Friday, August 31, 2012

ujungkelingking - Dari sebuah khutbah Jum'at...

Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Muslim Indonesia bahwa ketika menjelang hari raya 'Idul Fitri, mereka berbondong-bondong untuk mudik. Istilah "mudik" sendiri biasa diartikan sebagai pulang ke kampung atau ke desa. Artinya dari kota menuju desa. Atau bisa dipakai definisi: melawan arus. Disini sang khatib mencoba mempertanyakan kenapa digunakan istilah "mudik"?

Kenapa tidak memakai istilah "turun", karena secara strata-sosial, kota biasanya diposisikan lebih tinggi daripada desa? Kenapa juga tidak digunakan kata "ngintir" (bhs. jawa, mengikuti arus), padahal pada waktu-waktu seperti itu hampir semua masyarakat kita melakukan tradisi yang sama?

Rupanya, menurut sang khatib, desa memiliki sesuatu yang sulit ditemukan di kota. Dia adalah kerukunan, kegotong-royongan, kedamaian, persaudaraan, dan ke-religius-an.

Pernah, seorang peneliti (maaf, saya kurang dengar namanya) melakukan tes unik untuk melihat perbedaan kehidupan di kota dan desa. Si peneliti ini kemudian membeli 2 buah mobil yang sama merk-nya, jenis dan warnanya. Kemudian, salah satu dari mobil itu diletakkan di sebuah kota, dan mobil yang satunya diletakkan di sebuah desa. Si peneliti ini kemudian mengamati apa yang terjadi beberapa hari ke depan.

Seminggu setelah diletakkan di tempatnya, mobil yang ditempatkan di kota telah hilang roda bagian depannya, sedang mobil yang berada di desa masih utuh. Dua minggu berikutnya mobil yang berada di kota atapnya sudah terlepas, sedang mobil yang berada di desa masih tetap utuh. Dan begitulah.

Namun, sungguhpun demikian, mudik yang seperti yang biasa dilakukan orang-orang ini dinilai sang khatib sebagai mudik yang kecil dan mudik yang biasa-biasa saja. Karena sebenarnya ada mudik yang jauh lebih besar dan jauh lebih penting. Yaitu mudik kita ke hadirat Allah subhanahu wa ta'ala.

Untuk mudik yang kecil saja kita rela merepotkan diri untuk mempersiapkan segala sesuatunya. maka untuk mudik yang lebih besar dan lebih penting ini sudah sepatutnyalah kita jauh lebih bersungguh-sungguh.

Karena itu, secara luas, kehidupan kita di dunia ini, dan khusus Ramadhan yang baru saja kita lewati dan (insyaallah) Ramadhan di tahun-tahun berikutnya adalah sarana untuk men-training dan mempersiapkan diri untuk mudik yang pasti setiap kita akan menjalaninya.

Maka kita akan bersungguh-sungguh beribadah, mengharap ridha-Nya. Agar nantinya kita benar-benar diterima saat mudik ke hadirat-Nya.

Hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal maula wa ni'man nasiir...
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, August 31, 2012
ujungkelingking -



Ilustrasi: iN | Photography
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Friday, August 31, 2012

Thursday, August 23, 2012

ujungkelingking - Sebelumnya, perkenankanlah kami mengucapkan:

Taqabbalallahu minna wa minkum

Mohon maaf lahir dan batin, mudah-mudahan puasa kita yang kemarin diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala dan puasa tersebut mampu menjadikan kita manusia-manusia yang bertaqwa.

Amin, ya Robbal 'alamiin....

***

Sudah menjadi tradisi bagi kita -umat Muslim di Indonesia pada khususnya- bahwa setelah kita melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh, kita memasuki lebaran yang oleh sebagian orang disebut dengan "Hari Raya Kupat" (bhs. Jawa, ketupat).

