Monday, September 30, 2013

ujungkelingking - Salah seorang teman saya menulis di akunnya begini, "Kamu akan tahu sifat dan watak asli seseorang ketika kamu melakukan safar (perjalanan) dan ber-muamalah (berbisnis) dengannya."

Hal ini mengingatkan saya kepada salah seorang ustadz saya dahulu. Beliau pernah mengatakan bahwa dengan mendaki gunung, watak dan karakter asli kita akan ketahuan.

Beberapa penelitian tentang psikologis manusia mengatakan ada beberapa keadaan yang membuat seseorang menunjukkan sifat atau watak aslinya. Selain melalui olahraga beregu atau acara makan bersama, sifat asli seseorang paling nampak adalah ketika dalam kondisi emosi tinggi. Ini bisa berupa kepanikan, kesal, marah, ataupun takut.

Ketika sedang melakukan perjalanan, berbisnis, atau mendaki gunung, menyebabkan seseorang mudah mendapati kondisi-kondisi di atas. Perjalanan yang melelahkan apalagi ditambah dengan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan; bisnis yang terancam gulung tikar atau adanya kesempatan untuk meraup untung yang ilegal; atau berada di alam bebas yang tidak banyak orang yang bisa dimintai bantuan, bisa menyebabkan seseorang kesal dan gampang tersulut kemarahannya. Nah, ketika hal itu terjadi maka di sinilah karakter asli itu akan terlihat. Apakah dia akan gampang mengeluh dan melampiaskan kemarahannya, ataukah malah bisa menahannya dan mengalihkan energi negatifnya menjadi sesuatu yang positif?

Sebenarnya, apa perlunya kita mengetahui karakter orang lain?

Pada sebuah training yang pernah saya ikuti tahun 2011 yang lalu, dikatakan bahwa setiap orang -di dalam dirinya- memiliki 4 tipe karakter. Namun, setiap trainer atau motivator memiliki nama-nama sendiri untuk masing-masing tipe tersebut. Dan pada setiap orang pasti memiliki kecenderungan terhadap salah satu karakter. Mungkin pada beberapa kesempatan dia bisa "berubah" karakternya, namun hal itu tidaklah permanen. Pada akhirnya dia kan kembali ke karakter yang menjadi kecenderungannya. Dari sinilah penyebutan tentang apa karakter orang tersebut.

Bagaimanapun, setiap tipe memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Artinya, tidak ada orang yang selalu baik sebagaimana tidak ada orang yang selalu jahat. Pada seseorang yang memiliki karakter baik, tetap ada karakter yang tidak baik pada dirinya, meski tidak dominan. Maka dengan mengetahui karakter seseorang, kita bisa menetukan cara yang tepat untuk menghadapinya. Contoh sederhananya, untuk menghadapi seseorang dengan watak pemarah, tentu tidak bisa dihadapi dengan kemarahan juga. Seperti itulah.

Nah, di dalam sebuah tim, pengenalan tentang karakter masing-masing anggota menjadi sangat diperlukan untuk memperkuat kesolidan tim tersebut. Dengan mengetahui tipikal masing-masing anggota, maka seorang leader dapat menempatkan tiap-tiap orang pada posisi atau bagian yang tepat yang sesuai dengan karakter orang tersebut. Disamping itu, mengetahui kelemahan setiap anggota tim memungkinkan untuk yang lainnya dapat mengkover kelemahan tersebut.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, September 30, 2013

Friday, September 27, 2013

ujungkelingking - Dahulu kala, pada suatu masa, diceritakan ada seorang kakek yang sedang melaksanakan sholat. Ketika sang kakek sedang sujud, tiba-tiba si cucu langsung naik ke punggung sang kakek dan bermain-main di atasnya. Maka sang kakek pun memperlama sujudnya, sampai si cucu bosan dan turun dari punggungnya. Barulah setelah itu sang kakek melanjutkan sholatnya.

***

Terlepas dari ke-"shahih"-an asal-muasalnya, namun cerita ini banyak dipakai sebagai "dalil" tentang "haram"nya mengajari anak kecil sebelum saatnya. Lebih jelas golongan ini berpendapat bahwa untuk mengajari seorang anak kecil belajar membaca, menulis dan berhitung, itu ada waktunya, yaitu ketika otak mereka siap untuk menerima pelajaran itu. Berdasar penelitian adalah usia sekitar 6-7 tahun, karena pada saat itu sudah tercapai kematangan sensorik dan motorik mereka. Maka sebelum mencapai usia tersebut, sebaiknya anak-anak tidak diajarkan membaca, menulis dan berhitung, namun hanya diperkenalkan permainan-permainan yang merangsang sensorik-motorik saja.

