaman Rasulullah pergi ke pasar Yahudi bani Qainuqa. Ia mendatangi seorang tukang-sepuh untuk menyepuhkan perhiasannya. Muslimah itu bermaksud menunggu sampai selesai tiba-tiba beberapa orang Yahudi datang mengerumuninya. Dengan nada mengejek mereka meminta kepada si wanita utk membuka purdahnya. Permintaan itu ia tolak mentah-mentah. Namun secara diam-diam si tukang sepuh menyangkutkan ujung pakaian yang menutupi seluruh tubuh itu pada bagian punggungnya. Ketika si wanita berdiri terbukalah aurat bagian belakangnya. Melihat pemandangan itu orang-orang Yahudi bersorak riang. Si wanita pun menjerit meminta tolong.

Kegaduhan segera terjadi. Seorang mukmin yang kebetulan berada di tempat itu segera bereaksi. Secepat kilat ia menyerang tukang sepuh dan membunuhya. Orang-orang Yahudi menjadi murka karenanya. Mereka balas mengeroyok si mukmin hingga terbunuh.

“Barang siapa terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid; dan barang siapa yg terbunuh karena membela darahnya maka dia syahid; dan barang siapa terbunuh karena membela agamanya maka dia syahid; dan barang siapa terbunuh membela keluarganya maka dia syahid.”
 

***

 "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar."
[An-Nahl: 126]

"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan."
[Al-Imran: 178]


Hasbunallah wa ni’mal wakiil.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, July 02, 2011

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!