Nah, mengutip apa yang diistilahkan oleh Sunan Bonang, menurut terminologi beliau bahwa kata "kupat" memiliki makna "laku sing papat", yang juga dalam bahasa Jawa berarti keadaan yang empat, atau empat keadaan. Maksudnya adalah bahwa ketika seseorang sudah sempurna melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, maka dia akan memiliki empat hal berikut ini, yaitu: lebar, lebur, luber, labur.

Pen-definisi-an untuk masing istilah tersebut adalah kurang-lebih sebagai berikut:

  1. Lebar, berarti habis atau penghabisan. Maksudnya ketika ketika sudah memasuki hari raya, berarti puasa Ramadhan sudah selesai. Tidak ada lagi puasa Ramadhan.
  2. Lebur, maknanya adalah kita terbebas dari dosa. Karena dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa puasa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas mampu menggugurkan dosa-dosa.
  3. Luber, maksudnya melimpah-lah pahala kita. Sebab Allah sendiri yang akan meng-kalkulasi pahala untuk kita. Berbeda dengan ibadah-ibadah lain yang hitung-hitungan pahalanya sudah ada, puasa justru tidak ada keterangan tentang itu. Ya, Allah sendiri yang langsung menghitungnya!
  4. Labur, memiliki makna rata, atau bersih. Ya, kebersihan diri dan hati akan kita dapatkan setelah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.

Setelah ini, kita masih punya amalan lain yang harus kita upayakan untuk kita kerjakan. Yaitu puasa Syawal.
Nabi menjelaskan bahwa jika seseorang telah berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan berpuasa Syawal (yaitu 6 hari di bulan Syawal), maka dia telah berpuasa setahun penuh!

Bismillah,
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Thursday, August 23, 2012

Tuesday, August 14, 2012

“Wahai umat manusia, dengarkanlah yang akan aku katakan di sini. Mungkin saja setelah tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selamanya.”

Mendengar ucapan Rasulullah, sebagian pengikutnya terheran-heran, sebagian lagi tertunduk sedih, sebagian lagi terdiam karena penasaran menanti perkataan Rasulullah selanjutnya.

Rasulullah berkata, ”Tahukah kalian, bulan apa ini?”

Mereka serentak menjawab, ”Bulan Haram!”

Rasulullah mengulangi lagi kalimatnya,

“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin setelah tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya…. 

Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian seperti hari dan bulan suci sekarang ini di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak pembalasan jahiliyah seperti itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi‘ bin al Harits.

Riba jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi.

Hai manusia, di negeri kalian ini, setan sudah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi ia masih menginginkan selain itu. Ia akan merasa puas bila kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena itu hendaklah kalian jaga baik-baik agama kalian!

Hai manusia sesungguhnya menunda berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah.

Sesungguhnya jaman berputar seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut: Dzul Qa‘dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya‘ban.

Takutlah Allah dalam memperlakukan kaum wanita, karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai hak atas para istri kalian dan mereka pun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka atas kalian ialah kalian harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik.

Maka perhatikanlah perkataanku itu, wahai manusia, sesungguhnya aku telah sampaikan. Aku tinggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.

Wahai manusia, dengarkanlah taatlah sekalipun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya dari Habasyah selama ia menjalankan Kitabullah kepada kalian. Berlaku baiklah kepada para budak kalian. Berilah mereka makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka.

Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati, karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri …

Ya Allah sudahkah kusampaikan?

Kalian akan menemui Allah maka janganlah kalian kembali sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, barangkali sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada orang yang mendengarkannya (secara langsung). Kalian akan ditanya tentang aku maka apakah yang hendak kalian katakan?”

Kaum Muslimin menjawab:

“Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan dan memberi nasehat.“ 

Kemudian seraya menunjuk ke arah langit dengan jari telunjuknya, Rasulullah saw bersabda: “Ya Allah, saksikanlah, saksikanlah, saksikanlah”


*Dari beberapa sumber
Written by: Pri Enamsatutujuh
UJUNGKELINGKING, at Tuesday, August 14, 2012

Popular Posts

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!