Namun, golongan yang lain berpendapat bahwa usia anak antara 0-5 tahun (ada yang mengatakan 0-8 tahun) adalah masa-masa emas atau yang biasa diistilahkan dengan 'Golden Age'. Pada masa ini otak anak-anak berkembang hingga 80% yang memungkinkan mereka mampu menyerap informasi apapun, hal baik ataupun hal buruk. Dan informasi apapun yang terserap pada masa ini akan sulit hilang dari memori mereka, bahkan hingga mereka dewasa nanti. Karena itu golongan ini berpendapat "wajib" untuk mengajarkan sesuatu yang baik kepada anak-anak, agar pengajaran itu dapat mengental dalam ingatan mereka.

Lalu bagaimana menyikapi hal ini, sebagian mengatakan harus mengoptimalkan kemampuan otak mereka, sedangkan sebagian lain menyatakan harus menunggu sampai usia mereka siap?

Alih-alih men-"tarjih" (mencari yang terkuat) dari kedua pendapat ini, saya lebih memilih untuk mengkombinasikan keduanya. Mengambil jalan tengah di antaranya.

Jadi pada masa-masa perkembangan anak-anak, kita boleh mengajari mereka apapun. Di sini pendidikan karakter adalah yang lebih diutamakan karena hal ini amat berhubungan dengan kehidupan mereka nantinya. Namun jika anak-anak memang benar-benar tertarik, tidak ada salahnya mengajari mereka membaca, menulis dan berhitung. Dengan catatan tetap dengan bahasa yang paling sederhana yang mereka pahami, yaitu bermain.

Dan ketika pada suatu ketika mereka bosan, kita harus berhenti. Jangan pernah memaksa mereka karena hal itu justru akan berpengaruh buruk pada karakter mereka. Kita harus menunggu sampai saat mood mereka kembali terbangun atau beralih kepada hal lain yang sama bermanfaatnya.

Anak-anak itu lahir dan tumbuh dengan "keunikan" mereka masing-masing. Hal-hal yang berhasil diterapkan pada satu anak, belum tentu sesuai jika diaplikasikan untuk anak yang lain. Kejelian membaca karakter inilah yang menjadi salah satu tugas penting orangtua. Jangan sampai membuang kecerdasan anak dengan sia-sia karena ketidak-tahuan kita terhadap apa yang mereka minati. Jangan pula "mengganggu" mereka dengan memaksanya melakukan hal-hal yang tidak disenanginya. 

Hm, kalau Anda?

Parangtritis, 2010 (dok. pribadi)

Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, September 27, 2013

Thursday, September 26, 2013

ujungkelingking - Apakah Anda pernah mendengar atau mencoba berkreasi dengan MyLiveSignature? Jika iya, maka artikel ini tentu tidak berguna bagi Anda. Namun, jika Anda tertarik untuk mengetahui dan mencobanya, maka Anda bisa mengikuti langkah-langkahnya nanti.

Sebagai contoh, jika Anda memperhatikan tulisan ujungkelingking pada bagian atas blog ini, maka itu adalah salah satu hasil kreasi menggunakan MyLiveSignature.

Oke, langkah pertama, Anda bisa masuk ke http://www.mylivesignature.com/mls_create_signature.php.

Setelah itu pilih 'Using the signature creation wizard'. Kemudian Anda hanya perlu meng-klik 'Next step' untuk melanjutkan langkah-langkahnya.

Ketikkan nama. Dalam contoh ini saya memakai "ujungkelingking" (lagi).

Pilih huruf. Ada 120 pilihan model kreasi yang disediakan. Agar berbeda, saya memilih no. 83.
Pilih ukuran. Dari ukuran 1 s/d 10, saya pilih 3.
Pilih warna. Kolom atas untuk memilih warna background, sedangkan kolom bawah untuk warna pada teks.
Atur tingkat kemiringannya.
Selesai. Selanjutnya Anda tinggal klik kanan untuk 'Save Image'.
Dan, inilah hasilnya.

Selamat mencoba.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, September 26, 2013

Wednesday, September 25, 2013

ujungkelingking - Baru saja saya selesai melaksanakan sholat Ashar di masjid sebelah, saya melihat sebuah hape berbungkus pouch warna kulit tergeletak di bawah salah satu tiang masjid.

Saat itu kondisi masjid memang relatif kosong, maklum sholat Ashar sudah selesai dari tadi. Sambil mengira-ngira siapa pemiliknya, saya coba mengamati keadaan sekitar. Agak jauh di depan saya ada tiga orang yang sedang sholat berjamaah. Di pojok sebelah sana, ada dua orang yang sedang berdiskusi (belakangan saya baru tahu kalau mereka mahasiswa di situ). Di bawah tiang yang lain ada seseorang yang sedang tidur dengan lelapnya. Sementara beberapa mahasiswa lain sedang bercengkrama di luar masjid.

Agak ragu-ragu saya mendekati hape tersebut. Tapi saya yakin pemilik hape ini tidak ada di antara orang-orang yang ada di sini.

Sebenarnya, saya ingin memberikan hape tersebut langsung kepada ta'mir masjid. Namun keberadaan beliaunya saya juga tidak tahu. Akhirnya dengan memantapkan hati, saya mendekati dua orang mahasiswa yang sedang asyik berdiskusi dari tadi. Saya katakan kepadanya bahwa saya menemukan sebuah hape dan minta tolong untuk menyerahkan hape tersebut kepada ta'mir masjid, sampai nanti ada pemilik yang sebenarnya. Setelah itu saya pun bergegas kembali ke kantor.

Ketika sedang menuju kantor, saya berpapasan dengan seorang teman dari induk perusahaan dimana saya bekerja. Pak Subur, namanya. Meski begitu posturnya sama sekali tidak subur (gemuk), kok. Pak Subur ini pernah menemani saya sewaktu ada seminar perpajakan di Jakarta. Karena nampaknya beliau sedang tergesa-gesa, saya pun tidak banyak bertanya.

Mungkin ending cerita ini sudah bisa tertebak, ya.

Ketika sedang menunggu lift yang akan mengantar saya ke lantai 5, Pak Subur sudah menyusul saya. Belum sempat saya bertanya kenapa tadi tergesa-gesa, orangnya sudah lebih dahulu bercerita, "Alhamdulillah, Mas hape saya masih ketemu. Mungkin jatuh pas di masjid tadi."

Ooo... ternyata,

Hehe, saya tersenyum saja dalam hati.

Saya dan P. Subur, di depan KPP Besar Dua (2010) | dok. pribadi
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Wednesday, September 25, 2013

Monday, September 23, 2013

ujungkelingking - Dalam sebuah bincang ringan ibunya Zaki dengan salah seorang tetangga tentang membuat kue, tetangga tersebut mengatakan bahwa dirinya tidak berbakat dalam urusan membuat kue. Karena pernah, dirinya diajari oleh kakaknya yang lebih jago membuat kue, dengan bahan yang sama dan dengan cara dan teknik yang sama, toh hasilnya jauh berbeda. Memang saya ini tidak berbakat, katanya.


***

Bakat (gift), atau yang dalam definisi umum sering diartikan sebagai dasar kepandaian yang dibawa sejak lahir, adalah sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada masing-masing individu. Dan hal ini tidak ada hubungannya dengan genetik. Jadi bisa saja dua orang yang tidak saling mengenal memiliki bakat yang sama, dan bisa juga terjadi antara saudara kembar malah memiliki bakat yang sama sekali berbeda.

Beda bakat, beda pula keahlian. Jika bakat -dikatakan- secara otomatis sudah ada pada diri kita, maka keahlian baru bisa diperoleh dengan cara belajar, latihan-latihan dan pengalaman. Karena itu bakat tidak selalu berbanding lurus dengan keahlian. Bisa saja seseorang dengan bakat menulis memiliki keahlian memasak, atau seseorang yang berbakat di bidang musik malah sukses di bidang modeling, dsb.

Mengutip seperti apa yang pernah dikatakan Thomas A. Edison, bahwa persentase sebuah bakat dalam keberhasilan suatu hal nyatanya memiliki porsi hanya 1% saja. Sisanya yang 99% adalah kerja keras atau latihan yang intens. Jadi kalau boleh saya menganalogikan, seseorang yang memiliki bakat membutuhkan usaha 99 kali untuk sampai pada 100 (karena yang 1 sudah dimilikinya berupa bakat), sedangkan bagi yang tidak memiliki bakat, butuh 100 kali usaha untuk mencapai angka yang sama. Dari sini kita bisa tahu bahwa bakat tidaklah secara dominan menentukan sebuah kesuksesan. Dalam konteks yang lebih riil, seseorang dengan bakat yang bagus namun kurang dilatih pasti akan mudah diungguli oleh mereka yang memilih berlatih keras meski tanpa bakat. Di sinilah intinya.

Banyak kita dengar kisah tokoh-tokoh yang sukses mendunia yang kesemuanya itu tenyata karena usaha keras mereka. Kegigihan dan ketidak-mauan mereka terhadap kata menyerah dan putus asa.

Michael J. Howe, seorang psikolog dan penulis buku "Genius Explained" mengatakan bahwa genius is not a mysterious and mystical gift, but the product of a combination of environment, personality, and sheer hard work.

Note: Bagi yang ingin mendownload "Genius Explained" (file .pdf versi bahasa Inggris) bisa unduh di link ini.

***

Kita memang terlahir dengan bakat kita masing-masing. Namun pada perjalanan waktu, kitalah yang memutuskan: akan mengasah bakat yang sudah ada, atau memilih melatih apa yang bukan menjadi bakat kita. Dan pada akhirnya yang menentukan hasil dari itu semua adalah prosesnya (baca: usaha keras kita).

Jadi sekarang, apakah bakat itu (masih) perlu?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, September 23, 2013

Tuesday, September 17, 2013

ujungkelingking - Barangkali postingan ini masih ada hubungannya dengan artikel saya sebelumnya tentang Materi Dangdut Dalam Konflik Sosial, dimana sebuah lagu dapat dengan mudah ditiru oleh anak-anak.

Hari Minggu kemarin, karena tidak ada hal-hal yang bisa dikerjakan di rumah, sayapun mengajak istri dan anak-anak untuk mengunjungi salah seorang sepupu saya yang tinggal di Sidoarjo kota. Jarak tempuh yang cuma kurang dari sejam dengan mengendarai motor membuat kami santai berangkat selepas Ashar.

Lah, emak'e pake gaya dulu...

Sebenarnya, ini adalah kali pertama kami mengunjungi sepupu saya yang satu ini. Maklum, setelah mereka pindahan beberapa bulan yang lalu kami masih belum sempat berkunjung. Jadi selain untuk bersilaturahim, juga ingin tahu dimana kontrakan mereka yang baru. Tidak terlalu sulit mencarinya karena sebelumnya saya memang sudah diberi "ancer-ancer" yang cukup jelas.

Gak pake jaket dulu karena masih panas.

Sepupu saya ini punya satu putra (tapi sebentar lagi dua) yang seumuran dengan anak kedua saya. Faris, namanya. Dan, karena waktu sampai di sana si Farisnya masih tidur, jadilah Zaki dan Daffa bermain-main sendiri dengan mainannya Faris.

Nah, ketika Faris bangun dan sudah "jangkep nyowone", sepupu saya lalu memutar CD kesukaan Faris, Ria Enes dan Susan!

Wah, ini lagu tahun berapa, kata saya. Jadul pake banget! Sepupu saya menyahut, bahwa saat ini anak-anak memang membutuhkan lagu-lagu untuk anak. Sebab yang ada sekarang sebenarnya adalah lagu dewasa meski yang menyanyikan masih bocah. Kami mengamini.

Dan ternyata Zaki langsung suka. Si Kodok paling favorit. Bahkan sampai di rumah pun Zaki terus menyanyikan potongan syair lagu tersebut.

"Kodok dan semut sahabat lama
Semut bilang, dok kodok bagi telurmu..."

Karena itu berhatilah-hatilah kita ketika memperdengarkan lagu atau apapun kepada anak-anak, sebab mereka itu adalah peniru yang ulung.

Jadi kata siapa, "Ah masih anak-anak ini, gak bakal ngerti?"

Tulisan Zaki sendiri.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, September 17, 2013
ujungkelingking - Pagi ini saya mendapat email dari Google. Isinya pemberitahuan tentang salah satu fitur mereka yaitu Google Authorship atau Google Kepengarangan.

Anda telah menetapkan Kepengarangan Anda, yang berarti foto dan tautan ke profill Anda sekarang dapat muncul di samping konten Anda di hasil penelusuran.

Google Authorship (dok. pribadi)


Dasar saya yang gaptek, tidak banyak yang saya tahu dari fitur ini selain bahwa nantinya setiap postingan saya -yang terindex Google- akan muncul juga foto saya. Nantilah biar rekan-rekan Blogger yang lebih paham akan menjelaskannya.

Ada fotonya sekarang (dok. pribadi)


Jadi berasa penulis pro, hahaha...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, September 17, 2013

Saturday, September 14, 2013

ujungkelingking - "Salahkah diriku bila merindukanmu // Sedangkan kau di sana juga merindukanku // Walau ku tahu kau ada yang memiliki // Tapi cintaku tetaplah untukmu..."

Merasa kenal dengan lagu tersebut? Ya, itu potongan lirik dari lagu dangdut yang masuk trending music di kampung saya akhir-akhir ini.

Saya bukan orang yang anti dengan lagu dangdut. Banyak lagu-lagu dangdut tempo doeloe masih easy listening di telinga saya. Terkadang dengan mendengarkan lagu-lagu tersebut, saya seperti masuk ke mesin waktu dan mulai mengingat memori-memori lama. Duh!

Namun semakin ke sini, genre ini semakin mengikuti arus jaman. Mengikuti pola pasar. Yah, memang sudah hukumnya barangkali, kalau tidak mengikuti tren tidak akan bertahan. Dangdut yang sekarang sudah jauh berbeda dengan dangdut jaman saya es-em-pe dulu. Dari sisi aransemen lagu jelas sudah berbeda meski masih memakai lagu yang sama. Musik yang awalnya "halus" berganti tema menjadi nge-beat atau rada keras. Sudah gak cocok buat saya, haha...

Gaya panggung (baca: goyangan) apalagi. Jelas-jelas membangkitkan birahi. Dan yang ini saya yakin dilakukan hanya untuk membackup vokal yang amburadul. Maklum, vokal nomer sekian. Sing penting goyangane, cak! "Buka dikit, joss!"

Pun juga materi lagu yang -bagi saya- seperti tidak ada ide lain saja. Nah, yang saya sebut terakhir inilah yang paling membuat saya tidak habis pikir. Tentang ide, boleh-bolehlah semau kita, tapi kemasannya itu loh apa tidak bisa lebih "rapi" sedikit? Maksud saya mbok yao jangan terang-terangan. Bukan bermaksud merendahkan, tapi konsumen jenis musik ini kan kebanyakan kalangan menengah ke bawah. Yang artinya jangkauannya jauh lebih luas dibandingkan dengan musik dari jenis lainnya.

Coba saja perhatikan lirik ini,

"Ingin ku Sms an wedi karo bojomu // Pengen telpon-telponan wedi karo bojomu // Pengen ku ngomong sayang wedi karo bojomu... // Pengen ketemuan wedi karo bojomu // Pengen kangen-kangenan wedi karo bojomu..."

"Ingin (ku)sms kamu (tapi) takut dengan istrimu // Ingin menelpon takut dengan istrimu // Ingin ku bilang sayang takut dengan istrimu... // Ingin bertemu takut dengan istrimu // Ingin sayang-sayangan takut dengan istrimu..."

Ini apa-apan coba? Menyelingkuhi suami orang kesannya bangga. Bahkan miris saya ketika di warung nasi ada anak SD yang dengan semangatnya menyanyikan lagu tersebut. Mau jadi apa mereka ketika dewasa, ketika nyanyian tersebut sudah tertanam jauh di alam bawah sadar mereka?

Yang lebih parah, orangtua mereka malah membiarkan anak-anak mereka tumbuh dengan lagu-lagu semacam itu.

"Sakjane kangen iki ra keno di lereni // Nanging aku wedi karo bojomu."

"Sebenarnya rindu ini tidak bisa dihentikan // Tapi aku takut dengan istrimu"

#Au ah!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Saturday, September 14, 2013

Monday, September 9, 2013

ujungkelingking - Ramai diberitakan di seluruh media tentang kecelakaan maut yang menewaskan 6 orang di Km. 8 tol Jagorawi (8/9/13). Adalah Abdul Qodir Jaelani (Dul) -putra bungsu Ahmad Dhani dan Maia Estianty- pengemudi Lancer maut tersebut. Dul yang masih berusia 13 tahun tersebut bahkan ditengarai belum memiliki Surat Izin Mengemudi.

Tentu, tulisan ini tidak akan membahas tentang kronologis berita tersebut. Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kasih sayang terhadap anak tidaklah selalu harus diwujudkan dengan memberikan sesuatu yang diinginkannya. Tentu bagi Dhani, mengurus ketiga orang putra yang beranjak remaja adalah kesulitan tersendiri. Apalagi kesibukan Dhani sebagai musisi yang sangat menyita banyak waktunya. Maka memberikan sebuah hadiah adalah "jalan singkat" untuk menunjukkan perhatian kepada mereka.

Bukanlah hal yang salah bagi seorang ayah memberikan hadiah kepada anaknya. Namun amat sangat disayangkan bila kemudian hadiah itu pada akhirnya menjadi bumerang bagi sang anak.

Kiranya apa yang menimpa keluarga Dhani ini adalah merupakan pembelajaran bagi kita. Kita harus tahu, bahwa di sekitar kita masih banyak Dul-Dul yang lain. Yang masih SD sudah mengemudikan motor sendiri, bahkan berboncengan dengan adiknya... Mungkin sang orangtua merasa bangga melihat anaknya yang kecil sudah bisa naik motor sendiri. Tapi hati-hatilah kita sebagai orangtua, apapun yang dilakukan sebelum waktunya pasti akan menimbulkan dampak negatif.

Waktu yang berkualitas tentulah lebih baik daripada sebuah hadiah. Kalaupun harus memberikan hadiah, berikanlah apa yang benar-benar mereka butuhkan dan memang sudah waktunya untuk itu.

Tidak memberikan apa yang mereka inginkan bukan berarti orangtua tidak sayang, akan tetapi semua itu demi kebaikan sang anak. Bahkan Tuhan-pun hanya memberikan apa yang kita butuhkan dan tidak memberikan apa yang kita inginkan, kecuali bila kita sudah siap untuk itu.

Semoga, baik keluarga Dhani maupun keluarga korban, sama-sama diberikan kesabaran dan pembelajaran melalui kejadian ini. Dan bagi kita, mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran dari ini semua.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Monday, September 09, 2013

Sunday, September 8, 2013

ujungkelingking - Pernahkah Anda ketika sedang bekerja dengan fungsi-fungsi pada excel menemukan hasil seperti ini: #####, #DIV/0!, #NAME?, #REF!, #VALUE!, atau #N/A? Sebagian orang beranggapan bahwa munculnya hasil seperti itu adalah akibat dari sebuah kesalahan penerapan rumus pada excel. Padahal penyebabnya bisa berbeda-beda, tergantung dari pesan error yang muncul.

Misalnya saja jika pesan yang muncul adalah #####, ini bisa terjadi karena kolom yang kurang lebar atau format tanggal berbeda.

Sedang jika #DIV/0! (divide by zero), maka hal ini terjadi karena ada bilangan yang dibagi dengan angka Nol.

Atau #NAME? yang ada kemungkinan kita salah mengetikkan nama fungsi, misalnya fungsi SUM kita tulis dengan SUN.

Pesan error #REF! akan muncul jika excel tidak menemukan referensi yang dimaksud.

Pesan #VALUE! biasanya muncul ketika referensi yang seharusnya angka (number), tapi yang kita masukkan ternyata sebuah text.

Sedang error #N/A (not available) akan muncul ketika excel tidak menemukan nilai dari referensi yang diberikan.

Dan masih ada beberapa lagi pesan error yang saya sendiri belum begitu mengerti...

Lalu bagaimana mengatasi pesan #error seperti itu?

Meski tidak selalu sebuah kesalahan, namun tentu tidak enak melihat laporan yang banyak pesan semacam itu. Untuk mengatasinya, Anda bisa menyiapkan sebuah hasil alternatif. Maksudnya jika akan muncul pesan error seperti itu, maka yang tampil adalah alternatifnya. Hasil alternatif ini bisa berbentuk rumus lain, atau bisa juga berupa angka 0 (nol).

Baru setelah itu Anda bisa menggunakan fungsi ISERR.

Secara sederhananya bisa ditulis begini:

 =IF(ISERR(Rumus1);(Rumus2);(Rumus1)), atau

=IF(ISERR(Rumus1);0;(Rumus1))

Cara membacanya: Jika Rumus1 tidak terbaca/error, maka beralih memakai Rumus2 (atau 0). Namun jika tidak ada masalah, maka tetap memakai Rumus1.

Salam #Error.
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Sunday, September 08, 2013

Friday, September 6, 2013

ujungkelingking - Sebenarnya tulisan ini adalah hasil adaptasi dari sebuah ebook yang ditulis oleh pak Joko Susilo, ST (www.jokosusilo.com), dengan judul asli adalah 14 Kesalahan Fatal Bisnis Internet, dan Bagaimana Cara Mendobraknya!

Karena artikel tersebut terlalu panjang, akhirnya saya rangkum dan saya ringkaskan sedemikian rupa sehingga menjadi judul tulisan ini, 5 Kesalahan Dalam Berbisnis dan Cara Mengatasinya.

Akan timbul pertanyaan, kenapa saya memposting artikel tentang bisnis internet, padahal saya tidak sedang menekuni bisnis ini?

Jawabannya adalah karena meskipun ditujukan bagi para penggiat bisnis internet, nyatanya kesalahan-kesalahan yang ditulis dalam artikel ini bisa terjadi juga pada pebisnis di dunia nyata. Karena itulah, bagi Anda –tidak hanya pebisnis internet saja- penting untuk menghindari kesalahan-kesalahan berikut ini agar kesuksesan lebih mudah (cepat) menghampiri Anda.

Artikel ini ditulis (hanya) sebagai catatan pribadi, karena sampai sekarang penulis juga belum menjadi seorang pebisnis. :’( 

Lalu apa saja kesalahan-kesalahan tersebut?


Kesalahan #1: Terlalu banyak belajar, menunggu sampai tahu segalanya

Ketika kita mulai terjun sebagai new comers dalam sebuah bisnis, tentu kita mencoba mempelajari seluk-beluknya. Anggap saja kita belajar teori dari pengusaha A. Selama beberapa waktu kita mencoba mendalami teori-teori dari pengusaha A tersebut dan lahir ide-ide kreatif dari situ. Sampai kemudian kita bertemu dengan pengusaha B. Dan ternyata, teori-teori milik pengusaha B ini lebih menarik perhatian kita, meski bertentangan dengan teori pengusaha A. Namun karena kita sudah mempelajari teori pengusaha A, kita menjadi bimbang untuk memilih yang mana, teori pengusaha A atau teori milik pengusaha B?

Nah, untuk mengatasi keragu-raguan tersebut, kita pun mulai menggali lebih banyak informasi lagi. Lalu dalam proses itu kita bertemu dengan pengusaha C -dengan teorinya sendiri. Hasilnya bisa ditebak, kita semakin bingung, dan semakin “bersemangat” untuk mempelajari yang lainnya. Ide-ide yang kita hasilkan-pun semakin banyak. Dan pada poinnya, kita hanya sibuk belajar dan menelurkan ide-ide tanpa ada aksi sama sekali.

Mengatasi Kesalahan #1:
Rencanakan salah satu ide yang sesuai dengan Anda, lalu kerjakan. Tidak perlu menunggu sampai tahu segalanya, cukup garis besarnya saja.

Kesalahan #2: Terlalu banyak ide

Adakalanya kita memiliki banyak ide dalam satu waktu. Namun semuanya tidak bisa kita lakukan bersamaan. Adakalanya juga kita sudah menjalankan ide yang satu, lalu kita tinggalkan untuk menjalankan ide berikutnya. Inilah yang pada akhirnya menjadi bumerang bagi bisnis kita.

Sebuah analogi menarik dari penulis, anggap saja kita memiliki lima buah piring di atas meja. Lalu kita diminta untuk memutar kelima piring tersebut secara bersamaan. Apa bisa?

Mengatasi Kesalahan #2: Sama seperti ide-ide yang kita punya, kita hanya perlu memutar satu piring dengan sangat bagus. Pastikan ia tetap berputar. Lalu kita bisa mulai memutar piring kedua, ketiga, dst. Setelah itu kita tinggal menjaga agar piring-piring tersebut tidak saling bertabrakan. Dan jika sudah menguasai medan dengan baik, kita malah bisa menambah piring lain lagi.

Kesalahan #3: Tidak menganggapnya sebagai sebuah bisnis serius

Bagaimanapun kesalahan ini pasti pernah menghinggapi pebisnis pemula. Mereka menjalani bisnisnya dengan dasar iseng. Tentu saja, hal-hal yang dilakukan dengan tidak serius dan setengah-setengah maka hasilnya tidak akan mungkin maksimal. Dampak lainnya, hal yang tidak serius itu menjadikan kita lebih mudah menyerah ketika mendapat hantaman sekecil apapun.

Mengatasi Kesalahan #3: Seriuslah! Tidak berarti kita harus mengorbankan banyak waktu. Artinya, se-sedikit apapun waktu yang kita gunakan, haruslah efisien, sungguh-sungguh untuk menuju kesuksesan

Kesalahan #4: Rumput tetangga selalu lebih hijau

Melihat kesuksesan orang lain semestinya sebagai pelecut bagi kita, bahwa kita juga pasti bisa!

Namun yang seringkali terjadi, melihat kesuksesan oranglain menjadikan kita malah pesimis, rendah diri dan tidak percaya diri. Akhirnya kita berpikir, “Sudah sekian lama, kenapa mereka sudah sukses sedangkan saya belum?”

Mengatasi Kesalahan #4: Pelajari kunci sukses mereka, namun jangan berlama-lama. Lalu ikuti. Selama kita hanya bisa menonton, kita tidak akan bisa mendapat tepukan tangan.

Kesalahan #5: Takut bertanya, tersesatlah…

Ketika kita tidak memiliki pengetahuan apapun tentang bisnis yang akan kita geluti, apa yang harus kita lakukan?

Tentu kita bisa jawab, "Bisa browsing di internet". Tapi sampai berapa lama? Internet itu luas. Kita bisa kehabisan waktu! Memang benar kita akan menemukan banyak hal di sana, tapi bisa-bisa kita terjebak pada kesalahan pada no. 1 di atas.

Mengatasi Kesalahan #5:
Bergabunglah dengan forum atau komunitas yang khusus berkecimpung dalam bidang yang ingin Anda geluti. Atau miliki seorang mentor. Dengan cara ini, waktu yang kita habiskan untuk menggali ilmu bisa lebih singkat.

So, do it Now!
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, September 06, 2013

Tuesday, September 3, 2013

ujungkelingking - Cerita ini sebenarnya sudah lama tercatat di dalam draft saya. Daripada bikin sepet mata, mending di-publish saja...

Kewajiban manusia sebagai makhluk sosial adalah menolong sesamanya. Menolong, yang dalam hubungan kemanusiaan tentunya tidak boleh pilih kasih.

Suatu pagi (saya lupa kapan) saya cukup tertegun membaca sebuah postingan status di sebuah sosial network. Ditulis oleh seseorang yang tidak saya kenal, namun kami memiliki satu teman yang sama. Dari komentar teman yang sama itulah sehingga status tersebut bisa muncul di wall saya.

Redaksinya saya lupa, tapi inti dari status tersebut si pemilik akun mendapati ada seseorang yang mengalami kecelakaan di jalan raya. Pemilik akun ini lalu mencoba melihat keadaan orang tersebut dan hendak menolongnya. Namun ketika tahu bahwa orang yang mendapat kecelakaan tersebut memiliki "tanda" berupa jidat gosong dan celana cingkrang (penyebutan ini seperti apa yang ditulis pada akun tersebut), si pemilik akun tiba-tiba mengurungkan niat menolongnya karena menganggap orang tersebut berpaham Wahabi yang dianggap penuh dengan kesesatan dan kebid'ahan. Tidak hanya itu bahkan si pemilik akun merasa bersyukur dengan musibah yang menimpa orang tersebut.

Karena saya tidak bisa unjuk komentar di situ, akhirnya yang saya lakukan kemudian adalah menulis status yang isinya mempertanyakan kenapa untuk menolong seseorang harus dipilih-pilih dulu? Dan lucunya, ketika saya mencoba menelusuri keberadaan status itu beberapa hari kemudian, status tersebut sudah tidak ada.

***

Terkait dengan status tersebut di atas, dalam kesempatan ini, saya ingin mengutarakan beberapa poin yang menjadi pemikiran saya:

Pertama, "jidat gosong" atau "celana cingkrang" tidak serta-merta menunjukkan bahwa orang tersebut pastilah pengikut madzab Wahabi. Ini sama seperti mengatakan bahwa 'api itu panas', dan logika itu tidak bisa dibalik menjadi 'kalau panas pasti api'. Sebuah logika yang ngawur.

Kedua, ketika kita menolong seseorang -dalam hal kemanusiaan- sangat tidak perlu dipertanyakan dia Wahabi atau bukan, Islam atau bukan, WNI asli atau bukan. Toh kita juga tidak perlu bertanya dia laki-laki atau banci. Andaipun yang kita tolong ternyata orang yang menyimpang dari agama, hal itu sama sekali tidak akan membuat kita ikut sesat.

Ketiga, dan ini yang kita seringkali salah mendefinisikan, yaitu tentang apa itu bid'ah? Yang dimaksud dengan "bid'ah" -dalam setiap konteks- adalah mengacu kepada hal yang bersifat ritual ibadah, bukan dalam keduniaan semisal teknologi dan lainnya. Hal ini sesuai hadits dari Aisyah radhiallahu anha,

"Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak."
[Bukhari No. 20, Muslim No. 1718]

***

Saya bukan Wahabi. Bahkan saya juga tidak berani menyebut diri saya Ahlu 's-Sunnah wa 'l-Jama'ah. Namun yang menjadi inti dari tulisan ini adalah bahwa menolong sesama makluk ciptaan Allah itu (harus) ikhlas. Ikhlas bahwa yang berhak membalas pertolongan kita hanya Allah semata, dan ikhlas dalam arti tidak pilih kasih.

Bukan begitu?
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, September 03, 2013

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!